Chapter 44

32 7 0
                                    

"Udah baikan sama Lona?"

Dirga mengangkat kedua alisnya sebagai jawaban atas pertanyaan Regan.

"Lona ngadu apa aja ke lo?" tanya Dirga penasaran.

"Dia bilang lo ngebentak dia."

"Ngebentak gimana?"

Regan berdeham sejenak mengatur vokal. Kemudian mulai menirukan cara Dirga bicara sekaligus mimik muka yang selalu ia pasang.

"Kalau jalan tuh pakai mata!"

Dirga terkekeh pelan. Mau usaha sekeras apa pun, vokal beratnya tidak akan mampu menyamai lengkingan Dirga. "Terus cuma gara-gara itu dia hampir nangis?"

Regan menggeleng ringan. "Dia mau nangis gara-gara malu celananya belepotan lumpur. Kayak orang habis berak katanya."

Dirga tertawa kecil mendengar betapa ajaibnya alasan Lona untuk menutupinya.

Pantas saja Regan sama sekali tidak protes atau pun meradang pada Dirga. Andai Regan tahu sebenarnya yang Dirga katakan, pasti sekarang keduanya terlibat perang dingin.

Dirga tidak mau percaya diri lebih dulu atas alasan Lona melindunginya. Banyak alasan Lona untuk melakukannya, salah satunya demi menjaga kondusivitas pekerjaan mereka. Tidak mau banyak berspekulasi, Dirga akan menganggap itu sebagai alasannya.

Satu yang pasti, jujur Dirga benar-benar menyesal mengatai Lona demikian.

**

Lona kebingungan di mana dia harus duduk. Sampai Regan mengarah padanya seraya menepuk kursi di sebelahnya. Mengisyaratkan Lona untuk berada di sampingnya. Bima yang sebelumnya terus memerhatikan Lona, berinisiatif untuk mengambil tempat di sisi Lona. Berharap ia memiliki kesempatan untuk lebih banyak mengobrol dengan perempuan itu.

"Velona," sapanya.

"Mas Bima." Lona membalasnya canggung. Mengulum senyum palsu untuk membalas Bima yang sudah menampakkan deret giginya yang putih.

Sebelah tangannya menarik pelan kursi di sampingnya sampai tiba-tiba seseorang menyerobot lebih dulu lalu mendudukinya. Siapa lagi orang yang berani kurang ajar seperti itu kalau bukan Dirga.

"Makasih ya Mas Bima kok repot-repot," ucap Dirga tanpa rasa berdosa.

Sementara Bima menggeram kesal lantas berjalan memutar meja. Kemudian mendudukkan diri di kursi yang berhadapan persis dengan Lona. Tentu saja setelah mengusir seseorang yang sebelumnya duduk di sana. Setidaknya Bima bisa memandangi Lona dengan puas jika ia berada di depannya.

"Selamat malam semuanya," ujar Om Hartono yang sudah berdiri di tengah mereka. Sontak semua pasang mata tertuju padanya. Sang pemilik utama dari acara malam ini.

Selanjutnya, Om Hartono memberikan kata sambutan secukupnya untuk mengawali acara ramah tamah tanpa lupa mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang membantunya, termasuk Group Hanstanta yang Regan wakili.

Sebelum berdiri menyusul Om Hartono, Regan menyempatkan diri memamerkan lesung pipitnya pada Lona. Menatapnya penuh arti seolah tengah meminta dukungan dari kekasihnya.

Lona balas menatap penuh bangga pada Regan yang kini ikut memberi sambutan. Bertepuk tangan penuh semangat dengan kedua mata berbinar.

"Biasa aja ngeliatnya bisa?" bisik Dirga yang membuat Lona mendadak meremang.

Bagaimana bisa Dirga sesantai itu berbisik tepat di telinganya?

Sebelum Lona melayangkan protesnya, Dirga memberi tanda dengan gerakan matanya. "Mas Bima sejak tadi ngeliatin lo mulu."

𝘍𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵 𝘗𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘰𝘯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang