UW-30

3.8K 343 12
                                    

"Nu, Humaira di bawa ke rumah sakit. Aku nggak pernah nyangka kalau kamu suka sama Kak Adam. Kenapa kamu nggak pernah bilang sama Aku?"

Sepanjang jalan menuju rumah sakit, ucapan panjang yang terlontar dari mulut Azizah itu setia berdengung di kepalaku. Perasaanku sudah campur aduk saat ini. Aku nggak pernah menduga kalau Humaira akan memberi tahu rahasia itu pada Azizah di saat Aku mati-matian menyembunyikannya dari Azizah.

Kenapa Humaira nggak bisa menghargai usahaku. Dan mengapa dia malah semakin memperumit hubungan persahabatan kami. Kini, bukan hanya Aku dan dia saja, tapi perempuan itu sudah melibatkan Azizah ke dalam masalah pribadi kami yang seharusnya bisa diselesaikan dalam satu kali pertemuan. Sebetulnya apa yang Humaira inginkan?

Aku menoleh pada Mas Akbar saat lelaki itu menautkan jemari kirinya pada jemari kananku. Dia sudah beberapa kali mengajukan pertanyaan, namun, Aku terus memilih bungkam saking tak tahu harus mengatakan apa.

Dia melempar senyum hangat, melalui tatapan teduhnya ia seolah menyalurkan kekuatan pada diriku yang sedang rapuh-rapuhnya ini.

"Mas, berhenti!"

Mas Akbar terpaksa harus menginjak rem secara mendadak saat tiba-tiba Aku memberikan titahan tersebut karena mendapati Azizah yang tengah berada di parkiran rumah sakit. Padahal sebentar lagi Mas Akbar hendak memarkirkan mobilnya di depan.

Aku bergegas turun dari mobil lalu menghampiri Azizah. Perempuan yang sering menghabiskan waktunya denganku di masa SMA itu memalingkan muka begitu Aku berdiri di depannya. Walau begitu Aku tetap melemparkan senyum lebar seolah tak terjadi apa-apa.

"Ngobrol dulu, yuk, Zi," ajakku sambil menggenggam lengannya yang langsung ia tepis begitu saja, hal itu cukup menyakiti hatiku.

"Aku beneran kecewa sama kamu, Nu. Lebih baik kamu pergi dari sini sekarang!"

Seriously? Rasanya aku ingin tertawa kencang sekarang, siapa yang menjadi korban di sini? Dan siapa yang sangat dirugikan di sini? Apa mencintai seorang ikhwan se-berdosa itu sampai-sampai Aku harus menanggung kebencian dari dua orang sahabatku sekaligus?

"Aku bisa jelasin, Zi," kataku dengan lembut walau Azizah membalasku dengan suara tinggi.

"Aku enggak mau!" tolaknya.

Aku segera menahan tangannya saat perempuan itu hendak pergi. "Sebentar aja, Zi. Aku mohon!"

Bendungan di mataku sudah memaksa keluar jika saja Aku tidak mati-matian menahannya. Ujung bibirku tertarik ke atas begitu Azizah memberikan anggukan persetujuan, setelahnya Aku membawa Azizah masuk ke dalam mobil.

"Kamu mau jelasin apa sama Aku? Tentang rasa sukamu sama Kak Adam? Aku udah tahu, kok!" Nada sarkas itu begitu menusuk gendang telingaku.

Menarik napas dalam-dalam, Aku terus mencoba menenangkan diriku walau sebetulnya Aku ingin sekali menangis histeris.

"Iya, Aku cuma pengen mengakui hal itu. Aku mungkin pernah menyukai Kak Adam, Zi, tapi itu dulu. Rasa itu udah nggak ada sekarang. Emang salah ya Aku memiliki rasa itu, Zi? Sampai-sampai kamu sebegitu marahnya sama Aku."

"Aku kecewa sama kamu, Nu. Kenapa?! Kenapa kamu nggak ngasih tahu Aku sejak dulu dan memilih memendamnya?! Kamu bahkan ngilang tanpa kabar gitu aja padahal sebelumnya kita nggak ada masalah. Kenapa kamu harus melarikan diri seperti itu, Nu?"

Sebagian pertanyaan Azizah sama persis dengan yang Humaira layangkan. "Maaf kalau Aku bikin kamu bingung karena tiba-tiba ngilang tanpa kabar dari kamu. Iya, Aku salah karena saat itu Aku malah memilih lari padahal bisa saja Aku menghadapinya. Tapi ... itu agak sulit bagi Aku, Zi, terutama pada saat itu. Aku mungkin nggak berpikiran panjang ke depannya dan nggak memikirkan kamu sama sekali. Aku nggak tahu kalau keputusan yang kuambil waktu itu bakalan berakhir kayak gini. Aku minta maaf."

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang