Sontak Regan diam seribu bahasa. Kalimat Lona menohoknya telak. Rasa berdosa sekaligus ngilu melebur menjadi satu. Jika Regan bersikeras menampiknya, maka ia benar adalah pendosa tidak tahu diri.
Regan menghela napas kasar merasa frustasi. Terhimpit dalam rasa sulit, ia merasa tidak memiliki pilihan selain bertahan dalam lingkaran setan ini. Bahkan jika jalan keluar dari situasi rumit ini adalah dengan melepaskan Lona, Regan tetap tidak bisa melakukannya.
"Tapi kamu melakukannya pertama kali denganku. Ingat?" Regan beralibi. "Bukankah itu sudah cukup membuktikan bahwa ucapanmu tidak benar."
Meski tahu apa pun kalimat yang akan ia ucapkan tidak akan bisa menghibur Lona apalagi membuatnya merasa lebih baik.
"Kenapa tiba-tiba kamu bersikap naif?" Lona tertawa miris. Seolah apa yang Regan lontarkan barusan tidak lebih dari sekedar lelucon garing. "Perawan atau tidak itu adalah hakku untuk memutuskan apa yang aku lakukan terhadap tubuhku. Dan itu semua nggak ada hubungannya dengan statusku."
"Tapi kamu berkata seolah aku yang telah merendahkanmu."
"Oh, jadi masalahnya kamu nggak terima aku nyalahin kamu?"
"Dari awal aku nggak pernah maksa kamu, Lona."
"Oh, sekarang kamu limpahin kesalahan ke aku."
"Lona, aku nggak pernah bermaksud membuat posisi kamu serba sulit."
"Memang kamu yang menempatkanku demikian sejak awal," sarkas Lona. Intonasinya kian meninggi. "Sudahlah, bukannya kamu tadi memang berniat pergi? Pergi sana! Oh, atau aku saja yang pergi karena ini adalah apartemenmu dan aku cuma tinggal secara gratis?"
"Lona―"
"Seharusnya kamu cukup membawaku ke hotel setiap menginginkannya, bukannya malah memberiku tempat tinggal," sindir Lona pedas. Ia meraih handbag-nya kemudian melenggang pergi.
"Lona!" Regan mencengkeram pergelangan Lona kuat hingga meninggalkan bekas merah pada kulitnya. Sebutlah Regan posesif, ia sama sekali tidak menampiknya. Mencegahnya berlalu sebelum Lona berhasil meraih gagang pintu di belakangnya. Jika berkaitan dengan Lona, Regan bisa kehilangan akal sehatnya.
"Kamu bilang urusan kita belum selesai," ucapnya dingin.
Lona meringis. Bukan karena kesakitan, melainkan sensasi liar yang menyenangkan kini mulai menjalar pada tubuhnya. Atensinya mudah sekali terdistraksi jika menyangkut kontak fisik yang Regan lakukan terlampau menyakitinya. "Saat aku memintamu menyiksaku kamu selalu menghindar, lalu sekarang kamu malah menggodaku, hm?"
"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang salah denganmu," lirih Regan seiring cengkeramannya yang melonggar. Sadar tanpa sengaja ia membangunkan jiwa lain dalam tubuh Lona.
"Aku benar-benar tidak ingin melukaimu baik secara fisik atau perasaan," ungkap Regan bersungguh-sungguh.
"Nggak masalah. Aku benar-benar menyukai rasa sakit."
Lona menciumi sebelah tangan Regan yang mencengkeramnya sebagai bentuk terima kasih. Emosinya lenyap seketika digantikan dengan gairah yang sempat tertunda. Sementara Regan tidak mau kalah, ia membalasnya dengan cara yang sama. Ia menyesap bekas kemerahan akibat perbuatannya pada pergelangan Lona. Seperti yang Regan duga, Lona sangat menikmatinya. Refleks Lona memejamkan matanya merasakan sapuan lidah Regan pada kulitnya. Bibirnya sedikit terbuka. Tampak begitu menggoda bagi Regan.
"Aku orang sakit, Nanta. Kenapa kamu tetap menginginkanku?" tanya Lona dengan kedua kelereng hitamnya yang mulai berkabut sayu.
"Karena aku juga sama sakitnya sepertimu," serak Regan kembali terhanyut dalam hasrat yang sama. Tersenyum getir, Lona mulai menekan tengkuk Regan paksa. Mendekatkan lagi kedua bibir mereka. Regan tahu, Lona memikirkan hal yang sama dengannya. Fokus mereka kembali pada aktivitas yang sebelumnya sempat tertunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯
Romance[ 𝐉𝐉𝐇 𝐀𝐔 ] Tentang Velona Kahesa yang menghalalkan segala cara demi membalaskan dendamnya. Tentang Regananta Jeffrian yang mendua demi meluapkan ketidakpuasan atas keadaannya Tentang Windelina Adelia yang nekat memanipulasi demi mendapatkan cin...