Chapter 33

47 8 5
                                    

"Lo jangan kaget ya ketemu Mas Bima."

Dirga mewanti-wanti Lona sesampai mereka di area parkir restoran tempat meeting dengan Bima. Sepanjang jalan Lona sudah bersikap sepertu biasa yang membuat Dirga tenang membawanya kemari.

"Kenapa emangnya?"

Jujur Lona sendiri penasaran dengan sosok ini. Regan dan Dirga sepakat bahwa Bima adalah klien yang paling menyebalkan sepanjang yang mereka pernah temui.

"Ganteng sih tapi resek."

"Kayak lo dong," celetuk Lona enteng.

Dirga mengernyit. Sebelah alisnya terangkat dengan senyum menjengkelkan. "Oh, jadi menurut lo gue ganteng?"

Lona kini menyesal mengatakannya.

"Nggak!"

"Dih, salting," ledek Dirga belum puas.

"Ini kenapa kita jadi akrab begini sih?" kesal Lona.

Sekat tak kasat mata yang mereka bangun bersama sebagai bentuk ketidaksukaan satu sama lain berangsur luruh. Perlahan dan tanpa mereka sadari. Seiring intensitas pertemuan mereka yang merapat. Bukannya Lona tidak suka, justru malah merasa aneh.

"Nggak tahu. Kenapa ya?"

Dirga lantas tertawa. Ia sendiri juga bingung kenapa melakukan gencatan senjata pada Lona secepat ini. Mungkin karena Dirga mulai bersimpati dengan masa lalu Lona.

"Buruan udah telat!" ajak Dirga usai melirik jam di pergelangan tangannya.

Dia memang sempat menghubungi Bima di perjalanan menuju kemari. Berpesan bahwa mereka akan sedikir terlambat. Tapi lelaki itu tidak membalas dan hanya membacanya saja.

"Itu barang-barang di belakang gue atau lo yang bawa?"

"Lo nyuruh atasan lo sendiri?" Dirga balik bertanya menyebalkan.

Lona mendecih. Masalahnya laptop super canggih milik inventaris kantornya itu lumayan berat. "Iya-iya gue bawa Bos!"

Namun sebelum Lona sempat membereskannya, Dirga langsung mengambil alih semuanya. "Gue yang bawa."

Lona melotot.

Kenapa sekarang Dirga hobi sekali mengerjainya?

***

Hal pertama yang Lona tangkap saat bertemu dengan Bima, dia imut. Terlalu imut untuk lelaki berusia tiga puluh lima tahun. Awet muda, baby face istilah kerennya. Mungkin jika dia mengaku sebagai mahasiswa, orang-orang akan percaya. Padahal Dirga bilang dia sudah menikah dan memiliki satu anak.

"Ati-ati lo sama dia," lirih Dirga.

Entah ini ke berapa kali Dirga memperingatkannya. "Emang bener dia udah punya istri, tapi hobinya selingkuh. Takutnya lo kegoda lagi."

Mungkin jika yang mengatakannya bukan Dirga dengan wajah khawatirnya, Lona akan mengira ia tengah dihina.

"Kayak Regan tuh," imbuh Dirga mengundang decak sebal Lona.

"Enak aja ya, Regan cuma buka cabang satu. Gue doang," bela Lona tidak terima. Memberi tekanan pada dua kata terakhirnya.

Lona masih teringat percakapannya dengan Dirga sepanjang tungkai mereka mengayun menuju meja Bima. Namun agaknya asumsi mengenai betapa ramahnya Bima kini terpatahkan saat lelaki itu mulai membuka bibirnya.

"Saya harap hari ini ada progress ya. Bukan cuma stuck di sketsa mulu," keluh Bima. "Udah berapa kali sih kita ketemu, Dir? Masak nggak ada desain dari kamu yang bener-bener cocok buat saya."

𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang