Happy Reading!!!
***
"Papi, di sini!" teriak Salvia sembari melambaikan tangan ke arah dua sosok yang terlihat celingukan di area penjemputan. Dan teriakan Salvia yang cukup heboh itu berhasil tak hanya membuat dua sosok yang di tuju menoleh, karena beberapa orang lainnya pun ikut menoleh, menjadikan Salvia perhatian yang sayangnya tak sama sekali gadis itu hiraukan.
Salvia tetap fokus ke depan, pada kedua orang tuanya yang baru saja tiba di tanah air setelah lima bulan lamanya meninggalkan anak semata wayang.
Dengan binar yang tak kalah terang, Darian berlari menghampiri sang putri dan langsung memeluknya dengan penuh rasa rindu.
Ini memang bukan kali pertama Darian meninggalkan Salvia untuk urusan pekerjaan. Karena sejak gadis itu kecil pun Darian kerap kali meninggalkannya. Hanya saja memang tidak pernah selama ini. Jadi wajar jika sekarang Darian begitu merindukan putrinya. Pun dengan sebaliknya.
Selama ini Salvia tidak memiliki siapa pun selain ayahnya. Ibunya telah meninggal sejak Salvia baru lahir. Sejak saat itulah Salvia hanya di besarkan oleh ayah, nenek dan kakeknya. Itu pun tak lama sebab ketika usianya sepuluh tahun sang nenek meninggal dan lima tahun kemudian sang kakek pun ikut di panggil Tuhan. Beruntung saat itu sudah ada Drizella -sang ibu tiri yang beruntung Salvia miliki. Membuat Salvia tidak tumbuh menjadi anak yang kesepian. Yang ada justru Salvia merasa hidupnya sempurna. Ia memiliki ayah yang begitu mencintainya. Memiliki ibu yang begitu menyayanginya, meski Salvia sadar Drizella bukan sosok yang membawanya ke dunia.
Tapi itu bukan masalah, karena Salvia tetap menganggap Drizella sebagai ibunya. Ibu sambung yang begitu disayanginya. Terlebih sekarang wanita berusia pertengahan tiga puluh itu tengah mengandung calon adiknya. Membuat Bahagia yang Salvia rasa semakin terasa lengkap.
Lebih lengkap lagi dengan keberadaan mereka di sisinya, meramaikan kembali rumah yang selama lima bulan ini hanya Salvia isi dengan sang paman.
Ah, ngomong-ngomong tentang Devan, pria itu masih menjadi pria yang tak banyak bicara. Sudah kembali duduk di balik kemudi untuk mengantarkan Salvia dan kedua orang tuanya ke rumah mereka.
Sesekali Devan akan bicara, itu pun karena tanya yang di lontarkan Darian atau Drizella yang merupakan kakaknya. Selebihnya Devan hanya diam, mendengarkan segala hal yang keponakannya adukan. Minus keintiman mereka yang tentu saja bukan hal yang patut di ceritakan pada siapa pun, terlebih orang tua.
Kepala Devan bisa di penggal jika sampai Salvia membocorkannya. Walaupun nyatanya Devan tidak sepenuhnya bersalah karena sejak awal memang Salvia yang menggodanya.
Tapi, sepertinya itu akan terkesal seperti Devan memanfaatkan ketertarikan Salvia. Itu juga terkesan merendahkan Salvia. Padahal nyatanya Devan pun menyukainya. Meskipun awalnya memang hanya menuruti apa yang keponakannya inginkan. Tapi lama-lama ketertarikan itu ada dalam diri Devan, meskipun sampai sekarang belum dapat mengartikan sepenuhnya tentang perasaan yang dimilikinya terhadap sang keponakan yang terang-terangan menunjukkan rasa sukanya.
Berengsek.
Sepertinya sebutan itu sudah pantas Devan dapatkan. Tapi bukan ingin Devan juga seperti ini. Salahkan saja gairahnya yang tak bisa Devan kendalikan pada sang keponakan. Salahkan juga perasaannya yang labil karena menginginkan Salvia di saat dirinya memiliki Sagitta yang ternyata juga enggan hatinya tinggalkan.
Ah, Devan benar-benar di buat frustrasi. Terlebih dengan kenyataan yang akan segera menghampiri, dimana dirinya tak lagi bisa seatap dengan Salvia. Membuat Devan benar-benar merasa merana.
Berkali-kali matanya melirik ke kursi belakang dimana Salvia dan Drizella berada, ada sesak yang Devan rasa saat fokus gadis itu tak lagi tertuju padanya seperti lima bulan belakangan ini, sebab Darian dan Drizella yang menjadi perhatian Salvia.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Uncle
RomanceDemi menarik perhatian sang paman, Salvia rela melakukan apa pun. Bahkan tak segan menggodanya terang-terangan. Membuat perlahan Devan meliriknya. Salvia sadar tubuhnya yang membuat sang paman tertarik, tapi Salvia tidak peduli, dia yakin lambat lau...