UW-20

4.4K 317 9
                                    

Happy Reading, Dear.

...

Tepat setelah salat zuhur, Mas Akbar mengajakku ke sebuah cafe untuk bertemu dengan temannya. Saat Aku bertanya lebih detail, dia hanya bilang kalau mereka teman SMA sekaligus teman kuliahnya dan ia ingin mengenalkanku pada mereka. Sepertinya teman yang Mas Akbar maksud ini punya hubungan khusus, i mean mereka bukan cuma sekadar teman biasa. Buktinya Mas Akbar sampai harus repot-repot membawaku untuk mengenalkannya pada mereka.

Dan cafe yang dimaksud Mas Akbar ternyata adalah sebuah cafe yang cukup terkenal. Tempatnya yang begitu instagramable sering kali dijadikan spot foto atau konten hingga cafe ini sering kali muncul di fyp tiktok-ku maupun di instagram. Dan fakta lain yang lebih mengejutkannya adalah bahwa pemilik cafe ini merupakan Mas Akbar, iya suamiku.

"Padahal di cafenya Akbar banyak yang jomblo. Lo sering banget nongkrong ke sana masa nggak ada yang nyantol satu pun?" Jadi cafe yang di-mention oleh Kak Rafa saat mengajukan pertanyaan pada Kak Restu itu adalah cafe ini.

Sebelum menggelar resepsi, Aku juga sudah bertanya tentang pekerjaan Mas Akbar. Dia hanya menjawab bahwa dia mengelola Cafe, tak sangka bahwa cafe yang ia kelola dan miliki bukanlah Cafe sembarangan. Pantesan mobil yang dipakainya berasal dari merek yang cukup ternama.

"Pak Haikalnya ada?" Mas Akbar bertanya pada perempuan yang bertugas sebagai kasir.

Ada raut keterkejutan yang tergambar di wajah perempuan itu, kemudian detik berikutnya ia memasang senyum selebar mungkin dengan postur tubuh yang ditegapkan.

"Eh, Pak Akbar. Pak Haikalnya kebetulan baru aja keluar, katanya ada keperluan mendadak."

"Oh. Yaudah."

"Mau saya siapin makanan apa, Pak?"

Bukannya menjawab, Mas Akbar malah menoleh ke arahku. "Kamu mau makan apa, Yang?"

Sumpah, kenapa tiba-tiba dia memanggilku dengan sebutan itu?!

"Lho, Pak Akbar. Mbaknya ini pacarnya Bapak?"

Mas Akbar merangkul bahuku. "Kebetulan kami udah jadi suami istri."

Mulut perempuan itu menganga lebar, ada kilat tidak percaya di matanya. Pun beberapa staff yang kebetulan ada di sana ikut menyoroti kami dengan tatapan yang sama sebelum akhirnya mereka mengucapkan selamat setelah Mas Akbar mengucapkan maaf karena tidak mengabari serta menjelaskan kenapa acara kami begitu private.

"Pesennya bisa nanti, gak? Aku pengen duduk dulu." Aku mengangkat suara setelah sebelumnya hanya tersenyum tipis menanggapi ocehan beberapa staff. Kakiku cukup terasa pegal karena kami berdiri agak lama untuk berbincang dengan para staff, walau obrolan didominasi oleh Mas Akbar dan Aku hanya sesekali ikut menyahut.

Kalau diamati, Mas Akbar dan karyawannya itu terlihat berinteraksi layaknya teman biasa. Padahal secara status Mas Akbar merupakan bos di sini, tetapi, memang Mas Akbar memperlakukan staffnya dengan ramah seakan sekat tak kasat mata bernama status itu tidak ada.

"Yaudah, saya tinggal dulu. Selamat bekerja kembali," pungkas Mas Akbar sebelum membawaku untuk duduk pada sebuah meja melingkar yang dapat di isi oleh empat orang.

"Kalau kamu mau makan siang. Lebih baik kamu pilih nasgor aja, di sini cuma tersedia beberapa makanan berat doang. Soalnya fokus cafe ini cuma ke cemilan buat nongkrong." Mas Akbar menjelaskan tanpa diminta saat Aku sedang melihat-lihat menu cafe ini. Dan benar saja, makanan berat yang tersedia di cafe inu hanyalah nasi goreng, spaghetti, dan tiga menu lainnya yang kurang familiar bagiku.

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang