Chapter 66

44 11 11
                                    

"Pesta tadi itu, benar-benar pesta terkacau yang pernah aku datengin," ungkap Bima kemudian tertawa remeh.

Sepanjang perjalanan, Bima terus meracau betapa berantakannya pesta tadi berakhir. Acara itu dibubarkan begitu saja tanpa sepatah kata penutup dari sang tuan rumah. Menyisakan banyak pertanyaan sekaligus rasa penasaran bagaimana ujung dari kejadian tadi.

"Kamu tadi ke mana aja, Lona? Sayang banget kamu nggak lihat reaksi syok Regan pas tahu Windelina ternyata yang nyelametin dia."

"Jujur aku sempat iri Regan bisa dapetin Windelina yang cantik, lembut dan pure innocent. Tapi setelah malam ini─" Bima menjeda kalimatnya dengan tawa renyah. Kepalanya masih menggeleng tidak percaya. "Semua orang yang bukan siapa-siapa mereka aja syok banget ngerasa ketipu, apalagi Regan. Mukanya kasihan banget sumpah."

Bima melirik Lona yang masih setia dalam kebisuan. Tampak sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Lona, kamu kenapa diem aja sih?" tegur Bima akhirnya. Mendapati Lona masih terdiam dengan pandangan lurus ke depan. Sama sekali tidak mengindahkan omongan Bima sejak tadi.

"Lona?"

"Tapi Pak Regan nggak apa-apa 'kan?" tanyanya tiba-tiba.

Merasa aneh karena justru itu yang Lona tampak cemaskan. Jangan bilang raut gelisah yang Lona tunjukkan sejak tadi karena memikirkan nasib lelaki payah itu saat terjebur kolam renang. Hanya mengingatnya kembali sudah membuat Bima tidak bisa menahan tawa saking konyolnya.

"Kenapa Mas Bima ketawa? Memangnya ngelihat orang lain dalam bahaya itu lucu?" cetusnya tidak suka.

Bima benar-benar bungkam sekarang. Merasa atsmosfer yang menyeruak dari dalam diri Lona jauh dari kata ramah.

"Sorry," ujarnya kemudian. Meski dewa batinnya sama sekali tidak merasa menyesal terus menertawakan Regan. "Maaf kalau bikin kamu nggak nyaman, Lona."

"Mas Bima, katanya tadi mau ngomong sesuatu?" tanya Lona tiba-tiba.

Perempuan itu ingin mempersingkat urusannya dengan Bima. Sebab setelah ini, sepertinya Lona tidak perlu lagi melibatkan diri dengan lelaki hidung belang ini.

"Soal imbalan atas semua bantuan yang udah pernah aku kasih?" tanya Bima memastikan.

Lona mengangguk.

"Lona, jujur aku tertarik sama kamu," terangnya tiba-tiba. Bima memang suka merayu dengan kalimat manis, hadiah bernilai mahal, juga basa-basi picisan. Namun khusus untuk Lona, mendadak Bima menjadi tidak sabaran. Selain itu Bima juga hafal perempuan dengan karakter seperti Lona tidak akan tergiur dengan semua itu. Itulah alasannya bersikap to the point.

"Lona, kamu mau nggak jadi pacar saya?" tembak Bima langsung. Kemudian ia segera meralatnya, teringat statusnya yang sudah beristri.

"Maksudnya, jadi selingkuhan."

Sontak Lona mendelik. Menatap Bima tidak percaya sampai ia tersedak di menit setelahnya.

"Aku janji bakal putusin pacar-pacar aku yang lain kalau kamu nerima permintaan ini," janjinya. Wajahnya menunjukkan keseriusan.

Bukannya tergoda, Lona justru mual mendengarnya. Beruntung jarak kontrakannya telah dekat. Jadi Lona tidak perlu terjebak lebih lama lagi di sini.

"Maaf, Mas Bima. Aku nggak bisa," balas Lona tegas.

"Kenapa?" tanya Bima kecewa. Pahadal ia sudah sangat percaya diri tidak ada perempuan yang mampu menolak dirinya. "Aku janji akan ngasih apapun yang kamu minta."

"Bukan masalah uang," tepisnya keras merasa tersinggung.

"Lalu?" Bima terus mendesak tidak sabar.

"Pertama, aku nggak mau dijadiin selingkuhan. Kedua, aku nggak bisa menjalin hubungan tanpa perasaan."

𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang