"Ndra, bisa ke tempat lain aja nggak?" bisik Lona gelisah. Kedua maniknya masih belum terlepas dari sorot tajam Regan. Tatapannya seolah sedang menguliti Lona usai ketahuan berbohong.
Tunggu, kenapa Lona harus salah tingkah? Bukannya Regan yang lebih dulu membatalkan janji mereka tanpa alasan dan malah berakhir bersama istrinya? Tidak sepatutnya Lona dirundung rasa bersalah sepihak. Faktanya, keduanya sama-sama tertangkap basah.
"Emangnya kenapa?"
Andra balik bertanya. Mengekor arah pandangan Lona, Andra menemukan Regan rupanya sedang berada di tempat yang sama. Paham dengan situasi ini, Andra pun memberikan penawaran.
"Kalau mau tetep di sini nggak apa-apa, tenang ada gue," ucapnya berusaha meyakinkan. Namun ia juga tidak ingin memaksa dari pada harus merusak suasana. "Tapi kalau nggak nyaman, kita bisa pergi ke tempat lain sekarang."
Lona tampak berpikir keras. Seolah ada dua jiwa bertentangan yang ada dalam kepalanya sedang berperang. Berpikir bahwa ia sudah telanjur mengambil langkah, maka Lona harus menuntaskannya sampai akhir. Tidak mau melewatkan kesempatan untuk memengaruhi Windelina lagi, Lona memutuskan untuk tetap tinggal.
Andra terbelalak saat lengannya digamit Lona kemudian merangsek maju tanpa konfirmasi. Perempuan itu melangkah, bukan menuju meja lain yang kosong melainkan mendekat ke meja Regan. Kini malah gantian Andra yang gelagapan. Setidaknya Lona harus memberinya arahan terlebih dulu sebelum memutuskan ini.
"Pak Nanta," sapa Lona terdengar dipaksakan. Andra yang digandengnya tentu bisa merasakan tangan perempuan itu sedikit gemetar.
Windelina lantas menoleh. Kedua lensanya melebar sempurna menemukan Lona sudah berdiri di hadapannya. "Lona?"
Terlihat terkejut sekaligus tidak suka di saat bersamaan. Lona bisa menangkapnya dengan jelas dari air muka Windelina.
"Pak Regan di sini juga ternyata sama Bu Regan," timpal Andra berusaha mengimbangi Lona. Lona melirik Regan yang rupanya cukup tanggap. Berpikir ada gunanya juga Andra ternyata.
Sementara Regan masih terdiam kaku di tempatnya. Bibirnya terkatup rapat enggan menjawab sapaan keduanya. Diam-diam di balik meja, tangannya tengah terkepal hebat. Menahan diri untuk tidak meninju Andra saat ini juga karena berani melingkarkan tangannya pada pinggang Lona.
Windelina berusaha menyesuaikan diri dengan situasi yang tiba-tiba ini. Menatap Regan untuk mendapat penjelasan tampaknya tidak berguna. Fokus lelaki itu entah hilang kemana.
"Kenalin, saya mahasiswa Pak Regan, Andra," ucapnya seraya menunduk sopan.
"Iya, saya Windelina," balasnya masih mengulas senyum masam. Kedua obsidiannya lantas beralih pada Lona yang secara terang-terangan masih bertukar pandang dengan suaminya. Kurang ajarnya, Regan juga masih terpaku pada Lona semata. Seolah tidak ada orang lain di antara mereka. Bukankah ini terlalu terang-terangan?
Regan dan Lona sangat payah untuk menutupi semua ini. Cukup mudah untuk mengendus hubungan mereka secara kasat mata saat keduanya saling berhadapan.
Rahangnya mengetat meredam nyeri sekaligus amarah yang tidak mampu ia lampiaskan. Windelina benar-benar telah tertipu selama ini.
Sadar bahwa Windelina memincing tidak suka menatap keberadaan Lona di sampingnya, Andra segera mengambil alih. Regan dan Lona tanpa sengaja menebar atsmosfer berbeda tercipta dalam situasi ini.
Gila, di depan mereka itu Windelina, istri sahnya. Andra menyumpah serapah dalam hati, setidaknya keduanya bisa menahan diri untuk tidak seterlihat ini.
"Ini Lona, mahasiswanya Pak Regan juga," ucap Andra memecah kecanggungan. Tidak tahu harus berkata apa karena hanya itu yang muncul di otak mungilnya. Menyikut lengan Lona keras hingga tatapannya dengan Regan akhirnya terputus.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯
Romance[ 𝐉𝐉𝐇 𝐀𝐔 ] Tentang Velona Kahesa yang menghalalkan segala cara demi membalaskan dendamnya. Tentang Regananta Jeffrian yang mendua demi meluapkan ketidakpuasan atas keadaannya Tentang Windelina Adelia yang nekat memanipulasi demi mendapatkan cin...