Regan mencium aroma rokok saat pertama kali ia menginjakkan kakinya di apartemen. Terperangah menemukan Lona tengah menghisap batang nikotinnya. Butuh beberapa saat sampai ia menyadari keberadaan Regan di sana.
"Oh, udah dateng."
Lona segera mematikan rokoknya. Berjalan dari arah balkon menuju ke dalam berniat menghampiri Regan.
"Jangan ditutup dulu." Regan memberi instruksi. "Di dalem baunya belum ilang."
"Oke."
Lona mengerti, membuatnya urung menggeser pintu balkon dan membiarkannya tetap terbuka.
Sudah sekian lama sejak terakhir Regan melihat Lona berani merokok seperti sekarang. Tapi dia memilih diam, membiarkan Lona melakukan sesukanya. Sengaja membuatnya terkesan tidak peduli meski dalam hati penuh akan tanya.
Regan masih memerhatikan Lona yang berjalan ke arah dapur dengan celana pendek dipadu dengan kaos santainya. Surainya ia ikat asal ke atas. Tampaknya perempuan itu sudah berada di sini jauh sebelum ia memberitahu Regan untuk datang. Beberapa peralatan kotor tampak tergeletak di bak cucian.
"Mau makan dulu? Aku buatin mie instan," tawar Lona.
Terdengar random dan masih bersikap tenang seolah tidak pernah ada kekacauan di antara mereka. Jujur Lona yang seperti ini malah membuat Regan sedikit was-was. Akan lebih normal jika Lona menumpahkan kekesalannya dari pada bersikap biasa seperti sekarang.
"Aku nggak berselera," balas Regan tanpa bermaksud menyinggung.
Lona tahu persis Regan memang menyukai mie instan dan itu hanya bisa ia dapatkan saat bersama Lona. Bisa dibilang itu juga merupakan rahasia mereka berdua.
Windelina dan Natalie sama saja. Berkata bahwa itu makanan tidak sehat. Padahal sesekali makan juga tidak berdosa.
"Yakin?"
Regan diam enggan menjawab. Ia memilih mendaratkan bokongnya di kursi pantry. Membuatnya kini berhadapan dengan Lona yang masih berdiri menunggu jawabannya.
"Nggak berselera."
"Mungkin kamu bakal lebih nggak berselera setelah pembahasan kita malam ini, Nan."
Sebelah alis Regan tertarik ke atas.
"Kenapa? Apa aku yang bikin kesalahan? Selama ini aku diam meski kamu terus bertingkah, Lona. Kamu bahkan nggak ngasih kesempatan aku buat marah."
Lona tahu Regan sangat lihai mengontrol diri. Tidak sepertinya yang selalu impulsif. Lelaki itu bisa saja mencercanya sedetik setibanya ia di sini, tapi tidak ia lakukan. Secara halus mengisyaratkan Lona untuk menjadi orang pertama yang memulai menjabarkan semua yang terjadi.
"Jadi siapa yang bicara lebih dulu?" pancing Lona. Mengikuti Regan untuk duduk di meja yang sama. Membuat keduanya kini saling berhadapan memandang lurus.
"Bukankah kamu lebih seneng ngejelasin sendiri dari pada aku nanyain kamu satu per satu?" tanya Regan balik.
"Kamu aja, Nan," putus Lona akhirnya. "Aku tahu pasti banyak pertanyaan yang mengendap di kepala kamu selama ini dan penjelasan dari aku belum tentu bikin kamu puas."
Regan menghela napas panjang sebelum kembali bersuara. Baiklah, dia akan memulainya dengan pertanyaan yang paling ringan untuk saling menjaga agar suasana memanas.
"Lona, aku nggak masalah kamu dekat sama Dirga dan Leno. Yang aku heran, kenapa kamu nggak pernah cerita?"
"Gara-gara kamu selalu minta tolong Dirga buat gantian nganter aku, aku jadi nggak sengaja deket sama Leno. Kita barengan sekalian Dirga jemput anaknya les," jelas Lona lancar. Karena tidak ada yang perlu ditutupi soal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯
Romance[ 𝐉𝐉𝐇 𝐀𝐔 ] Tentang Velona Kahesa yang menghalalkan segala cara demi membalaskan dendamnya. Tentang Regananta Jeffrian yang mendua demi meluapkan ketidakpuasan atas keadaannya Tentang Windelina Adelia yang nekat memanipulasi demi mendapatkan cin...