"Dir-"
"BANGSAT LO PACARAN MULU KERJAAN NGGAK ADA YANG BERES!"
Belum sempat Regan menuntaskan kalimatnya, yang pertama datang menyambutnya saat memasuki ruangan Dirga adalah makian.
Oke, Regan memang salah karena sejak Lona minggat kemarin itu, dia nyaris tidak menunjukkan batang hidungnya di kantor. Otomatis Dirga yang harus meng-handle segalanya sendiri di sini.
"Dirga-"
"Mentang-mentang ini biro arsitek yang bikin bapakmu, lo seenaknya datang-pergi sesuka hati lo!" potong Dirga murka.
"Dirga, 'kan gue udah jelasin kemarin lagi ada masalah," pungkas Regan. Ia menggaruk lengannya masih salah tingkah.
Jujur, bukan hanya karyawan lain, Regan sendiri takut kalau emosi Dirga sedang memuncak seperti sekarang. Memang setelah marah-marah, Dirga akan kembali bersikap biasa. Tapi tetap saja itu menyeramkan.
"Ngurusin masalah asmara lo mulu yang nggak pernah kelar bisa-bisa semua karyawan di sini nggak makan!"
"Sorry," ucap Regan akhirnya. Harusnya itu yang ia katakan lebih awal. "Iya gue salah. Sorry banget."
Dirga berusaha mengontrol emosinya agar lekas mengendap meski kedua maniknya masih menatap nyalang sepupunya itu. Regan duduk di depan Dirga sembari menunggu emosinya benar-benar reda.
Bukan tanpa alasan tiba-tiba Dirga meledak seperti sekarang. Agaknya Regan masuk ke ruangannya di waktu yang salah. Barusan salah satu klien penting mereka meminta untuk merombak ulang konsep hunian yang tim mereka kirimkan untuk yang kelima kalinya.
Belum lagi hampir seminggu Regan sulit untuk dihubungi. Entah sibuk bersama istri atau selingkuhannya, Dirga tidak peduli. Yang Dirga pedulikan adalah Regan harus ada di saat perusahaan membutuhkannya.
"Senin kemarin lo gue tungguin malah pagi-pagi udah melipir ke kampus," serang Dirga lagi. "Lo pikir gue nggak tahu jadwal ngajar lo aslinya kapan?"
"Gue kalau belum ketemu Lona nggak tenang hati gue, Dir," keluh Regan bersungguh-sungguh. Sejenak Dirga menatapnya jijik sekaligus iba.
"Terus gimana, urusan lo sama dia udah clear 'kan?"
Dirga bukan bertanya karena ia kepo atau bahkan peduli pada hubungan Regan dan Lona. Ia hanya memastikan bahwa Regan benar-benar bisa fokus selanjutnya membicarakan pekerjaan.
Bibir Regan bungkam. Sebagai gantinya, ia melepas tiga kancing paling atas kemejanya kemudian menariknya sedikit agar pangkal lehernya terlihat jelas.
"Bajingan lo malah pamer bekas cupang!"
Dirga kembali mengumpat kasar melihat bekas kemerahan pada leher sepupunya. Bukan hanya satu, Dirga tidak ingin menghitungnya karena itu akan berpotensi merusak kesehatan mentalnya. Biarkanlah Regan dan Lona saja yang sinting. Dirga harus tetap menjaga kewarasannya.
Kedua telinga Regan memerah. Ia tersenyum malu sebelum berdeham.
"Udah deh sekarang kita lanjutin ngomongin proyeknya," ajak Regan.
"Dari tadi kek!"
"Gue udah mau ajak lo ngomong baik-baik malah nyolot!"
Regan mulai berani melawan.
"Gue suka nyolot aja lo masih sering oleng!"
Namun Regan tahu ia tidak pernah ahli berdebat.
Mengembalikan fokus utama mereka sekaligus tujuan utama Regan mendatangi ruangan Dirga malam ini. Sebagian karyawan juga masih sibuk bekerja dengan tim mereka di studio. Lembur sudah menjadi kegiatan rutin profesi mereka. Sebab setiap target mereka selalu memiliki deadline-nya sendiri. Jadi tidak heran jika Regan dengan mudahnya mengambil absen seperti kemarin, otomatis akan memantik emosi Dirga.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯
Romance[ 𝐉𝐉𝐇 𝐀𝐔 ] Tentang Velona Kahesa yang menghalalkan segala cara demi membalaskan dendamnya. Tentang Regananta Jeffrian yang mendua demi meluapkan ketidakpuasan atas keadaannya Tentang Windelina Adelia yang nekat memanipulasi demi mendapatkan cin...