"Mbak, ada pembalut?"
Regan tidak tahu wajahnya sudah seperti apa sekarang. Jelas ia malu dan sisanya tentu agak gengsi. Bagaimana tidak, lima belas menit lalu ia datang membeli kondom, lalu sekarang ia lari pontang-panting kembali untuk menanyakan pembalut.
"Di rak sebelah sana, Mas."
Dengan kedua telinga yang memerah, Regan buru-buru mengambilnya asal dan segera membayarnya di kasir. Menyingkat waktu sebisa mungkin.
"Pantesan belakangan mood Lona naik-turun mulu," omel Regan sepanjang jalan kembali ke mobilnya. Rupanya Lona sedang PMS.
"Kamu kenapa wajahnya ditekuk begitu?" komentar Lona sekembalinya Regan. "Kamu nggak suka ya aku mintain tolong beliin pembalut?"
"Maaf ya, Nan. Aku selalu ngerepotin kamu," sambungnya bertubi-tubi. Mungkin hanya butuh sekali kedipan mata, bendungan air matanya luruh.
Lona hampir menangis lagi saat menanyakannya. Hatinya betul-betul sensitif jika datang bulannya tiba. Sementara Regan menahan diri untuk tidak membenturkan kepalanya ke kaca mobil. Sumpah, Lona yang menstruasi mendadak memang serba melankolis.
"Nggak, Lona. Kenapa juga aku nggak suka?" Regan menampilkan kedua lesung pipinya bersikap manis di depan Lona. Berusaha meyakinkan lawan bicaranya.
"Kamu kecewa 'kan kondomnya nggak langsung kepakai?" tanya Lona sesenggukan.
Regan menggeleng. Jujur, hubungan mereka bukan melulu soal ranjang. Bagi Regan, Lona selalu di sampingnya seperti sekarang saja sudah mampu memenuhi hatinya.
"Kamu pikir aku hiper?"
Bibir Lona kembali bergetar menahan tangis. "Bukannya memang iya?"
Regan tergelak. Tertawa menatap Lona yang masih memandanginya dengan penuh rasa bersalah. Agaknya, Regan ingin menarik opininya mengatakan bahwa Lona yang sedang menstruasi sangat menyusahkan.
"Cute," celetuk Regan gemas. Ia mencubit pipi Lona sebelum menghadiahinya kecupan ringan.
"Kamu bisa nggak sih kalem begini terus, hm?"
Lona memajukan bibirnya cemberut mendengar godaan Regan. Entahlah, Lona sendiri juga kadang jijik pada tingkahnya jika sedang PMS. Jika perempuan lain dalam mode senggol bacok saat menstruasinya tiba, Lona malah memiliki siklus sebaliknya.
Lona meraih kantong dari tangan Regan. Berniat segera memakai pembalutnya, namun ada sesuatu yang kurang.
"Nan, kamu nggak beliin celana dalam aku sekalian?"
***
"Nan, kamu tadi bukannya mau ngasih tugas aku kayak temen yang lain?"
"Biar aku aja yang kerjain tugas kamu," sahut Regan santai.
Mereka sudah berada di apartemen sekarang. Biasanya mereka berdua memang selalu di sana sampai pukul tujuh malam karena Regan tidak bisa pulang lebih terlambat lagi. Terkadang Lona akan tetap tinggal, namun sebetulnya ia tidak terlalu suka kesepian. Jadi tidak berapa lama kemudian, ia akan menyusul Regan pergi dan kembali ke kosannya. Itu jugalah alasan Lona menolak untuk full stay di apartemen meski Regan memang memberikannya untuk Lona.
"Kamu tadi ngajar apa?"
"Materinya sudah aku kirim ke kamu, cek e-mail coba."
"Tapi nanti kamu harus tetap jelasin lagi ke aku ya?"
"Iya Lona sayang. Aku beresin ini dulu sebentar."
Regan masih sibuk memainkan ponselnya. Ia sedang membicarakan pekerjaan dengan Dirga. Sementara Lona menjadikan paha Regan sebagai bantalnya sambil menghitung berapa roti sobek yang ada di perut Regan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯
Romance[ 𝐉𝐉𝐇 𝐀𝐔 ] Tentang Velona Kahesa yang menghalalkan segala cara demi membalaskan dendamnya. Tentang Regananta Jeffrian yang mendua demi meluapkan ketidakpuasan atas keadaannya Tentang Windelina Adelia yang nekat memanipulasi demi mendapatkan cin...