Chapter 16

60 11 1
                                    

"Nyonya Delin jarang mau makan sejak Pak Regan tiga hari nggak pulang."

Aduan Bibi Darmi menyambut Regan setibanya ia di rumah. Bibi Darmi tidak tahu pasti apa yang terjadi di antara dua majikannya tersebut. Sepeninggal Regan,Windelina hanya makan sekali saat hari menjelang siang. Selanjutnya ia tidak menyentuh makanan lagi sampai petang. Bibi Darmi sempat berpikir skill memasaknya yang menurun. Namun saat ditanya, memang tidak berselera katanya.

"Masalahnya 'kan Nyonya Delin masih harus minum obat, kalau Nyonya nggak mau makan terus gimana?" adu Bibi Darmi lagi. Ia terlihat betulan khawatir.

"Kok Bibi baru bilang sekarang? Kenapa nggak ngabarin saya dari kemarin?"

Regan menghela napas panjang. Menyesal karena tingkahnya yang kekanakan, Windelina jadi begini. Mungkin jika Bibi Darmi tahu alasan sebenarnya Regan kabur dan menghindar dari Windelina, Bibi Darmi akan berpikir jika Regan suami tidak waras.

Jika itu betulan bertengkar masih terdengar masuk akal, tapi ini karena ciuman. Suami mana yang pergi dari rumah setelah dicium oleh istrinya?

"Nyonya Delin yang ngelarang, Pak. Katanya nanti Pak Regan kalau sudah nggak sibuk juga pulang. Nggak usah diganggu katanya," ucap Bibi Darmi beralasan. "Memangnya sesibuk itu ya Pak Regan sekarang?"

Sekecewanya Windelina padanya, ia masih berusaha menjaga citra suaminya. Membuat Regan semakin merasa bersalah.

"Sekarang Delin dimana?" tanya Regan balik.

"Di teras samping, Pak."

Regan mengangguk. Sebelum menyusul Windelina, ia berpesan pada Bibi Darmi.

"Bi, siapin makan malam ya."

Bibi Darmi yang mendengarnya sontak sumringah dan segera menuju ke dapur. Berpikir bahwa kedua hubungan majikannya akan kembali membaik.

Sudah bekerja sejak lama di keluarga Hanstanta, Bibi Darmi sedikit banyak tahu apa yang melatar belakangi pernikahan Regan. Memaklumi jika keduanya kadang bersikap canggung.

Mengenal Regan sejak kecil, Bibi Darmi paham betul Regan adalah lelaki baik yang santun. Windelina juga perempuan yang anggun. Kolaborasi yang pas untuk menobatkan mereka sebagai pasangan serasi. Ia berharap pernikahan majikannya tersebut akan langgeng meski awalnya karena terpaksa.

***

Regan menemukan jemari lentik Windelina tengah sibuk bergerak di atas kanvas. Tangannya dengan cekatan memoleskan kuasnya, mencampurkan warna hingga menghasilkan gradasi yang cantik. Sejenak Regan takjub, masih tidak percaya bahwa bakatnya itu diperoleh dari hasil otodidak.

Tanpa sadar Regan mengamati Windelina lebih lama. Surai kemerahannya ia ikat asal ke atas. Matanya yang bulat tertuju lurus fokus penuh pada objek di hadapannya sampai tidak menyadari kehadiran Regan. Tulang hidungnya yang tinggi hanya salah satu fitur cantik yang melengkapi Windelina yang sudah sempurna dari sananya. Iya, Windelina itu cantik, sangat cantik malah. Regan mengakui itu saat pertama kali Kalina mengenalkannya sebagai sahabat. Ditambah tutur katanya yang halus, sikapnya yang lembut dan penampilan yang feminim.

Jangan lupakan juga bibir penuhnya yang mungil, yang sempat melumat Regan tempo hari. Mendadak darah Regan berdesir mengingatnya.

Jika disandingkan dengan Lona, tentu Windelina lebih unggul perangainya. Natalie juga jelas lebih Windelina sebagai seseorang yang pantas mereprenstasikan menantu dari keluarga Hanstanta. Dibanding Lona yang terkadang tidak memiliki tata krama.

Mungkin juga, jika Regan mengenal Windelina lebih lama dan bukan dipaksa menikah, ada peluang untuk Regan betulan jatuh cinta padanya.

Astaga, kenapa Regan jadi terus membandingkan keduanya?

𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang