Regan buru-buru menarik bibirnya menyadari aroma layaknya besi berkarat menguar menyapu indera pengecapnya. Mengusap penuh khawatir bibir bagian bawah Lona yang telah membengkak dan merah. Tampak cairan kental merah pekat itu merembes dari sana.
"Sepertinya aku terlalu keras menggigitnya," lirih Regan terkejut. Kedua obsidiannya berfokus penuh pada milik Lona. Sementara objek yang dibicarakan justru tersenyum puas dengan kedua mata sayunya.
"Nggak apa-apa, aku menyukainya Nan," dalihnya lembut. Ia mengusap surai Regan secara acak sembari setengah menariknya menggoda. Kemudian turun menyelinap ke dalam pakaian Regan yang sudah berantakan.
"Bahkan kamu boleh merobek bibirku jika mau," tawarnya seduktif.
Tentu saja Regan keberatan. Rungunya tetap belum terbiasa dengan godaan seperti ini. Namun jika secara terbuka ia menunjukkan ketidaknyamanannya di depan Lona, maka sesi mereka akan langsung berakhir saat ini juga. Jelas Regan tidak ingin itu terjadi.
"Aku tidak tertarik." Regan menjeda sebelum mendekatkan bibirnya ke telinga Lona. Berbisik dengan nada rendahnya yang mematikan. "Aku lebih tertarik merobek pakaianmu sekarang."
Sebelah bibir Lona terangkat naik. Mendesah kecil ketika daun telinganya disesap pelan oleh Regan di ujung kalimatnya. Ia mulai menyukai bagaimana cara Regan mengalihkan perhatian jika permintaannya mulai melewati batas.
"Kamu semakin gila sekarang. Aku menyukainya Nan," puji Lona sebelum meningkatkan agresivitasnya. Kedua kakinya melingkar ketat pada pinggang Regan saat lelaki itu mulai mengangkat tubuhnya, membawa tubuh keduanya untuk bergumul di ranjang.
Kedua bibir itu kembali bersatu. Berlomba melumat sampai terhenti ketika salah satunya menyerah karena kehabisan napas. Sialnya, Lona selalu menang dan mendominasi di setiap penyatuan mereka. Membuat Regan harus berusaha lebih keras lagi kali ini atau Lona akan mengejeknya lagi dan lagi.
Regan nyaris saja menang andai saja dering ponselnya tidak menginterupsi aktivitas mereka.
"Ponselmu berbunyi," ucap Lona terengah. Jantungnya masih berdegup kencang saat ia mengusap peluh di kening Regan.
"Bilang saja kamu tidak sanggup melawanku kali ini, Lona."
Regan menatap Lona remeh. "Akui saja kau mulai kewalahan melawanku," ulangnya menyeringai.
"Nan, aku bilang ponselmu berdering. Mengganggu sekali," decaknya. Kedua bola matanya berputar malas. Distraksi di saat permulaan seperti ini akan sangat menggangu mood Lona untuk selanjutnya. Namun Regan yang kepalang tinggi tampaknya tidak peduli.
"Setidaknya matikan ponselmu jika kamu nggak mau kita terganggu lain kali!"
"Kenapa harus lain kali jika sekarang kita bisa melanjutkannya."
"Nanta!"
"Abaikan saja,"sahut Regan cuek.
Regan hendak kembali memeluknya namun Lona malah mendorongnya keras.
"Regan, itu dari istrimu!" seru Lona jengkel. Sempat melirik sekilas nama yang tertera di layar ponsel Regan. Lona bertambah dongkol menatap wallpaper ponsel Regan adalah foto pernikahan mereka. Tanpa rasa bersalah ia langsung melempar kencang ponsel itu, nyaris mengenai wajah Regan andai lelaki yang masih bertelanjang dada itu tidak sigap menangkapnya.
"Astaga Lona," gumam Regan lirih lebih untuk dirinya sendiri.
Regan tidak mau beradu argumen atau adegan selanjutnya adalah ia terusir dari apartemennya sendiri. Jika Lona sudah menyebutnya dengan nama Regan, itu adalah indikasi jika mood-nya memburuk. Sejak awal Lona selalu memanggilnya dengan Nanta― yang secara kebetulan itu memang nama panggilan kecil dari lelaki bernama lengkap Regananta Jeffrian Hanstanta tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯
Romance[ 𝐉𝐉𝐇 𝐀𝐔 ] Tentang Velona Kahesa yang menghalalkan segala cara demi membalaskan dendamnya. Tentang Regananta Jeffrian yang mendua demi meluapkan ketidakpuasan atas keadaannya Tentang Windelina Adelia yang nekat memanipulasi demi mendapatkan cin...