Pov Angger.
Klinting, klinting, klinting.
Bunyi perpaduan antara air, sendok dan gelas, terdengar didekat telingaku dan suara itu membangunkanku dari tidurku. Perlahan aku membuka kedua mataku dan itu sangat sulit sekali. Kelopak mataku terasa berat dan ketika aku memaksanya terbuka, kelopak mataku terasa sangat sekali.
Cok. Pasti kedua kelopak mataku ini bengkak, akibat pertempuran digedung tua tadi.
Selain itu juga, tubuhku terasa kaku dan sakit semua. Kulit diwajahku terasa tebal dan aku yakin, wajahku pasti babak belur. Kedua tangan dan kakiku terasa bengkak, dadaku sesak dan perutku terasa keram. Jangankan aku paksakan duduk, bergerak sedikit saja, seluruh tulangku terasa remuk. Guendeng ancene og. (Memang gila kok.)
Zaky benar – benar membuatku tidak berdaya. Aku dibuatnya hancur bukan hanya diluar, tapi juga didalam. Bukan hanya Fisikku yang remuk, tapi jiwaku juga dibuatnya porak poranda. Dan bukan hanya aku, adikku Banyu juga dibuatnya terkapar dan yang membuat pikiranku semakin kacau balau, Zaky membunuh Purnama yang melindungi Banyu dari serangannya yang mematikan. Bajingan.
Oh iya, bagaimana kabar Bang Badai dan Gagah ya.? Apa mereka berdua bisa menyelamatkan Bening.? Apa mereka mendapatkan musuh yang tidak terlalu kuat atau malah lebih hebat dari Zaky.? Terus bagaimana nasib Bening sekarang.? Djiancok.
Aku harus segera bangun dan mencari informasi dimana saudara – saudaraku itu secepatnya. Aku tidak mungkin tenang menunggu kabar dari mereka. Bisa gila aku lama – lama.
Hiuuffttt, huuuu.
Didalam pandanganku yang masih gelap ini, aku tidak tau dimana saat ini aku berada. Dan yang terakhir aku ingat, setelah pertarungan di gudang tua, aku bertemu dengan Ayah dan setelah itu aku tidak sadarkan diri.
"Uhhhhh." Aku hembuskan nafas panjangku, sambil memejamkan kedua mataku dengan kuatnya. Aku berharap semoga setelah ini kedua mataku bisa terbuka lagi dan aku segera pergi dari tempat ini.
"Mas." Terdengar suara Bening yang berdiri disebelahku dan suaranya yang merdu itu langsung menenangkan diriku.
"De. Dimana kamu.? Bagaimana keadaanmu.? Kamu gak apa – apakan.?" Tanyaku dan akibat aku masih belum bisa melihat, kedua tanganku aku paksa untuk meraba, tapi tidak bisa.
"Tenang Mas, tenang." Ucap Bening sambil meraih telapak tanganku dan menggenggamnya pelan.
"Kamu gak apa – apa kan De.?" Tanyaku dengan suara yang bergetar dan aku mencoba menggenggam tangan Bening, tapi sekali lagi itu tidak bisa. Seluruh jari – jariku terasa membesar dan kaku sekali.
"Tenang Mas, tenang. Bening gak apa – apa kok." Ucap Bening yang mencoba menenangkan aku.
Aku paksa kedua mataku untuk terbuka, tapi tetap tidak bisa.
"Mas. tenang dulu ya. Bening mau basuh luka – lukanya Mas, dengan ramuan dari desa." Ucap Bening.
"Oh iya De." Jawabku dan memang harus seperti itu. Seluruh luka dan lebam ini tidak akan cepat sembuh, terkecuali diobati memakai ramuan dari desa. Kalau waktu itu Kak Dana yang mengobati aku, saat ini sudah ada Bening yang merawatku.
Tapi ngomong – ngomong, bagaimana kabar Kak Dana ya.? Apa dia terlalu focus dengan persiapan wisudanya bersama Rani dan juga Bulan.?
Bulan. Dia pasti sangat – sangat terpukul sekali dengan kematian Purnama dan dia pasti butuh seseorang untuk menenangkannya. Walaupun saat ini dia bersama keluarga besarnya, dia butuh sosok seseorang untuk mencurahkan segala apa yang ada didalam pikirannya. Seandainya saat ini kondisiku tidak seperti ini, aku pasti akan membuatnya tenang, bagaimanapun caranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
M A T A H A R I
FantasiaCerita 18+.. Lanjutan dari cerita Perjalanan Menggapai Cita Dan Cita