Pov Banyu
Pagi yang cerah, untuk jiwa yang merana. Bagaimana gak merana, pagi – pagi buta aku sudah disuruh Mas Angger mendorong sepeda motor sport yang besar, mulai dari depan kosan sampai pertigaan kampus teknik kita.
Kepala, leher, dada, punggung, selangkangan sampai bijiku, terasa basah oleh keringat. Kemeja putih yang aku kenakan juga basah dan terlihat agak kumal, seperti pakaian yang baru diperas. Sempak.
Kalau kata Mas Kenzie yang aku lewati tadi, anggap aja ini sebagai pemanasan sebelum mengikuti orientasi dikampus teknik kuru. Tapi kalau kataku, ini bukan pemanasan, tapi sudah menjurus penyiksaan. Untung tadi yang menyuruh Mas Angger, coba yang menyuruh panitia orientasi dari kampus teknik kuru, sudah kutempelkan telinganya dilubang knalpot motor sport ini, lalu aku menarik gasnya kencang – kencang. Bajingan.
Terus bagaimana.? Ya gak bagaimana – bagaimana lagi. Kemejaku sudah agak kering, karena udara pagi ini sangat dingin dan aku mengendarai sepeda motor sport dengan sangat cepat. Ya semoga saja sampai didalam kampus teknik kuru nanti, panitia keamanan tidak memancingku untuk berbuat kerusuhan.
Saat ini aku masih bersitirahat tidak jauh dari kampus teknik kuru, untuk menenangkan pikiranku. Kalau dalam kondisi emosi yang meninggi aku nekat masuk kedalam kampus, bisa – bisa aku tabrak semua panitia yang sedang berdiri itu. Sempak.
Oh iya, saat ini aku beristirahat didepan warung makan yang masih tutup. Sepeda motor aku parkirkan didepan dan aku duduk di teras warung yang ada kursinya. Suasana sudah agak terang dan terlihat peserta orientasi sudah mulai berdatangan, serta berlarian ke arah gerbang kampus teknik kuru. Panitia juga menyebar disekitar jalanan depan kampus dan ada yang berdiri tidak jauh dari tempatku beristirahat ini.
Aku angkat celana kainku yang berwarna hitam dan aku mengambil bungkusan rokokku yang aku selipkan dikaos kaki. Kenapa aku menyembunyikan bungkusan rokokku dikaos kaki.? Ya tentu saja karena ada larangan merokok selama kegiatan orientasi ini. Tapi bukan itu alasan yang membuatku menyembunyikan rokokku, melainkan karena Mas Angger dan Bang Badai yang sudah mewanti – wanti aku untuk mengikuti aturan orientasi yang ada dikampus teknik kuru.
Terus kenapa aku nekat melanggar aturan tentang rokok.? Ya karena para panitia itu seenaknya merokok dihadapan kami. Contohnya pagi ini, mereka semua berteriak – teriak disana, sambil memegang batang rokok yang menyala, lalu setelah itu mereka mengisapnya dengan santai. Kan sempak banget kalau begitu.
Ah sudahlah. Percuma juga membicarakan mereka yang katanya membuat aturan untuk kebaikan, tapi nyatanya mereka sendiri yang mencontohkan hal buruk. Orang bodoh yang menggunakan kebodohannya, untuk mengatur orang – orang yang pintar.
Aku ambil sebatang rokokku, lalu aku membakarnya. Aku simpan lagi korek didalam bungkusan rokokku dan aku menyelipkan bungkusan rokokku didalam kaos kakiku.
Sebenarnya bisa saja aku mengantongi bungkusan rokokku dikantong celana atau kantong kemejaku, tapi aku pasti akan berkelahi dengan panitia keamanan. Dan lagi – lagi bukannya aku takut kalau berkelahi dengan panitia keamanan, tapi karena factor Kak Mita yang menjadi bagian panitia dalam orientasi tahun ini. Kan gak lucu kalau bijiku didengkuli sama Kak Mita, bisa gagal ginjal akut nanti. Sempak.
"Hiuuffftt, huuuu." Aku menghisap rokokku dalam – dalam, lalu mengeluarkan asap yang tebal dari dalam mulutku. Beberapa panitia yang berada tidak jauh dari tempat dudukku ini, langsung melihat ke arahku sambil saling berbisik.
Akupun cuek saja menghisap rokokku, karena aku melakukannya diluar kampus. Tidak ada aturan yang mengikat, kalau kita berada diluar pagar kampus. Aku bisa menggila kalau sampai mereka berani menegurku. Rambut mereka bisa aku jambak satu persatu, lalu wajahnya aku hantamkan kejalan. Gimana.? Sudah garang gak aku.? Assuu.
KAMU SEDANG MEMBACA
M A T A H A R I
FantasíaCerita 18+.. Lanjutan dari cerita Perjalanan Menggapai Cita Dan Cita