Chapter 26

36 9 0
                                    

"Nan, ini kamu mau bawa aku makan atau ke neraka sih?!"

Lona memejamkan kedua matanya kuat. Tidak berani menatap ke depan di saat Regan masih melajukan kuda besinya dengan ugal-ugalan. Lona yang sebelumnya berpegangan pada seatbeltnya kini mencengkeram erat lengan Regan sebagai gantinya. Mengisyaratkan agar lelaki itu menurunkan kecepatannya yang sudah jauh di atas rata-rata.

"Nan?!"

Regan tidak mengindahkannya. Melajukan mobilnya masih dengan gilanya. Sampai akhirnya Lona berteriak kencang karena tidak tahan lagi.

"REGAN LO BUDEK?!"

Sontak Regan menginjak remnya ketika Lona mulai mengamuk dan berusaha mengambil alih setirnya secara serampangan. Jika diteruskan jelas nyawa mereka taruhannya.

"Lo mau mati?" bentak Regan murka.

Wajahnya memerah. Napasnya terengah tidak beraturan setelah berhasil menghentikan tindakan Lona. Kini mereka berhenti asal di pinggir jalanan yang sepi. Beruntung tidak ada kendaraan lain saat Regan memutuskan untuk berhenti mendadak tadi.

"Emangnya lo bisa nyetir?" semprot Regan lagi merasa belum puas. "Lo tahu nggak resikonya apa kalau lo ngaco kayak tadi, hah?!"

Intonasinya bahkan lebih meninggi dari sebelumnya. Urat di leher Regan tercetak jelas. Regan sudah kepalang emosi. Melupakan aturan 'aku-kamu' yang ia sendiri gagaskan saat mereka berdua sedang bicara.

"Kalau cuma bawa lo ke neraka aja gue bisa!" balas Lona tidak kalah berani.

Dada Regan masih bergemuruh tidak beraturan. Ia menjambak rambutnya sendiri sebelum mengerang kesal dan memukul setirnya keras. "Lo jangan coba ulang kayak gitu lagi!"

"Harusnya gue yang ngomong kayak gitu, berengsek!" tukas Lona geram.

Bisa-bisanya Regan menyalahkannya di saat lelaki itu yang memulai semua kekacauan ini. Lona bahkan tidak tahu sekarang mereka berada di mana.

Regan masih menangkupkan wajahnya di setir untuk beberapa lama. Sungguh semua ini sangat menguras emosinya. Perlahan kedua bilah bibirnya terbuka untuk kembali berkata.

"Maaf," lirih Regan akhirnya.

Merasa tindakannya yang barusan sangat kekanakan. Semarah apapun Regan, kebut-kebutan di jalanan juga tidak bisa dibenarkan.

Jujur saat Lona mulai nekat mengambil kendali tadi, Regan langsung teringat kecelakaannya dengan Windelina. Takut jika itu juga terjadi pada Lona saat bersamanya. Regan benar-benar menyesal baru tersadar sekarang.

"Please jangan gitu lagi, aku jadi keinget kecelakaanku sama Delin waktu itu," ungkapnya setengah berbisik. Nada bicaranya mulai merendah menandakan betapa emosionalnya Regan sekarang. "Kalau aku yang mati nggak apa-apa, tapi aku nggak bakal bisa hidup kalau sampai bikin kamu celaka, Lona. Maafin aku tadi."

"Kamu ngomong apa sih?" tegur Lona sewot. Di sisi lain Lona tahu Regan masih trauma. Lebih-lebih kejadian kecelakaannya dengan Windelina membuat berantakan hidupnya. Namun tetap saja Lona tidak suka jika Regan meracau tentang kematian. "Nggak usah ngomong sembarang bisa?"

Lona berusaha menarik tubuh Regan yang masih di posisi sebelumnya. Tubuh lelaki itu masih tidak bergeming saat tangan mungil Lona berusaha membalikkan badannya.

"Nan, sini hadap aku!" paksa Lona.

Akhirnya Regan mengalah, ia menatap Lona dengan raut sayu yang putus asa. Tidak ada lagi garis amarah di sana, hanya frustasi bercampur kecewa pada diri sendiri.

Kedua tangan Lona yang membingkai wajahnya serasa hangat. Regan mengusap punggung tangan Lona yang masih menempel di kedua sisi wajahnya. Berusaha memaksa Regan untuk membalas tatapannya namun lelaki itu masih enggan.

𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang