My Lovely Uncle - Bab 39

6.4K 281 23
                                    

Happy Reading!!!

***

Weekend kali ini terasa menyenangkan meski hanya di habiskan di rumah. Hubungan yang telah kembali akrab satu sama lain yang membuat kebahagiaan itu kembali terasa lengkap setelah sebulan lebih dilewati dengan penuh kecanggungan juga kesedihan.

Devan yang murung sudah kembali cerah meskipun perasaannya belum sepenuhnya hilang resah, memikirkan Salvia yang masih belum membatalkan niat melanjutkan kuliah ke luar negeri. Devan sudah meminta gadisnya itu membatalkan, tapi Salvia tidak memberi tanggapan, malah selalu menghindar seolah enggan membahas itu.

Jika harus jujur, Devan pun sebenarnya tidak ingin membahasnya, tapi ternyata tidak bisa sebab Devan takut tiba-tiba nanti di tinggalkan. Maka dari itu sebelum mendapatkan jawaban iya, Devan terus membawa pembahasan itu. Tidak peduli Salvia jengah mendengarnya.

Seperti sekarang, di saat Darian dan Drizella masuk ke dalam rumah untuk urusan masing-masing, Devan kembali membujuk Salvia untuk membatalkan rencananya. Devan bahkan sampai rela merengek pada gadis itu. Membuat Salvia geli sendiri. Bahkan si kecil Kara yang ada bersama mereka melongo polos, menatap pamannya yang bertingkah seperti anak kecil hanya karena tidak ingin di tinggal.

Ini hal yang langka, mengingat ini kali pertama Devan mau melakukannya. Beruntunglah hanya ada Kara dan Salvia, jadi Devan tidak perlu malu. Beda jika Darian dan Drizella masih ada bersama mereka. Devan tidak akan mungkin melakukannya.

“Apa lagi sekarang alasannya, hah? Aku udah bilang kalau yang Sagitta kandung bukan anak aku. Kak Dri juga gak masalah sama hubungan kita. Alasan apa lagi yang bikin kamu tetap ingin pergi?” Devan sudah benar-benar frustasi. Kekeraskepalaan Salvia benar-benar menguji kesabarannya. “Shamanta? Kamu sendiri yang bilang bisa menangani perjodohan itu,” kesal Devan karena Salvia masih juga tetap mengabaikan rengekannya. Menjadikan Kara sebagai atensi. Padahal di sini jelas-jelas Devan yang butuh perhatian.

“Salvia!” geram Devan seraya menarik dagu Salvia agar menoleh ke arahnya. “Dari tadi aku bicara kamu dengerin gak sih?” Devan merasa benar-benar frustasi. Di saat seharusnya mereka sudah bisa menjalani hubungan seperti semula karena permasalahan satu per satu sudah dapat di atasi, keputusan Salvia malah membuat Devan tetap merasa resah. Terlebih waktu yang tersisa hanya sedikit. Tidak sampai satu bulan lagi Salvia ujian, setelah itu hanya tinggal menunggu kelulusan, tapi sebelum itu Salvia pasti sudah harus pergi karena banyak hal yang harus diurusi. Devan tidak memiliki waktu banyak untuk membuat Salvia membatalkan rencananya.

“Aku dengar kok,” jawab Salvia santai.

“Terus kenapa diam aja?” Devan butuh kepastiaan. Ia tidak ingin resah sendirian, sementara Salvia malah justru tenang-tenang saja. Seakan pergi dari Devan bukan hal yang besar. Padahal saat Devan pergi dari rumahnya ketara sekali kegalauan gadis itu.

Jadi, apakah itu artinya Salvia lebih bisa menerima meninggalkan dari pada ditinggalkan? Jika memang begitu, bukankah gadis itu sangat egois?

Salvia tidak lantas menjawab, lebih dulu meraih tangan Devan yang masih berada di dagunya, mengusapnya lembut dan menatap manik hitam Devan dengan dalam. Helaan napas Salvia keluarkan, sebelum kemudian membuka suaranya, “Sayang kalau gak di lanjutkan. Aku sudah daftar, dan aku yakin pasti di terima. Aku kan pintar,” sombong Salvia di akhir kalimatnya, lalu terkekeh pelan.

Namun raut wajah Devan tidak sama sekali berubah. Pria itu masih tetap datar, membuat Salvia menyudahi kekehannya, di ganti dengan senyum kecil. “Kan Uncle sendiri yang bilang bahwa pendidikan itu penting,”

“Iya, tapi kan gak harus ke luar negeri, Sal. Kamu bisa melanjutkan kuliah di sini. Banyak Universitas yang gak kalah bagus dari kampus luar negeri.” Sela Devan berapi-api.

My Lovely UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang