Chapter 46

44 7 3
                                    

Kale
Kak Ilo sampe jkt jm brp?

Jam 8

Lona lantas kembali menyimpan ponselnya tanpa menunggu balasan dari Kale. Sekaligus memasukkan charger miliknya ke dalam tas agar tak terlewat.

Urusannya di Jogja telah selesai tanpa ada halangan yang berarti. Lebih lancar dari perkiraan dan mungkin sesekali mereka hanya perlu kembali untuk supervisi.

Pagi ini mereka bersiap bertolak kembali ke Jakarta. Lona tampak sibuk menata pakaiannya ke dalam koper saat Regan masuk ke dalam kamarnya.

"Lona."

"Hm?" Lona masih fokus pada barang bawaaannya. Memastikan tidak ada yang tertinggal.

"Nanti sampai bandara pulangnya kamu diantar Dirga nggak apa-apa?"

Lona akhirnya menoleh. "Kenapa?"

"Aku harus pulang cepet. Malam ini 'kan pestanya Delin, keluarga aku sore udah pada dateng. Nggak enak kalau nggak bantuin prepare di rumah," jelasnya dengan raut malas.

Lona diam sejenak sebelum mengangguk pelan. "Oke."

Regan mendekat. Memeluk pinggang Lona hingga perempuan itu terkesiap.

"Kamu nggak marah 'kan?" tanyanya hati-hati. Lona lagi-lagi enggan bersuara. Ia hanya menggeleng sebagai balasan.

"Lona, aku seneng banget selama di sini kita banyak ngabisin waktu berdua," celoteh Regan senang. Ia kemudian menelesupkan kepalanya ke ceruk leher kekasihnya sebelum menghirup tubuh Lona dalam-dalam.

"Lona, dua bulan lagi aku ulang tahun lho," ucap Regan tiba-tiba. Pelukannya mengerat dibarengi dengan kecupan ringan yang ia hadiahkan di pipi Lona.

"Aku nggak sabar ngerayain ulang tahun pertama yang aku lewatin sama kamu."

Regan tersenyum lebar hingga lesung pipitnya semakin dalam. Sementara Lona mendadak merasa getir.

Merasa harapan Regan adalah semu. Dua bulan lagi mungkin hubungan mereka sudah berakhir jika rencana Lona berjalan lancar. Sekaligus mengingatkan Lona bahwa sejak awal dia memang tidak pernah berniat menahan Regan terus di sisinya.

"Kamu mau 'kan?" desak Regan saat dilihatnya Lona tidak segera merespon.

"Mau," jawab Lona jujur. Meski ia tidak yakin bisa mewujudkannya.

Pelukannya pada pinggang Lona melonggar. Merasa ada yang aneh dengan perempuannya pagi ini.  Seperti malam-malam sebelumnya, semalam Lona juga sangat bergairah. Regan pikir hubungan mereka akan kembali menghangat usai dinas luar mereka di Jogja ini. Seperti saat pertama mereka menjalin hubungan.

Namun Lona yang ia temui pagi ini malah tampak tidak bertenaga dan malas menanggapinya. Ia juga irit bicara.

"Kamu kenapa sih kok lemes gini?" tanya Regan khawatir. Punggung tangannya menempel pada kening Lona. Mengira bahwa perempuan di hadapannya barang kali sedang tidak enak badan.

"Aku nggak apa-apa," ujarnya. Menyingkirkan tangan Regan segera lantas memeluknya secara tiba-tiba.

Pagi ini, entah kenapa Lona bangun dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Seharusnya ia senang hari ini tiba. Mengingat betapa Lona sangat menunggu untuk berhadapan dengan Windelina nanti malam.

Tapi memikirkan waktu yang akan ia lalui bersama Regan terancam selesai seiring keributan yang akan ia buat, Lona mendadak merasakan nyeri pada dadanya.

Inilah alasan sejak awal Lona sebisa mungkin membatasi diri agar tidak terlalu jatuh ke dalam Regan. Tahu bahwa akan tiba saatnya ia harus melepas lelakinya.

𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang