Sekitar pukul jam setengah sepuluh pagi Mbak Zahra mengajakku pergi. Usut punya usut ternyata Mbak Zahra membawaku ke Bandara Husain Sastranegara, katanya ia mau menjemput Papanya yang sekitar jam setengah sebelas akan landed di Bandung dari Surabaya.
Kagumnya Mbak Zahra dapat menyetir mobil, ia sengaja mengajakku untuk menemaninya selama di perjalanan dan agar ada orang yang menjaga Shafira. Sementara itu Mas Akbar dan Kak Husein, subuh tadi kompak berangkat ke Tangerang. Sebetulnya Aku nggak tega membiarkan Bunda sendirian di rumah, di sisi lain Aku juga nggak mungkin menolak ajakan Mbak Zahra. Kasihan dia bila harus menyetir sendirian dengan membawa Shafira pula. Oleh karena itu sebelum berangkat tadi Aku sudah meminta Bi Nina untuk menemani Bunda.
"Kalian romantis banget, ya."
Hah? "Siapa Mbak?" tanyaku cengo, pasalnya Aku tidak mengerti siapa yang sedang dibicarakan Mbak Zahra. Aku dan Mas Akbar, kah?
Alih-alih langsung menjawab, Mbak Zahra malah terkekeh dengan pandangan yang terus fokus ke jalanan. "Ya kalian lah. Kamu sama Akbar maksudnya. Mbak gak nyangka aja walau kalian berawal dijodohin tapi baru beberapa bulan nikah udah mesra aja."
Giliran Aku yang terkekeh. Agak bingung juga harus menanggapi dengan bagaimana. Pun heran kenapa Mbak Zahra bisa menyimpulkan seperti itu. Padahal Aku dan Mas Akbar tidak pernah mengumbar kemesraan.
"Mbak kemarin liat kalian masak berdua. Nggak sengaja juga denger percakapan kalian pas Mbak mau ke dapur buat nyari minuman. Interaksi kalian seru banget kalo diliat-liat."
"Mbak bisa aja." Aku mengusap keringat pada kening Shafira yang kini tengah lelap dalam pangkuanku. "Tapi kalo boleh jujur perjodohan nggak seburuk itu juga. Emang udah jodohnya aja kali ya, jadi semuanya dipermudah."
Dari matanya yang menyipit, sepertinya Mbak Zahra sedang tersenyum. "Syukurlah. Mbak seneng dengernya. Tau gak sih Mas Husein tuh sampe khawatir banget sama kalian. Karena kalian 'kan dinikahkan secara mendadak, belum pernah kenalan juga. Rasanya tuh pas awal keknya peluang keberhasilannya bakalan dikit banget. Tapi ngeliat kalian udah sampe di titik ini aja tuh bikin Mas Husein lega."
Mbak Zahra gak tahu aja bahwa Aku selaku pengantin lebih-lebih merasa khawatir. Aku kerap kali meragukan pernikahan ini, tetapi, setelah berada satu atap dengan Mas Akbar perasaan ragu itu mulai menghilang.
"Kamu kenapa mau menerima Akbar? Padahal kaian belum pernah mengenal sebelumnya."
Aku terkikik pelan sebelum menjawab. "Nggak ada pilihan lain sih, Mbak. Posisi Aku sama Mas Akbar tuh benar-benar persis sama. Mas Akbar didesak nikah sama Abah, dan Aku waktu itu lagi nyari seseorang buat Aku sewa jadi tunangan. Eh, Bunda malah datang ngelamar. Jadi, yaudah deh terima aja. Mana Bang Faris sama Bi Nina udah excited banget."
Mbak Zahra menatapku sekilas, pupilnya melebar setelah mendengar jawabanku."Kok, bisa gitu? Ngapain kamu nyari tunangan sewaan?"
Iya, Aku juga nggak tahu kenapa keadaannya bisa sama seperti itu. "Mau pamer sama temen, biar nggak diledekin jomblo mulu. Lagian, kenapa nggak dicoba aja? Hahaha."
Perkataanku sukses mengundang tawa Mbak Zahra hingga Shafira menggeliat kecil, mungkin karena merasa terganggu.
"Bisa-bisanya kayak gitu. Bener ya, kalo yang namanya jodoh mau serumit atau se-nggak masuk akal apapun jalannya, tetep aja dipersatukan." Aku mengangguki perkataan Mbak Zahra. Tentu saja bila Aku tidak sedang berada di posisi kepepet kayak gitu, Aku pasti memikirkan seribu kali untuk menerima lamaran tersebut dan menikah saat itu juga.
"Kamu beneran lagi promil atau cuma mau nyenengin Bunda aja?" Emang, ya, yang seumuran lebih memahami perasaanku.
"Kalo bisa dua-duanya kenapa nggak, Mbak?" Namun, Aku nggak mungkin mengiyakan asumsi kedua Mbak Zahra yang merupakan sebuah kebenaran. Biar itu menjadi rahasia pribadi Aku dan Mas Akbar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Wedding
Romance"Niatnya cari tunangan sewaan, eh tau-taunya malah dapet suami beneran." Kalimat itu sudah cukup mendeskripsikan kisah cinta dari Hanum Wardani. Di tengah-tengah pelariannya. Masa lalu kembali membawanya pada masalah rumit yang membuat ia dilema. Te...