Chapter 25

40 12 1
                                    

"Gue kira Lona jagonya marah-marah doang, ternyata oke juga kerjaannya," komentar Dirga.

Di sampingnya, berdiri Regan yang sedang menyeruput kopinya selagi hangat. Keduanya mengawasi Lona dari kejauhan yang sedang berdiskusi dengan tim desain mereka. Saking fokusnya Lona, ia tidak sadar bahwa kedua lelaki di seberang ruangan ini tengah mengamatinya lewat sekat kaca.

"Nilainya memang bukan yang terbaik, tapi kerjanya cekatan dan terampil," ujar Regan mengakui. Dirga melirik Regan dengan bibir yang melengkung ke bawah mencibir.

"Gue ngomong gini bukan karena suka sama Lona ya!" Regan membela diri. Kedua lubangnya sampai kembang kempis.

"Jadi udah nggak suka? Udah tobat?" goda Dirga jahil.

Regan bertambah kesal jadinya. "Bukan gitu maksudnya. Ah tai lo!"

Dirga tertawa lepas. Lantas ikut menyesap kopi yang Regan juga buatkan untuknya.

"Minggu depan kayaknya udah bisa calling Mas Bima buat ketemuan lagi ngomongin ini," beritahu Dirga. "Makanya Lona semangat banget buat cepet nyelesainnya. Biar duit bonus yang kita janjiin cepet cair."

Regan masih belum mengerti dengan jelas apa maksud Dirga. Setahunya, Lona tidak dalam kesulitan uang. Apalagi semua kebutuhan Lona sudah Regan cukupi. Apa ada sesuatu yang terlewatkan oleh Regan?

"Kenapa lo keliatan cengo gitu?" Dirga rupanya sadar air muka Regan yang tampak kebingungan.

"Gue sendiri nggak ngerti alasan Lona nerima proyek ini karena duit. Padahal gue udah nyukupin semua kebutuhannya. Gue lebihin malah," pungkas Regan tidak terima.

Dirga menaikkan sebelah alisnya. "Duit yang lo kasih udah cukup buat bangun rumah nggak?"

"Maksud lo?"

"Lona 'kan bilang lagi ngumpulin duit buat bangun rumah," jelas Dirga. Tidak segera mendapat respon dari Regan, Dirga mulai merasa ada yang mengganjal.

Jangan-jangan Dirga salah bicara.

"Serius?" tanya Regan akhirnya setelah terlihat berpikir keras. "Beneran Lona bilang gitu?"

Bukannya lekas menjawan, Dirga malah menampilkan wajah herannya.

"Jadi lo nggak tahu?"

Lona bukan tipe yang gemar basa-basi. Apalagi pada Dirga, tidak mungkin Lona hanya asal bicara.

"Lona nggak pernah cerita ke gue, kok malah dia bilang ke lo sih hal segede ini!"

Regan terdengar kesal sekaligus kecewa. Membuat Dirga bingung harus bereaksi seperti apa.

"Mungkin belum cerita aja kali," cetus Dirga berusaha mendinginkan pikiran Regan. "Atau mungkin dia ngerasa nggak enak takut dikira mau direpotin."

Lagi-lagi, bukan Lona jika merasa sungkan pada Regan. Menjitak kepala dosennya sendiri saja Lona tidak segan, apalagi hanya bicara masalah ini. Dengan senang hati Regan akan membantu sebisa ia mampu jika Lona meminta. Lona tahu persis itu.

"Memangnya dia kenapa pengen bikin rumah segala?" selidik Regan belum puas.

"Dia mau tinggal sama adeknya katanya," terang Dirga. "Dia bahkan udah nunjukkin ke gue sketsa denah rumahnya, minta pendapat-"

Dirga urung menggenapi kalimatnya saat dilihatnya Regan menatapnya geram.

"Ini lo tanya ke gue, gue jawab tapi kenapa lo ngeliat gue kayak mau nonjok sih?"

Regan mengusap wajahnya kasar. Masalahnya, Regan tidak mengerti kenapa Lona bisa seterbuka ini pada Dirga sedangkan padanya tidak. Padahal terhitung singkat Dirga dan Lona mulai bekerja bersama.

𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang