My Lovely Uncle - Bab 37

8K 291 13
                                    

Happy Reading!!!

***

“Salvia, benar?”

Tangan Salvia yang hendak menyuapkan sushi ke dalam mulutnya urung saat mejanya di hampiri seorang perempuan yang Salvia ingat pernah dirinya temui di Mall bersama Devan beberapa waktu lalu.

Kening Salvia mengernyit, menatap Sagitta yang entah memiliki tujuan apa datang kepadanya. Tapi jika boleh menebak pasti ini ada hubungannya dengan Devan.

“Ada kepentingan apa?” tanya Salvia tidak ingin sok tahu, tidak juga berusaha bersikap ramah.

Tanpa di persilahkan Sagitta mengambil duduk di kursi kosong sebelah Amara, membuat gadis yang ikut menoleh demi melihat siapa yang menghampiri temannya itu mendengus seraya memutar bola mata. Meski kemudian memilih abai dan tetap menikmati makanan favoritnya. Tapi Amara tetap akan menyimak obrolan antara Salvia dan mantan Devan itu. Penasaran juga dengan keperluan yang dimiliki Sagitta. Karena sepertinya tidak mungkin jika hanya sengaja ingin berkenalan. Itu terlalu naif.

“Kebetulan saya baru selesai meeting di dalam,” tunjuknya pada salah satu ruang privat yang tidak sama sekali Salvia lirik karena merasa tidak perlu untuk tahu hal itu. “Waktu mau keluar tidak sengaja melihat kamu di sini,”

Sungguh Salvia tidak sama sekali butuh penjelasan itu. “Langsung pada intinya aja,” suruh Salvia terdengar malas. Tidak peduli akan di anggap tidak sopan oleh Sagitta. Toh Salvia tidak butuh citra baik itu di depan orang yang tidak di sukainya dan mungkin juga tidak menyukainya. Jadi untuk apa berbasa basi?

Tidak langsung menurut, Sagitta lebih dulu menarik napas, kemudian membuangnya perlahan. Berusaha tidak terpancing emosi oleh gadis remaja di depannya. “Devan bilang kamu keponakannya,” katanya setelah bisa mengendalikan diri yang ingin sekali mencakar wajah Salvia yang angkuh. Namun Sagitta tidak ingin gegabah, ia adalah perempuan dewasa. Harus tetap tenang walaupun lawan bicaranya menjengkelkan.

“Iya,” jawab Salvia tanpa beban.

“Dan kamu mencintai paman kamu itu,” sambung Sagitta. Dan Salvia tidak sama sekali terkejut. Tidak pula membantahnya. Karena justru Salvia mengangguki itu. Toh, kenyataannya memang begitu ‘kan?

“Kamu sadar bahwa Devan keluarga kamu, tapi kenapa membiarkan perasaan yang katanya cinta itu kamu biarkan berkembang?” lanjut Sagitta terlihat kesulitan menjaga  ketenangannya.

“Memangnya kenapa? Antara gue dan Uncle Devan tidak memiliki ikatan darah. Tidak ada masalah untuk perasaan cinta yang gue dan Uncle Devan punya. Kami bisa bersama selama cinta itu ada,” jawab Salvia dengan ringan dan tenang.

“Tapi dia milik saya!” Sagitta mulai terlihat mengintimidasi. Sayangnya Salvia tidak selemah itu. Salvia tidak sedikit pun terpengaruh dengan kepemilikan yang coba Sagitta tekankan. Yang ada Salvia malah justru tertawa dan menatap remah Sagitta.

“Hubungan kalian sudah berakhir sejak satu bulan yang lalu. Dan gue yang menjadi alasannya,” ucap Salvia bangga. Membuat Sagitta yang semula berwajah tenang mulai menegang dengan rona merah yang menunjukkan amarahnya. “Uncle Devan lebih memilih gue di bandingkan lo. Wow!” Salvia berekspresi takjub, semakin menambah emosi Sagitta.

“Dan lo bangga dengan itu?” kini Sagitta tidak lagi berusaha menutupi ketidaksukaannya. “Lo bangga sudah menjadi perusak hubungan orang?” tatapan merendahkan diberikan Sagitta pada Salvia. “Masih kecil sudah begini, dewasa nanti mau jadi apa lo? Pelakor?” delik sinis Sagitta. “Ck, murahan!”

Oke, itu sudah keterlaluan. Tapi jangan berpikir Salvia akan meledak dengan sebutan itu. Salvia tidak akan pernah membuang tenaga untuk menanggapi hal tersebut. Salvia tidak akan tersinggung dengan apa pun sebutan orang lain untuknya. Bukan karena Salvia mengakui dirinya murahan, tapi yang cerdas dan berkualitas tidak pernah membanggakan diri sendiri. Sama seperti maling yang tidak akan meneriakan dirinya maling, pun dengan pelacur. Mereka hanya akan melontarkan itu untuk orang lain. Jadi, sudah dapat di pahami ‘kan?

My Lovely UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang