messy

240 30 7
                                    

Perihal kehilangan yang slalu meremukan jiwa. Jatah pasti dari semesta untuk setiap manusia. Awal nestapa dari rindu yang tak ada ujungnya.

Suasana ini, Jiyong membencinya. Di mana semua orang memakai pakaian serba hitam serta kepala yang menunduk dalam penuh aura kesedihan. Ia lebih benci, sebab hari ini datang untuk Dara, gadisnya yang sejak tadi berusaha tegar sedangkan hatinya remuk tak beraturan.

Satu tepukan ringan di bahu membuat pria itu menoleh, menatap lelah Hazel hangat yang tadi pagi sempat menenangkan.

"Dia hancur." Ranum itu berbisik saat dekapan hangat Dami merengkuhnya erat.

"You okay?" Satu usapan Dami memancing dekap erat Jiyong kearahnya. Suasana ini, Jiyong lebih membencinya, sebab luka pria itu pasti kembali tekuak dan Dami lebih dari tau keadaan sang saudara.

Satu anggukan membawa tubuh Dami sedikit berjarak. "Ibu akan menyusul besok pagi." Ia kembali beseru sembari menarik pelan tubuh Jiyong untuk duduk di salah satu bangku yang ada di pojok lorong rumah duka. Menepi sebentar untuk menetralkan rasa yang bekencambuk di hati yang lebih muda.
Hening sesaat.

Baik Jiyong maupun Dami sedang berusaha memahami keadaan, coba berdamai meski rasanya sesak, keduanya seperti di bawa kembali pada upacara berkabung sang ayah. Suram.

"Hampir dini hari, bujuk Dara untuk istirahat sebentar." Dami bersuara setelah tanpa sengaja melirik jam tangan di pergelangan tanganya.

"Hm, Noona juga harus istirahat." Dami mengangguk kecil sebelum berujar pelan.

"Noona juga akan membujuk Granny dan Bibi Kyung Ran istirahat."

.
.

Ntah kemana kesedihan membawa pergi kehidupan dari Hazel yang selama ini Ia rindukan. Hanya hampa disana yang lagi-lagi membuat Jiyong teriris nyeri.

"Baby." Ia kembali membawa tubuh mungil itu dalam dekap setelah memastikan beberapa tamu sudah undur diri dalam ruangan berkabung ini. Hanya ada Ia dan Dara.

Dara masih enggan, tubuh itu bergeming kaku dalam dekap yang coba menyalurkan hangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dara masih enggan, tubuh itu bergeming kaku dalam dekap yang coba menyalurkan hangat.

"Istirahat sebentar, ya? Biar aku sama Woonie yang jaga Grandpa." Satu kecupan hangat di pucuk kepala membuat netra Dara memejam pelan.

Gadis dalam balutan gaun hitam coba meresapi kehangatan yang barangkali dapat cairkan sedihnya.

"Aku mau disini aja, boleh?" Sepatah kata yang berhasil menusuk hati Jiyong. Lemah sekali ranum itu bersuara, kalah telak dengan cekat dalam suara.

"Tolong jangan suruh aku tidur, ya."

"Tolong bangunin aku kalo aku tidur, ya."

"Aku ngga mau kehilangan tempatku pulang, Grandpa gaboleh kemana-mana."

"Aku harus jaga dia biar ngga di bawa sama Ibu."

"Gaboleh di Kremasi, tolong bujuk Ibu ya, Ji." Sebilah pedang tanpa rupa menusuk ulu hatinya, membuat dekap semakin Ia eratkan kala bulir bening tak lagi bisa Jiyong kendalikan. Sang pria luruh oleh suara serak penuh luka milik gadisnya. Dara rapuh, serapuh-rapuhnya.

Light in the DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang