Lona berjalan berbaur dalam keramaian usai perdebatannya dengan Dirga. Sengaja untuk mengaburkan diri dari pantauan lelaki tersebut. Lisannya memang berkata ia akan undur diri, namun Lona tidak sebodoh itu untuk pergi tanpa mendapatkan apa pun.
Lona berjalan masuk ke dalam kediaman Regan. Menyisiri setiap sudut ruangan dengan kedua manik berpendar. Menjelajah apa pun yang mampu ia jangkau. Melihat betapa luas dan mewah perabotan yang bertengger rapi, Lona berpikir betapa kayanya lelaki yang ia kencani.
"Seharusnya aku meminta lebih jika tahu Nanta sekaya ini," gumamnya berdecih kecil.
Lantas pandangan Lona terhenti pada sebuah figura besar yang berderet rapi di tengah ruangan. Tampak potret pernikahan Regan dan Windelina berukuran paling besar. Di sebelahnya ada beberapa foto pernikahan lainnya. Terlihat Regan dan Windelina diapit dari keluarga pihak mempelai pria. Kemudian foto sebelahnya menunjukkan Windelina dengan gaun pengantinnya tengah diapit Regan dan Abraham yang tersenyum sumringah. Lona tebak Abraham pasti merasa bahagia berhasil menikahkan putrinya yang cacat meski dengan mengorbankan Regan.
"Benar-benar memuakkan," desisnya tidak suka.
Kedua tangan Lona yang menggantung di sisi tubuhnya mengerat. Menatap tajam satu per satu bingkai yang berisi kebahagiaan keluarga ini.
Merasa kehidupan yang Windelina jalani harusnya menjadi milik Lona sekarang. Semakin besar tekat Lona untuk menghancurkan semua yang telah Windelina miliki. Perempuan itu tidak pantas untuk apa pun yang sekarang telah ia peroleh.
Jika tidak bisa merebutnya, Lona berhak untuk menghancurkannya.
Tidak mau dikuasai emosi terlalu dini, Lona lantas mulai mencari di mana letak kamar Regan dan Windelina berada.
Tidak sulit untuk mencarinya. Lona yakin ia tidak perlu sampai menaiki tangga mencari ruangan di lantai dua mengingat kondisi Windelina dengan kaki lumpuhnya. Lebih gampang lagi karena hanya ada satu kamar besar di sini. Mengendap masuk, Lona bersyukur betapa bodohnya mereka karena tidak mengunci pintu.
Kamar ini lebih luas dari yang Lona pikir. Bertema klasik lengkap dengan ukiran pada dasbor ranjang berukuran besar di tengah ruangan. Berbanding terbalik dengan perabotan yang Regan miliki di apartemen. Regan adalah seorang simple yang menggemari minimalism. Lona tebak Regan membiarkan Windelina yang menata kamar mereka.
Mereka?
Sial, mendadak dada Lona terasa sesak.Lona berjalan mendekat jendela. Memastikan keadaan di luar, tanpa sengaja ia melihat Windelina sedang dikelilingi oleh orang tua Regan dan Abraham. Tampak bercengkrama hangat bersama satu sama lainnya.
Bohong jika Lona tidak iri setengah mati. Lona juga menginginkannya.
Lantas Lona menoleh, tanpa sengaja menatap pantulan dirinya pada cermin di meja rias. Menyadari betapa menyedihkannya berperan sebagai selingkuhan. Secantik apa pun ia berias, kehadirannya ada hanya untuk disembunyikan. Sementara Windelina di luar sana mendapatkan pengakuan dari semua orang. Bahwa ia adalah pendamping sah dari seorang Regan Jeffrian Hanstanta.
Sama seperti yang dilakukan sebelumnya, Lona merogoh ponselnya dan mengambil beberapa foto di sana.
"Lona, sedang apa kamu di sini?!"
Beruntung Lona sudah kembali menyimpan ponselnya saat Regan memergoki lalu menyentak keras tubuhnya.
"Kamu sudah gila?" umpatnya kasar.
Ini pertama kalinya Regan memaki Lona. Tatapannya dingin, intonasi meninggi, dan cekalan pada pergelangan tangannya juga tidak main-main.
Selama ini Regan lebih banyak mengalah padanya. Selalu memperlakukan Lona dengan manis walau perempuan itu kerap menjengkelkan. Bisa dikatakan ini kali pertama Regan murka pada Lona semenjak hubungan gelap mereka terjalin.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯
Romance[ 𝐉𝐉𝐇 𝐀𝐔 ] Tentang Velona Kahesa yang menghalalkan segala cara demi membalaskan dendamnya. Tentang Regananta Jeffrian yang mendua demi meluapkan ketidakpuasan atas keadaannya Tentang Windelina Adelia yang nekat memanipulasi demi mendapatkan cin...