Pria yang tengah tertidur itu tidak lepas dari jerat pandang seorang gadis yang ntah sudah berapa lama berdiri di sisinya. Sudah hampir sepuluh menit Dara mengamati Jiyong, pria angkuh yang slalu dingin padanya, ia tidak menyangka bahwa pria itu memiliki sesuatu yang sangat menyakitkan dalam hidupnya, mungkin lebih menyakitkan dari rasa sakit yang gadis itu pendam. Dara tidak tau harus berbuat apa sejak Jung memberitahunya di ruang penyimpanan wine, haruskan ia diam atau perlahan membantu pria itu sembuh. Apa nantinya ia akan menjadi terlalu ikut campur.
Flashback On.
Rasa penasaran menggelitik ego Dara untuk mengabaikan prinsip sopannya, nyatanya semakin gadis itu menatap celah pintu yang ada, rasa penasarannya semakin memuncak, rasa itu pada akhirnya mengalahkan ego Dara untuk tidak memasuki ruangan milik orang lain tanpa permisi, bahkan tangan mungil gadis itu seakan tau apa yang harus dilakulan, meraih tuas pintu dan medorongnya pelan. Bukan bilik bersih nan rapi yang terlihat oleh Dara, melainkan sebuah bilik yang penuh akan seonggok benda yang membuat Dara tersentak. Berdebu, usang dan tidak terawat, begitulah kesannya.
Jung yang sedari tadi memperhatikan Dara mulai mengambil langkah untuk mendekat, wanita itu berjalan pelan kesisi ruangan dan menekan tombol saklar. Lampu yang menyala membuat Dara semakin memekik dalam diam.
"Ju—ng" Gadis itu terbata, bibirnya tiba-tiba kelu untuk mengucapkan sepatah kata, ia terlalu terkejut dengan pemandangan yang terlihat jelas. Dara bahkan membungkam mulutnya dengan kedua tangan.
"Ini milik Tuan." Suara Jung terdengar sangat lirih namun terasa menusuk pendengaran Dara, membuat gadis itu menoleh dan berusaha bersikap normal. Namun gagal, rasa terkejutnya tertangkap jelas oleh Jung.
"Aku tidak tau apakah ada waktu yang tepat untuk menceritakanya." Lanjut Jung sembari berjalan kesisi ruangan yang sedikit memiliki celah.
Dara menoleh kearah Jung sekilas sebelum kembali pada ruangan ini. Sepanjang manik coklatnya memandang, ia menemukan banyak ornamen-ornamen keagamaan yang biasanya digunakan untuk berdoa, kitab-kitab yang tertumpuk begitu saja di salah satu meja, tempat-tempat lilin yang begitu banyak teronggok begitu saja di dalam lemari, patung salib yang cukup besar tergolek begitu saja di atas meja yang berada di pojok ruangan, dan masih banyak lagi ornamen-ornamen keagamaan yang terlihat tidak terawat, bahkan ruangan ini terlihat seperti Gudang ketimbang sebuah penyimpanan barang-barang sakral.
Setelah melihat ruangan yang penuh penghinaan ini hati gadis itu kelu. Dara masih terdiam untuk mencari sebuah alasan sebagai jawaban, gadis itu akhirnya teringat akan perkataan Jiyong tempo hari, jika Jiyong tidak percaya akan adanya Tuhan. Apakah ini maksud dari ucapanya, lalu siapa yang membeli ini semua, lalu tattoo di tubuh pria itu? apakah ia membeli hanya untuk di perlakukan seperti ini. Come on, siapapun bantu jelaskan pada Dara.
"Ada dua ruangan di lantai tiga yang kosong, kau ingat, Dara ?" Jung yang masih memeperhatikan Dara mulai berbicara. Wanita itu tahu betul tentang rasa heran yang tergambar jelas di wajah menawan milik Dara.
"Iya."
Dara mengambil sebuah kalung yang tergeletak di antara tumpukan kitab lalu menyimpanya ke dalam coat. "Aku tidak tau dia sejauh ini." Ungkapnya hati-hati.
Dara ikut bergabung di salah satu kursi, hatinya sebenarnya sakit melihat benda-benda sakral ini di acuhkan begitu saja, namun ia juga harus tau, apa alasan benda-benda ini berada di sini, ia tidak boleh menghakimi Jiyong begitu saja, meskipun disisi lain hatinya mengatakan, bahwa tidakan ini tidak benar.
"Aku ikut keluarga Kwon, tepat satu bulan setelah mereka menikah." "Ayah dan Ibu, Tuan." Sambung Jung cepat.
Dara menyembunyikan rasa terkejutnya dengan tetap diam dan menatap Jung yang terlihat bersiap untuk bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Light in the Darkness
FanfictionTuhan itu siapa? - Kwon Jiyong Kau kira siapa yang memberimu nafas? - Sandara Park #Daragon