Chapter 23

52 11 2
                                    

Lona memutuskan bermalam di apartemen hari ini. Belakangan banyak hal yang berdesakan di dalam kepalanya. Baik itu soal Dirga, Windelina, atau permasalahannya sendiri. Lona butuh istirahat dengan tenang setelah nyaris kehilangan tidur yang berkualitas selama berhari-hari. Di kosan terlalu gaduh, untuk itulah ia melipir ke sini.

Soal Windelina, seharusnya Lona senang ia memegang kartu As perempuan itu sekarang. Membuat Lona memiliki celah sempurna untuk memanfaatkan situasi ini. Di sisi lain, Dirga rupanya tidak omong kosong perihal menggali informasi tentangnya. Jika dia tahu terlalu banyak mengenai Lona, tentu itu akan menghambat langkahnya.

"Dunia rupanya sudah dipenuhi banyak orang manipulatif," gumam Lona. Sekaligus menyindir dirinya sendiri.

Ruangan apartemen begitu gelap dan sunyi. Tanpa ada janji dengannya, Regan memang jarang berada di sini. Ia hanya datang untuk menghabiskan waktu bersama Lona. Apartemen ini sudah seperti basecamp tersembunyi bagi keduanya. Saksi bisu dimana hubungan gelap mereka dibangun.

Tangannya bergerak asal mencari tombol menghidupkan lampu apartemen. Begitu gelap sirna, Lona terperanjat kaget rupanya orang yang baru ia pikirkan berada di sini.

"Nanta!"

Tampaknya Regan begitu lelap dalam tidurnya sampai tidak menyadari keberadaan Lona. Lelaki itu masih memunggunginya di atas ranjang. Kemejanya tampak kusut. Regan bahkan masih memakai kedua sepatunya dalam keadaan tertidur.

Lona segera melepas kedua sepatu Regan berikut kaos kaki yang melekat dengan telaten. Ini memang bukan pertama kalinya Lona melakukan hal yang sama. Jika Regan terlalu letih, ia bahkan tidak sudi membasuh wajahnya dan memilih langsung tidur.

Lona mendekat, mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Perlahan tanganya menyentuh dahi Regan. Mengusapnya lembut berharap lelaki itu akan tidur lebih dalam. Lona tidak ingin mengusiknya.

"Maaf," bisiknya.

Tidak bisa dipungkiri, Lona merasa bersalah mengingat aduan Dirga mengenai Regan yang selalu mengeluh tentang membingungkannya sikap Lona. Kalau boleh jujur, Lona sendiri takut mengurai perasaannya sendiri terhadap Regan.

Lona mengecup kening Regan untuk beberapa saat. Mengusap surai legam lelakinya sebelum pamit. Lona tidak ingin mengganggunya, memutuskan untuk pergi karena Regan lebih berhak di sini dari pada dirinya.

"Mau kemana?"

Lona nyaris berteriak saat Regan tiba-tiba mencekal tangannya erat. Membuat tubuh Lona terhuyung lagi jatuh terduduk di ranjang.

"Kamu cuma pura-pura tidur ternyata?" kesalnya.

"Kebangun pas kamu cium," seraknya sambil mengucek kedua mata.

Regan sudah melepaskan cekalannya, menggantinya dengan pelukan paksa pada Lona. Membuat perempuan itu kini terbaring di sampingnya.

"Kenapa nggak bilang mau ke sini?"

Regan mengabaikan protes Lona. Kini ia memeluk perempuannya, membawanya ke dalam pelukannya yang posesif. Di luar dugaan Regan, Lona sama sekali tidak melawan. Ia malah membalas dengan mengusap punggung lebar Regan.

"Kamu juga nggak bilang," balas Lona.

Regan diam. Sebagai gantinya ia menelusupkan kepalanya ke ceruk leher Lona. Kedua tangannya yang sebelumnya berada di pinggang, kini merengkuh kuat punggung Lona. Merapatkan pelukan pada tubuh mungilnya.

Lona tahu, jika Regan sudah bertingkah manja seperti sekarang pasti ada yang mengganjal di pikirannya.

"Ada masalah apa lagi sama istri kamu?"

𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang