Regan masih juga belum beranjak dari dalam mobil. Padahal ia sudah sampai di halaman rumahnya sejak lima belas menit berlalu. Ada perasaan was-was yang menyengat dalam benaknya menebak bagaimana reaksi Windelina setelah ini. Windelina yang selalu menanyakan kabarnya memang membuat Regan risih. Namun Windelina yang mendiamkannya seperti sekarang justru membuat Regan tidak karuan.
Regan menggigit ujung ibu jarinya. Pertanda ia sedang gelisah. Otaknya tidak berhenti merencanakan berbagai opsi jawaban yang layak dilontarkan saat Windelina menanyainya. Jawaban yang masuk akal dan tidak mengundang kecurigaan.
Tunggu, belum apa-apa saja Regan sudah grogi setengah mati. Sungguh Regan tidak patut disebut peselingkuh handal. Baru sekali Windelina mendiamkannya saja Regan sudah mati gaya.
Regan menghela napas kasar. Tidak mau membuang waktu untuk bersembunyi layaknya pecundang, Regan beranjak keluar. Mengayunkan tungkainya dengan berat masuk ke dalam rumah. Sungguh Regan tidak terbiasa berdusta. Hidupnya selalu lurus sebelum bertemu Lona.
Seperti yang sudah Regan duga, dapur menjadi tujuan utama langkahnya karena yakin Windelina berada di sana. Ada dua piring tertata di atas meja. Syukurlah, Regan merasa lega istrinya masih melayani sarapannya.
Bukankah ini masih bisa dibilang pertanda baik?
"Kak Regan sudah pulang?"
Vokal semanis madu itu menyapa gendang telinga Regan. Intonasi yang dipakainya masih sama. Tidak tersimpan amarah atau dendam dalam nadanya. Itu berarti tidak ada kemungkinan salah satu piring di genggamannya akan melayang menabrak wajah tampan Regan.
"Ya."
Meski seharusnya Regan tahu Windelina yang sehalus itu tutur katanya tidak akan marah, tetap saja Regan menjawabnya dengan sedikit kaku. Ia mendaratkan bokongnya di kursi setelah mendorong kursi roda istrinya mendekat ke meja. Bersiap untuk sarapan bersama.
Windelina masih bersikap biasa. Seolah tidak terjadi apapun semalam. Namun justru itu yang membuat Regan semakin terusik. Tidak mau berlama-lama mengganjal pikirannya, Regan akhirnya buka suara lebih dulu.
"Maaf ya Delin. Semalam aku nggak pulang dan nggak ngabarin kamu."
Windelina menoleh ke arahnya. "Nggak apa-apa, kok. Kak Regan 'kan udah pamit sebelumnya kalau ke depannya bakalan sibuk banget."
Ia tersenyum manis yang semakin membuat Regan merasa aneh.
"Kamu nggak nyariin aku semalem?"
Regan tidak tahan lagi untuk membendung rasa penasarannya akan jawaban Windelina.
"Aku nyariin kok."
"Tapi Dirga bilang kamu nggak nelepon dia?" kejar Regan.
Windelina terpaksa menghentikan aktivitas sarapannya. Menyadari Regan belum tuntas membahas ini padahal Windelina sendiri tidak terlalu mempermasalahkannya.
"Aku nggak enak sama Dirga karena terus nanyain kamu," aku Windelina jujur. "Jadi aku nelepon asisten kamu."
Regan nyaris menjatuhkan garpunya andai ia tidak lihai menguasai dirinya. Ini benar-benar di luar dugaannya.
"Terus dia bilangnya apa?" tanya Regan hati-hati.
"Katanya kamu udah pulang dari jam tujuh malem."
Regan pikir ia sudah bisa bernapas lega, tapi sayangnya Windelina belum selesai dengan kalimatnya.
"Terus dia bilang kamu nganterin pulang anak magang dulu," imbuhnya.
Sontak Regan kesusahan menelan salivanya. Ia buru-buru mengambil minum dan menenggaknya hingga setengah gelas. Sadar tingkah tidak nyaman yang ditunjukkan suaminya, Windelina merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯
Romance[ 𝐉𝐉𝐇 𝐀𝐔 ] Tentang Velona Kahesa yang menghalalkan segala cara demi membalaskan dendamnya. Tentang Regananta Jeffrian yang mendua demi meluapkan ketidakpuasan atas keadaannya Tentang Windelina Adelia yang nekat memanipulasi demi mendapatkan cin...