Chapter 47

28 8 0
                                    

"Gimana kalau make-up natural aja? Kamu dasarnya udah cantik. Biar kelihatan makin fresh."

"Nggak. Aku mau make-up yang bold."

Lona kemudian mengangkat sebelah alisnya. "Smokey eyes?"

"Wow, oke! Cocok banget buat kamu yang keliatannya berani!"

Lona tersenyum puas dengan hasil riasannya. Sementara rambutnya cukup digerai belah samping agar tampak lebih ber-volume. Ia menyelipkan sisi rambutnya yang lain ke belakang telinganya. Kemudian memakai anting yang Windelina berikan dengan senyum culas tak lepas dari bibirnya.

Lantas ia berputar di depan cermin mengenakan gaun biru dongkernya berbahan satin. Sekilas pakaian yang ia pakai seperti dress sederhana. Tertutup sampai di bagian lengan atasnya dengan panjang sedikit di atas lutut.

Namun jangan salah, belahan samping pahanya cukup tinggi. Bahkan Lona membuat permintaan khusus agar bagian itu dipotong lebih tinggi lagi. Sengaja agar paha putihnya terekspos sempurna setiap ia melangkah nanti.

Lona memeriksa lagi penampilannya lewat cermin kecil sebelum turun dari mobil. Ada satu hal yang masih membuatnya merasa kurang puas. Lona mengambil tissue di dalam tasnya kemudian menghapus warna coral pada bibirnya. Memoleskan warna merah gelap sebagai gantinya. Mengulum senyum seraya dewa batinnya memuji betapa sempurna dirinya. Penampilannya akan sangat cocok dengan karakternya malam ini.

**

Lona sengaja datang sedikit terlambat agar ia bisa bersembunyi di dalam keramaian. Berbaur dengan tamu undangan lain agar eksistensinya tidak mengundang perhatian. Jika sampai Regan menemukannya lebih dulu, tentu lelaki itu akan menyeretnya pergi dan Lona tidak mau itu terjadi.

Ia terus melangkah, mengumbar senyum canggung setiap kali orang memandang atau terlihat berusaha menyapanya. Lona tidak tuli untuk mendengar setiap gumaman penasaran yang ditunjukan padanya. Juga mengenai betapa cantik dan anggunnya dia malam ini.

"Gadis itu siapa?"

"Dia berasal dari keluarga mana?"

"Aku belum pernah bertemu dengannya sebelumnya."

"Siapa pun yang datang kemari bukan orang sembarangan. Mungkin sebelumnya ia tinggal di luar negeri, jadi sulit mengenalinya."

"Kalau aku mengajaknya berkenalan, apakah dia sudi? Ah, tapi mana mungkin gadis secantik itu tidak memiliki pacar."

Awalnya Lona gugup setengah mati. Ia bahkan merasa kesulitan menelan salivanya sendiri. Namun saat rungunya terus mendengar pendapat orang mengenai dirinya. Mengira ia berasal dari kalangan mereka, Lona kini berangsur lebih percaya diri.

Ia masih melangkah maju, mengabaikan bisikan tentangnya walau terus menggema. Kedua maniknya berpendar mencari keberadaan tuan rumah sekaligus bintang utama pesta ini─ Windelina.

"Lona?"

Lona menoleh saat mendengar namanya dipanggil. Tampak beberapa karyawan Regan sedang berkumpul membentuk circle-nya sendiri. Lona memutuskan berjalan mendekat. Sepercik perasaan lega akhirnya ada yang ia kenal di sini. Membuatnya tidak terus berkeliaran layaknya orang dungu.

Menutup mata pada decak kagum juga pandangan takjub mereka soal penampilannya yang jauh berbeda. Lona bersikap biasa saja karena memang itu tidak terlalu mempengaruhinya.

"Lona, katanya kamu nggak diundang? Kok bisa di sini?"

"Pak Nanta memang nggak ngundang aku." Lona lantas mengulum senyum tipisnya.

𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang