Chapter 67

47 10 6
                                    

Regan melenguh berat, memaksa membuka kedua kelopak matanya yang terasa lengket. Ia memegangi kepalanya yang luar biasa pening. Entah itu efek terbongkarnya kebusukan Windelina, atau pengar karena alkohol yang ia tenggak semalam di luar kemampuannya.

Namun setelah dipikir-pikir, bisa jadi karena keduanya. Setiap memikirkan itu, rasanya kepalanya seperti dihantam beban berat. Mengingat situasi pelik yang menghimpitnya.

Regan memindai sekitar, mendapati dirinya kini terbaring di kamar apartemennya. Regan menarik napas lega setelahnya. Beruntung Dirga semalam bisa ia mintai tolong menjemputnya. Kalau tidak, mungkin Regan pagi ini menemukan dirinya tertidur di pinggir jalan layaknya gelandangan.

Rentetan kejadian semalam bisa dibilang fase terburuk Regan.

Omong-omong soal Dirga, Regan perlu memberitahunya bahwa hari ini ia tidak perlu masuk kerja. Regan benar-benar tidak memiliki muka untuk menghadapi semua orang sekarang. Kejadian kemarin sungguh di luar dugaan dan Regan belum sanggup melihat semua pasang mata tertuju padanya. Entah itu mengasihani atau menggunjing─betapa bodohnya Regan bisa ditipu sefatal ini, Regan benar-benar tidak ingin bertemu siapapun.

"Dir?" panggil Regan dengan suara seraknya.

"LO DIMANA?!"

Sontak Regan menjauhkan ponselnya demi keutuhan gendang telinganya. Kedua matanya yang menyipit kini terbelalak lebar gara-gara lantunan nada tinggi Dirga. Regan meringis seraya mengusap telinganya yang masih berdengung. Sepagi ini bisa-bisanya Dirga berteriak sekencang itu padanya.

"Apaan sih?!" dumalnya.

"Gue udah denger kejadian semalem, jadi bener istri lo cuma pura-pura nggak bisa jalan selama ini?"

Dirga terdengar tidak terima, apalagi Regan yang menjadi korban utama Windelina.

"Iya," jawab Regan pasrah.

"Iya-iya doang lo emang gampang banget dibegoin orang dari dulu!" semprot Dirga emosi. Merasa aneh, seharusnya Windelina yang Dirga caci, bukan malah dirinya.

"Lo kenapa malah maki-maki gue sih?" tanya Regan kembali. "Hibur gue dong bukannya malah lo omelin. Gue udah mau gila aja rasanya inget semalem."

"Geregetan aja gue! Bisa-bisanya lo dibegoin sampai dua tahun baru sadar! Sumpah lo goblok kalau soal cewek!"

Regan menghela napas berat. Dia sendiri juga merutuk betapa mudahnya ia dikelabuhi dalam kurun waktu tidak sebentar. Menyesal terus merasa bersalah tiap kali melihat Windelina beraktivitas di atas kursi rodanya, ternyata semua hanya sandiwara.

Terlalu pagi untuk membahas ini. Regan masih ingin menenangkan dirinya. Tidak ingin memperpanjang topik sebelumnya, Regan pun menyuarakan tujuan utamanya menghubungi Dirga.

"Gue nggak masuk dulu buat beberapa hari ke depan."

"Kayak biasanya lo rajin masuk aja," sindir Dirga balik. "Terserah lo, kantor juga punya bokap lo."

"Mendiang bokap lo juga, Dir," ketus Regan mengingatkan. Kini gantian Dirga yang terdengar menghela napas. Sadar bahwa sebelumnya ia larut terpancing emosi.

"Jadi rencana lo selanjutnya apa?" tanya Dirga setelahnya.

"Gue belum tahu. Nanti gue omongin sama keluarga besar dulu kalau pikiran gue udah mulai jernih," tukasnya. Regan benar-benar clueless.

"Gue harap kali ini lo ambil keputusan atas keinginan lo sendiri, bukan keinginan orang tua lo lagi. Yang ngejalanin lo, kalau ada jeleknya lo juga yang rasain langsung," cecar Dirga sungguh-sungguh. "Contohnya kayak sekarang."

𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang