Chapter 36

42 8 2
                                    

"Masih marah lo sama Regan?"

"Kok lo sih yang nganter gue, harusnya 'kan hari ini giliran Nanta," protes Lona tanpa mempedulikan pertanyaan Dirga barusan.

Dirga mendengus. "Gue yang bilang mau nganterin lo."

Tahu Lona mengernyit bingung sekaligus melemparkan tatapan heran padanya, Dirga kembali menjelaskan. "Tadi siang kita belum makan yang bener, gue mau sekalian ngajak lo makan dulu."

Kenapa harus Dirga dan Bima yang menawari Lona makan bersama?

Padahal yang Lona inginkan adalah Regan. Benar ia memang masih kesal padanya, namun mengingat belakangan waktu yang mereka habiskan bersama semakin kurang, ada rasa rindu menyeruak di hati Lona. Diam-diam dia merindukan waktunya bersama Regan yang seleluasa dulu.

"Ngelamun lo?" tegur Dirga. Dirga memasang seatbealtnya namun tidak langsung menghidupkan mesin. Menunggu respon Lona yang tampaknya tidak ikhlas pulang bersama Dirga.

"Lo pengen dianter Regan?"

Pertanyaan Dirga dijawab oleh anggukan kecil dari Lona. Dirga baru tahu, ternyata Lona tetaplah perempuan yang memiliki sikap manja pada kekasihnya.

"Regan lagi nganter istrinya buat persiapin pesta. Makanya dia langsung pulang tadi," jelas Dirga. Awalnya memang Regan keberatan Dirga mengantar Lona lagi, namun beberapa kemudian dia malah berterima kasih setelah meralat ucapannya.

"Iya dia udah ngasih tahu juga," lirih Lona lesu.

Lona tahu hal itu. Regan mengiriminya pesan mengabarkan hal serupa. Bahkan berada di kantor yang sama tidak membuat mereka bisa langsung berhadapan bicara dengan bebas. Itu membuat Lona merasa perbedaan tempatnya dengan Regan kian terasa.

"Sedih banget lo," komentar Dirga.

"Iya," jawab Lona seadanya.

Ia benar-benar sedang tidak mood sekarang. Jujur ia pikir Regan akan membuat perayaan kecil bersama Lona atas pencapaiannya hari ini. Meski akan pura-pura tidak berminat, tetap saja Lona mengharapkannya.

"Jangan gini dong, Lona yang gue kenal nggak kayak gini deh perasaan," komentar Dirga. Terselubung sebenarnya ingin menghiburnya, namun tidak tahu harus berkata apa. Orang yang memakai topeng kuat seperti Lona sangat sulit ditebak bagaimana cara menyenangkan hatinya.

Dirga mulai menghidupkan mesinnya. Mobilnya mulai membelah jalanan kota yang mulai macet karena arus pulang kerja.

"Regan nggak ngenalin lo sama sekali pas awal kalian ketemu lagi?"

Dirga sebenarnya ingin menanyakan ini sejak lama. Jujur ia sangat penasaran bagaimana pertemuan Regan dan Lona setelah sepuluh tahun lebih kembali bersua. Namun ia belum memiliki kesempatan yang pas untuk membicarakannya. Leluasa dan tentunya tanpa ada Regan yang mengekori Lona.

"Seperti yang lo liat," balas Lona dengan seulas senyum getir.

"Gue dulu gendut banget, Dir," imbuhnya menjelaskan. "Mungkin karena itu juga Nanta lupa."

"Serius?"

Dirga pura-pura kaget, padahal ia sendiri sudah pernah melihat foto Lona semasa kecil. Jujur jika dibandingkan dengan Lona yang sekarang, tentu saja akan sulit mengidentifikasi bahwa ia adalah orang yang sama.

"Padahal gue inget dia terus," lirih Lona.

Bagaimana Lona bisa lupa jika Regan adalah satu-satunya hal yang bisa ia kenang baik di antara masa lalunya yang menyedihkan.

"Bukannya Regan lupa, mungkin dia ingat tapi nggak ngenalin lo aja," balas Dirga bijak.

"Apalagi lo pas ketemu Regan belum puber sih, pasti beda banget sama yang sekarang," celetuk Dirga lagi. "Beda sama Regan yang lo liat dulu dia udah masuk usia remaja. Jadi masih ada sisa-sisa yang bisa langsung lo kenalin pas ketemu lagi."

𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang