Happy Reading!!!
***
Keputusannya untuk menginap memang tepat, karena ternyata sepanjang perjalanan ke rumah sakit, dan dilanjut mencari makanan yang Drizella inginkan hingga kembalinya mereka ke rumah, Devan tidak juga mendapatkan kesempatan mengobrol dengan Salvia.
Lebih tepatnya Salvia yang selalu menghindar. Membuat Devan kesulitan menarik gadis itu untuk duduk berdua.
Salvia tidak memberinya peluang. Dan itu berhasil membuat Devan geram. Sampai akhirnya mau tak mau Devan mengambil tindakan.
Tidak peduli dengan Darian dan Drizella yang kemungkinan akan curiga bahkan memergokinya, Devan masuk ke dalam kamar Salvia, tepat ketika gadis itu hendak menutup pintunya. Membuat sebuah jeritan Salvia lolos, namun cepat-cepat Devan bungkam mulut gadisnya dengan ciuman.
Tak peduli berontakan Salvia yang berusaha melepaskannya. Devan tetap melakukan aksinya. Mencium Salvia dengan lumatan menuntut, namun perlahan memelan seiring berkurangnya perlawanan Salvia yang mulai lelah dan pasrah. Hanya saja Devan kecewa sebab ternyata Salvia tidak membalas ciumannya. Gadis itu diam, lalu perlahan air matanya berjatuhan. Dan sorot matanya yang menampilkan segenggam luka, menjadi alasan yang membuat Devan menghentikan lumatannya di bibir Salvia.
“Maaf,” sesal Devan, menyadari kesalahannya. Namun tentu saja itu tidak lantas membuat Devan menjauh, karena yang ada Devan justru semakin menarik Salvia ke dalam pelukannya, menenggelamkan wajah basah gadis itu dalam dadanya, sebab ternyata Devan tidak sekuat itu melihat kekacauan Salvia. Terlebih dirinya sendiri yang menjadi alasan di balik kehancuran hati sang ponakan.
“Maaf,” ulang Devan dengan penyesalan yang semakin besar. Bahkan dadanya terasa sesak sekarang. Matanya pun memanas seiring dengan isakan yang tak lagi Salvia sembunyikan.
“Kenapa Uncle gak pernah bilang?” tanya Salvia di tengah isakannya yang begitu menyayat hati. Setidaknya untuk Devan yang paham betul maksud dari pertanyaan yang Salvia berikan. Apalagi ketika suara Drizella saat di perjalanan pulang tadi kembali berputar di kepalanya.
“Oh iya, Dev, bagaimana dengan rencana pertunangan kamu? Sudah di urus?”
Pertanyaan Drizella yang datang tiba-tiba itu membuat Devan yang tengah menyetir terkejut. Pikirannya yang penuh dengan Salvia yang tak juga memberinya atensi, buyar, begitu pula rangkaian kalimat maaf yang tengah dirinya susun dalam kepala. Drizella berhasil menjadi pengacau. Dan saat itu juga Devan merutuki kakaknya yang menyebalkan.
Tapi kemudian Devan sadar bahwa itu bukan murni kesalahan kakaknya. Sebab Drizella tidak tahu apa pun mengenai dirinya dan Salvia yang saat ini sedang memanas.
Drizella mungkin hanya teringat akan apa yang pernah Devan katakan. Dan wanita itu menagih kejelasan.
Sayangnya, Drizella membahas di waktu yang tidak tepat. Karena nyatanya sekarang Devan tidak sedang memikirkan hal itu, melainkan bagaimana caranya menjelaskan dan meminta maaf pada Salvia. Namun Drizella tidak paham, keterdiaman Devan tidak membuat Drizela berhenti, tapi malah justru semakin bertanya mengenai perempuan yang ingin Devan nikahi. Drizella ingin bertemu dan mengenal calon adik iparnya lebih dulu.
Devan tidak akan keberatan menjelaskan jika tanya itu di berikan Drizella beberapa minggu lalu. Pasti dengan semangat Devan akan membawa Sagitta kehadapan kakaknya, dan dengan bangga Devan akan mengenalkan Sagitta sebagai perempuan yang dipilihnya untuk menjadi pedamping. Sayangnya itu tak lagi berlaku untuk sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Uncle
Roman d'amourDemi menarik perhatian sang paman, Salvia rela melakukan apa pun. Bahkan tak segan menggodanya terang-terangan. Membuat perlahan Devan meliriknya. Salvia sadar tubuhnya yang membuat sang paman tertarik, tapi Salvia tidak peduli, dia yakin lambat lau...