Chapter 55

38 8 1
                                    

Lona memoleskan lipstick pada bibirnya sembari mematut diri di depan kaca. Memeriksa kembali penampilannya kemudian menyisir surai legamnya dengan jari. Bersenandung kecil sampai kedua maniknya menangkap Windelina rupanya sedang mengamatinya dari pantulan cermin. Lona berbalik seraya tersenyum remeh. "Kenapa menatapku seperti itu?"

Windelina mendecih sebelum membuang pandangannya sesaat. Membuat Lona terhenyak untuk beberapa detik melihat sikap Windelina barusan. Tidak menyangka Windelina yang dikenal lemah lembut itu bisa bertingkah seperti tadi.

"Wow, aku nggak tahu ternyata kamu punya sisi seperti ini," komentar Lona tersenyum mengejek. Menyadari keduanya tidak perlu lagi menjaga sikap dengan terus bersandiwara di saat ruangan ini hanya terisi mereka. "Apa kamu udah lelah terus memakai topeng?"

"Jangan pernah samain kamu sama aku," ucapnya tidak suka. Membuat Lona membatin miris.

Dasar munafik!

"Aku hanya bersikap sopan dengan orang yang juga bisa bersikap sama," lanjutnya dingin.

Lona memiringkan kepalanya. "Jadi aku nggak sopan?"

"Menurut kamu masuk ke kamar orang lain itu sopan?" desis Windelina muak. Ia mengambil sesuatu dari tasnya kemudian menunjukkannya pada Lona.

"Bisa jelaskan maksudnya apa?"

Lona menatap sebelah antingnya yang kini berada di atas telapak tangan perempuan di hadapannya. Lantas terkekeh sembari menyugar rambutnya. Rupanya umpannya sudah terpancing.

"Bukankah sudah jelas?"

"Katakan," tekan Windelina.

"Aku berselingkuh dengan suamimu," tegasnya. Sama sekali tidak ragu saat melisankannya. Menatap lurus dengan berani ke arah Windelina yang kini mulai memucat.

Bahu Windelina tampak naik turun meredam emosi yang bisa meledak kapan saja. Mengabaikan sesak di dalam dada, ia berusaha mengatur diri setenang mungkin. Tidak mau terseret dengan permainan Lona yang jelas sedang menyerangnya langsung. Perempuan itu bahkan tidak berusaha berkelit atau menutupi semua ini.

"Kenapa kamu langsung mengakuinya?" tanya Windelina tidak mengerti.

"Karena cepat atau lambat kamu pasti tahu," jawab Lona ringan. Ia lantas mengangkat dagunya angkuh seperti sedang menantang Windelina. "Atau mungkin karena aku orangnya nggak sabaran jadi lebih baik aku ngasih tahu kamu sekarang."

"Berapa lama kalian berhubungan?" tanya Windelina setelah bersusah payah menelan ludahnya sendiri. Mendadak tenggorokannya serasa dilanda kemarau.

"Tidak lama sejak Nanta mengajar di kampus." Lona tampak berhitung dengan jarinya. Tentu saja dengan wajah tanpa rasa bersalah. "Mungkin tujuh bulan? Aku nggak yakin karena Nanta bilang kita akan merayakannya setelah satu tahun."

Bagai martil melesat tepat di jantungnya, Windelina menahan perih yang kian mendera dada. Usia pernikahan mereka belum genap dua tahun dan nyaris setengahnya Regan isi dengan perselingkuhan. Air matanya nyaris tumpah di detik yang sama, namun ia tahan demi harga dirinya.

Pandangannya mulai kabur. Mengumpukan kekuatan yang tersisa, Windelina kembali mengurai silabel dari bibir keringnya.

"Bisa tinggalin dia sekarang?"

Kening Lona berkerut. Senyum di bibirnya lantas memudar. Berpikir ia salah dengar. "Apa?"

"Bisa tolong tinggalin suami aku?" ulangnya terbata. Menghela napas berat sejenak. "Aku akan anggap nggak pernah denger semua yang kamu katakan tadi kalau kamu mau tinggalin dia sekarang."

Lona terhenyak. Ini akan lebih mudah jika Windelina meledakkan amarahnya kemudian mengadu pada Regan sesuai dengan rencana Lona. Reaksi Windelina yang pasrah seperti ini tidak sesuai dengan prediksi. Ini benar-benar jauh seperti yang Lona harapkan.

𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang