"Ma-maaf Kak, aku nggak maksud nguping pembicaraan Kak Regan sama Mama Natalie," ujar Windelin terbata.
Windelin berkata jujur. Ia bermaksud menawari teh atau kopi untuk Regan, sekaligus ia baru membuat kudapan manis untuk suaminya. Hari ini Regan telah menyenangkan Windelin dengan menemaninya sepanjang hari. Windelin pikir itu hanya balasan kecil untuk suaminya sebagai wujud terima kasih. Ia tahu betapa Regan sangat sibuk dengan dua pekerjaannya.
Namun yang Windelin dapatkan justru sebaliknya. Tidak sengaja mendengar fakta bahwa rupanya Natalie tidak menyukai kehadirannya sebagai istri Regan. Selama ini Windelin pikir, Natalie menerima kondisinya dengan lapang dada karena selalu bersikap baik. Ternyata lama-lama ia mulai jengah dengan kondisi Windelin.
Jika Natalie yang tidak mengurusnya langsung saja sudah bosan dengan kondisinya, lalu bagaimana dengan Regan sendiri? Windelin tidak sampai hati memikirkannya.
"Delin," panggil Regan berusaha bersikap tenang. Padahal ia sendiri bingung harus mengatakan apa setelah ini. Regan berjalan mendekat, namun saat tangannya terulur, Windelin menolaknya.
Windelin menggeleng kuat. Bibirnya masih bergetar hebat. "Nggak apa-apa, Kak."
"Aku memang bukan menantu yang baik. Nggak ada yang bisa diharapkan dari aku," lanjutnya mencoba tegar. Tetap saja air mata yang mulai mengalir deras itu tidak bisa membohongi perasaan yang sebenarnya. "Wajar kalau Mama Natalie bilang seperti itu."
Regan segera memposisikan dirinya setengah duduk di depan Windelin. Mensejajarkan wajahnya dengan Windelin yang kini hanya bisa menunduk demi menyembunyikan muka sembabnya.
Jelas ini sangat menyakitkan untuk Windelin. Kedua kakinya yang mungkin tidak akan pernah sembuh, juga kenyataan bahwa keluarga Regan tidak sepenuhnya menerima akan hal itu.
"Seharusnya dulu Kak Regan terus menentang pernikahan ini, bukannya malah menyetujuinya. Dari awal aku juga nggak mau kita nikah karena hanya kasihan padaku," ucap Windelin berurai air mata. Teringat dulu sama halnya dengan Regan, Windelin pun keberatan saat Abraham menawarkan anaknya untuk menikahinya sebagai bentuk tanggung jawab. Bahkan Windelin menentang lebih keras dari Regan sendiri.
"Aku nggak mau dinikahi karena rasa kasihan!" jeritnya pilu.
"Windelin," panggil Regan lembut. Ia mengusap kedua pipi gadis itu dengan ibu jarinya. Windelin bisa merasakan kehangatan menjalar lewat sentuhannya. Sedikit mulai membuatnya tenang.
"Jangan pikirin omongan Mama. Beliau begitu juga karena sayang sama kamu," hibur Regan. Ia memang tidak terlalu bisa memilih kata untuk menghibur Windelin. Namun hanya itu yang bisa terbesit di benaknya sekarang. "Mama begitu karena khawatir sama kondisi kamu dan juga pengen kamu bisa balik kayak dulu."
"Mungkin Mama sama bingungnya kayak kita sekarang, sampai Mama nggak bisa berpikir jernih," sambung Regan. "Aku yakin Mama sekarang sedang menyesali ucapannya tadi."
Jika orang lain yang mengatakannya, tentu Windelin akan menolaknya mentah-mentah. Terlebih kedua rungunya mendengar sendiri bagaimana pedasnya Natalie membicarakannya. Namun entah kenapa ia ingin memercayai Regan.
"Apa benar begitu?"
Tersenyum getir, Regan mengangguk.
"Tolong jangan kasih tahu Mama Natalie kalau aku dengar semuanya tadi," mohon Windelin. "Aku nggak pengen sikap Mama jadi canggung ke aku, Kak. Aku lebih milih pura-pura nggak tahu semuanya."
Meski sikap Natalie yang selama ini baik hanyalah palsu, Windelin tidak peduli. Ia hanya tidak ingin keadaan bertambah semakin buruk dan berimbas pada nasib pernikahannya dengan Regan. Jelas Windelin tidak pernah mengharapkan perpisahan dengan suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯
Romance[ 𝐉𝐉𝐇 𝐀𝐔 ] Tentang Velona Kahesa yang menghalalkan segala cara demi membalaskan dendamnya. Tentang Regananta Jeffrian yang mendua demi meluapkan ketidakpuasan atas keadaannya Tentang Windelina Adelia yang nekat memanipulasi demi mendapatkan cin...