BAGIAN 69 Air Mata Darah

3.4K 91 30
                                    


Pov Sandi

"Piye San.?" (Bagaimana San.?) Tanya Satria dan kami sedang dalam perjalanan untuk menemui Aldo, di kawasan ruko yang berada dipusat kota.

Aku, Satria, Yuda dan juga Surya, baru saja mendapatkan kabar dari Aldo, kalau dia telah menemukan petunjuk tentang persembunyian BD.

Malam ini rencananya kami akan mengintai markas mereka dan kalau benar markas mereka ada disana, kami akan langsung memulai pertempuran malam ini juga.

"Apanya yang bagaimana.?" Tanyaku balik dan aku duduk disebelah kiri depan, Satria memegang setir disebelah kanan dan duo bidji duduk dikursi tengah.

"Apa kita gak melibatkan Mas Pandu dan yang lain, dalam penyerangan kali ini.?" Tanya Satria lagi.

"Jangan dulu menghubungi mereka, karena kita belum tau pasti markas mereka disana atau tidak. Lebih baik kita memastikannya dulu bersama Aldo." Jawabku.

"Kok gitu.?" Tanya Surya.

"Kita itu sudah berhari – hari mencari markas mereka dan informasi seperti ini juga berulang kali kita dapatkan. Berulang kali juga tempat yang kita datangi selalu saja kosong dan kita tidak mendapatkan hasil apapun." Jawabku.

"Berarti kalau jadi kesana, kita berjudi ya.?" Giliran Yuda yang bertanya.

"Iya. Kalau mereka tidak ada, kita balik. Kalau ada, kita bertarung." Jawabku sambil membuka kaca mobil dan ketiga sahabatku inipun langsung terdiam.

"Kenapa.? Kalian takut kalau kita berlima melawan mereka.?" Tanyaku sambil mengeluarkan bungkusan rokokku, lalu aku mengambilnya sebatang dan membakarnya.

"Bukannya takut, cuma ada sedikit keraguan dihati dan itu pasti sama dengan yang kamu rasakan." Jawab Satria sambil melirikku.

Jawaban yang dilontarkan Satria memang benar dan justru keraguan yang ada dihatiku, jauh lebih besar dari pada apa yang dia rasakan.

Jujur hatiku agak ragu dan pikiranku masih belum bisa menerima, walaupun Aldo sudah meyakinkan kalau markas BD telah berhasil dideteksinya.

Bukannya aku meremehkan kejelian Aldo dalam mencari informasi, tapi aku merasa ada sesuatu yang ganjal disini.

Bayangkan saja, kami sudah berhari – hari menelusuri seluruh pelosok kota ini maupun kabupaten sekitar, tapi tetap saja kami tidak bisa menemukan mereka satu orang pun. Terus kenapa Aldo bisa seyakin itu dan kenapa aku tidak memberinya pengertian.?

Untuk saat ini, mau tidak mau, suka atau tidak suka, informasi sekecil apapun harus segera ditindak lanjuti, karena hanya itu yang bisa kami lakukan.

Kalaupun nanti seandainya mereka kami temukan, aku merasa ada rencana besar yang akan mereka lakukan malam ini. Mereka akan membagi menjadi beberapa kelompok dan kami sengaja difokuskan kemarkas mereka, untuk menghadapi salah satu kelompok, sedangkan kelompok yang lain akan dengan mudah melakukan aksi yang entah apa itu di Kota Pendidikan.

Itulah alasanku kenapa aku tidak meminta Mas Pandu dan yang lain untuk bergabung dengan kami, agar mereka bisa bergerak ketika ada sesuatu yang terjadi di kota.

Tapi semoga saja ini hanya pikiranku dan semoga saja anggota BD beserta pemimpinnya, ada di satu tempat yang akan kami tuju, sehingga kami bisa focus untuk melawan mereka semua. Untuk masalah kekuatan dalam mengimbangi pasukan BD, nanti aku akan menghubungi sebagian orang kepercayaanku untuk bergabung bersama kami.

"Hiuufftt, huuuu." Aku menghisap dalam – dalam rokokku, sambil menatap kearah bulan purnama yang sedang bersinar dengan sempurna.

"Bengi iki hawane kok rode bedo yo.?" (Malam ini hanya hawanya kok agak beda ya.?) Tanya Surya dan aku juga merasakan hal itu.

M A T A H A R ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang