***
Ragu-ragu Aku mengetuk pintu kamar Andra yang letaknya memang saling berhadapan dengan kamarku. Ini sudah pukul setengah sembilan malam, Andra juga nggak keluar kamar sejak makan malam tadi. Aku tentu mengetahui kesibukannya yang tengah menyusun skripsi, tetapi Aku juga tidak mungkin membiarkan perutku keroncongan pengen nyemil.
"Kalau mau ngajak keluar Gue nggak mau, Teh."
Mungkin saking seringnya Aku menganggu Andra di jam-jam seperti ini hanya untuk mengantarku keluar mencari makanan, Andra jadi sudah hafal kebiasaanku. Namun, seperti kasus-kasus sebelumnya Aku selalu berhasil memaksa Andra hingga akhirnya pemuda itu manut dan mengantarku.
"Cuma nganter doang kali, Ndra. Aku juga nggak ada niatan buat nongkrong. Ayolah, cuma beli cilor atau gak batagor, deh." Aku mulai melontarkan kalimat-kalimat berisi rayuan. Andra masih belum membukakan pintu apa lagi mengizinkanku masuk ke dalam kamarnya.
"Apaan nggak sampe nongkrong. Biasanya juga sering minta keliling dulu, males ah." See? Dia bahkan sampai hafal trik-trik licikku.
"Yaelah Dra, jam sembilan juga udah pulang lagi. Lagian Aku juga sibuk kali bukan cuma kamu aja." Kalau nggak berhasil dengan merayu, maka seharusnya Andra bisa luluh saat Aku meledeknya karena hal itu mungkin akan cukup melukai harga dirinya.
"Ya kalau sibuk ngapa ngajakin keluar? Aneh banget."
Mataku membelalak lengkap dengan bibir mengerucut. Walau begitu Aku tidak akan menyerah begitu saja.
"Sebentar, Dra. Cuma se ben tar!" Aku sampai mengeja kata terakhir dan memberi penekanan pada kata itu agar dapat meyakinkan Andra.
"Yaudah sendirian aja bisa kali. Banyak ojol juga."
Andra lama-lama ngeselin juga ya. Padahal biasanya dia bisa luluh dalam satu rayuan atau ledekan.
"Kamu careless banget sih Dra sama Teteh sendiri. Lagian ini udah malem, kamu nggak khawatir apa kalau aku sampe diapa-apain sama driver ojolnya."
"Nethink mulu. Yang jahat emang banyak, bukan berarti yang baik udah nggak ada."
Karena kesal Aku pun masuk begitu saja ke kamar Andra. Aku kira lelaki itu sedang sibuk mengerjakan skripsi, tapi ternyata dia malah asik main game. Saat kepergok, Andra langsung terperanjat kaget dan langsung berdiri. Ponselnya bahkan sampai terjatuh ke lantai. Raut muka lelaki itu langsung berubah pias.
Seketika senyum licik terbit dari bibirku. Kayaknya Aku bakalan menang lagi dalam memaksa Andra untuk mengantarku malem-malem buat nyari batagor atau cilok, atau cemilan apapun yang bisa bikin perutku berhenti berontak.
Aku melipat tangan di depan dada. "Oh ini yang katanya mau begadang buat nyusun skripsi, tapi nyatanya malah asik main papji."
Sebuah decakan lolos dari bibirku begitu mulut Andra terlihat terbuka dan menutup beberapa kali seolah sulit untuk mengatakan sesuatu.
"Santai aja, Dra. Aku gak bakalan bilang sama orang tua kamu. Aku juga tahu kamu pasti lelah dan pengen rehat. Bikin skripsi sulit kan ya?"
Andra tampak mengembuskan napas lega. Raut wajahnya juga tidak setegang tadi, ia bahkan sudah mengambil ponselnya yang sempat terjatuh lalu kembali duduk tepi kasur.
"Kuy anterin Aku keluar," ajakku lalu melemparkan senyum hangat.
Air muka Andra kembali berubah kecut. Namun, tidak ada penolakan yang keluar dari bibirnya. Lelaki itu bergegas memakai jaket dan menyabet kunci motor yang tergeletak di atas meja belajarnya. Sepertinya ia langsung paham atas arti senyumku barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Wedding
Romance"Niatnya cari tunangan sewaan, eh tau-taunya malah dapet suami beneran." Kalimat itu sudah cukup mendeskripsikan kisah cinta dari Hanum Wardani. Di tengah-tengah pelariannya. Masa lalu kembali membawanya pada masalah rumit yang membuat ia dilema. Te...