My Lovely Uncle - Bab 7

33.2K 439 4
                                    

Happy Reading!!!

***

“Ck, betah banget, sih, Pi di sana,” Salvia berdecak sebal saat sang orang tua yang beberapa menit lalu menghubunginya meminta maaf mengenai kepulangannya yang belum bisa dipastikan.

Di sini enak, Sal. Kayaknya Papi mau pindah rumah aja, deh,” sahutnya dengan kekehan yang membuat Salvia semakin cemberut.

“Terus aku gimana? Aku gak mau pindah, Pi! Gak paham bahasanya,” rengek Salvia menggeleng tegas, meski sadar sang ayah yang berada di seberang sana tidak dapat melihatnya, mengingat panggilan yang mereka lakukan bukan call video.

“Ya, belajar dong, sayang. Lagi pula Papi gak akan ajak-ajak kamu. Papi mau tinggal bertiga aja sama Mama dan calon adik kamu.”

“Ihh, Papi kok jahat! Terus aku sama siapa di sini?”

Sendiri aja. Kamu ‘kan udah besar.”

“Gak mau!” tolaknya cepat, menghadirkan tawa di seberang sana yang membuat Salvia bertambah kesal. “Aku gak mau di tinggal sendiri. Lagian memangnya Papi gak khawatir sama aku?”

Nggak dong. Anak papi ‘kan hebat. Bisa bela diri. Yang ada Papi khawatir sama orang-orang yang coba jahatin kamu, mereka pasti babak belur,” ujarnya kembali tertawa. Sementara Salvia semakin memajukan bibirnya.

“Nanti kalau aku macam-macam gimana?”

“Ya, biarin, yang tanggung resikonya juga ‘kan kamu,” jawabnya dengan suara yang tenang. “Anak papi sudah besar, sudah dewasa, Papi yakin kamu tahu mana yang baik dan mana yang enggak. Papi membebaskan kamu bukan karena Papi gak sayang, tapi karena Papi tidak mau kamu merasa terkekang. Tapi papi cuma berpesan sama kamu, jaga diri, jangan sampai terluka. karena jika sampai itu terjadi, Papi gak akan pernah bisa maafin diri Papi sendiri. Kamu paham ‘kan, sayang?”

Dengan mata berkaca, Salvia menganggukkan kepalanya. Amat paham dengan apa yang ayahnya itu maksudkan. “Makasi, Papi,” ucap Salvia begitu tulus, dan jawaban yang diberikan dari seberang teleponnya tak kalah tulusnya, membuat senyum Salvia kembali terukir, dan obrolan mengenai kegiatan Salvia di sekolah menjadi pembahasan selanjutnya. Sampai akhirnya tanya mengenai keberadaan Devan diloloskan ayahnya, yang membuat Salvia segera melirik ke arah sampingnya, arah di mana Devan berada, sibuk dengan laptopnya seperti biasa.

Uncle Devan lagi sibuk sama kerjaannya,” jawab Salvia diiringi dengusan kesal. “Ini nih yang bikin aku kangen Papi. Uncle Devan orangnya gak asyik!”

Gak asyik gimana?

“Ya, gak asyik lah pokoknya, Pi. Uncle Devan juga nyebelin. Pulang sekolah telat di omelin. Dugem gak di bolehin. Padahal Papi gak pernah tuh larang-larang aku,” adunya seraya melirik Devan yang mulai mengalihkan atensinya dari layar datar di depannya. “Papi justru selalu senang kalau aku banyak kumpul sama teman-teman,”

Iya lah itu kan supaya kamu bersosialisasi. Kumpul dengan teman-teman itu banyak manfaatnya. Obrolan yang terjalin memang kadang random dan nyaris tidak berbobot, tapi kelak kita akan sadar bahwa ternyata apa yang pernah kita bahas di masa lalu sebagai candaan amat bermanfaat untuk kehidupan di masa depan. Selain itu, kita juga jadi pandai berkomunikasi. Pembendaharaan kata semakin bertambah, dan apa yang semula kita tidak tahu jadi tahu. Dari obrolan yang tidak penting menghasilkan sesuatu yang berguna meskipun kita tidak menyadarinya.”

My Lovely UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang