Happy Reading!!
***
“Gimana pertemuannya? Apa mengasyikan?” tanya Salvia sesaat setelah Devan masuk ke dalam kamarnya. Mengejutkan pria itu yang tidak sama sekali mengetahui keberadaan sang ponakan. Sebab Darian kata Salvia sudah masuk ke kamarnya sejak satu jam lalu setelah mengeluhkan kantuknya akibat bosan menunggu kepulangan Devan yang mengaku akan pergi sebentar tapi justru lebih dari tiga jam lamanya.
“Kamu, kok, di sini?” bukannya menjawab, Devan justru balik bertanya seraya membawa langkah semakin masuk, menghampiri Salvia yang duduk bersandar pada kepala ranjang sambil memainkan ponsel di tangan. Matanya tidak sama sekali melirik Devan, dan itu membuat Devan yakin bahwa sang gadis tengah kesal.
“Gak boleh?”
Devan meringis melihat lirikan sinis keponakannya. “Bukan gak boleh. Tapi tadi Papi kamu bilang kalau kamu sudah tidur.” Devan sempat menekan tuas pintu kamar Salvia demi melihat sejenak gadisnya, tapi pintu kamar Salvia dalam keadaan terkunci. Devan kira Salvia benar-benar sudah tertidur. Tidak menyangka bahwa ternyata gadis itu akan ada di kamarnya. Menunggunya.
“Uncle pikir aku bisa tidur di saat Uncle justru sedang kencan dengan perempuan lain?” nyatanya Salvia tidak bisa benar-benar tenang. Ia sudah mencoba, tapi hatinya tidak bisa melakukan itu. Terlebih ketika melihat Drizella pulang dan Devan tidak ada bersamanya. Perempuan itu pulang seorang diri, di antar oleh sopir keluarga Shamanta. Dan ketika Salvia bertanya di mana Devan, Drizella menjawab bahwa pria itu masih mengobrol dengan Shamanta.
Bisa di bayangkan bagaimana perasaan Salvia ketika mendengar itu? Bisa tebak apa yang Salvia pikirkan saat itu? Ketakutannya tidak bisa di sembunyikan, namun sekuat mungkin Salvia berusaha untuk terlihat tetap tenang. Tidak ingin sang ayah mengetahui kegundahannya. Dan karena merasa tidak lagi sanggup menyembunyikan keresahannya Salvia berpura-pura mengantuk agar bisa masuk ke kamar tanpa membuat ayahnya curiga. Salvia tidak suka melihat sang ayah mengkhawatirkannya.
“Jadi gimana, apa kencannya menyenangkan?” kembali Salvia menanyakan, ketika sebelumnya tanya itu belum mendapatkan jawaban dari sang paman. “Pasti menyenangkan sih, buktinya jam segini Uncle baru pulang,” lanjut Salvia seraya melirik jam yang ada di dinding kamar Devan, lalu setelahnya kembali memberi atensi pada ponselnya yang tidak henti berdenting, menunjukkan banyaknya pesan yang datang.
Tenang, itu dari teman-teman sekelasnya, kok, sejak tadi Salvia membuka chat grup kelas demi membunuh kebosanan menunggu Devan yang tidak kunjung pulang. Dan baru pulang pukul dua belas malam. Sementara pergi pukul tujuh kurang. Coba hitung berapa jam Devan asyik dengan kencannya?
Mengambil duduk di sisi ranjang, Devan menatap Salvia dengan tatapan geli. “Kamu marah?” meski sudah tahu jawabannya, tetap saja Devan ingin mendengar langsung pengakuan gadisnya.
“Nggak.” Jawabnya ringan, namun Devan tahu bahwa Salvia sedang berusaha mengelak. Dan hal itu membuat Devan semakin melebarkan senyumnya.
“Kamu cemburu, sayang!” itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan. Dan Devan semakin yakin saat mendapati delikan gadisnya. “Maaf sudah tidak menepati janji, dan membuat kamu menunggu lama,”
“Gak masalah. Aku tahu obrolan kalian menyenangkan, makanya Uncle betah lama-lama,” sela Salvia cepat, tanpa sama sekali menatap Devan yang jelas-jelas ada di depannya. Wajahnya memang tampil begitu tenang, kalimatnya pun melantun santai, seakan ia benar-benar tidak masalah sekalipun Devan tidak pulang.
Tapi percayalah bahwa dadanya kini sedang merasa sesak dengan amarah yang ingin sekali diluapkan pada sang paman yang telah membuatnya semakin merasa ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Uncle
RomanceDemi menarik perhatian sang paman, Salvia rela melakukan apa pun. Bahkan tak segan menggodanya terang-terangan. Membuat perlahan Devan meliriknya. Salvia sadar tubuhnya yang membuat sang paman tertarik, tapi Salvia tidak peduli, dia yakin lambat lau...