"Akbar masih belum pulang, Neng?"
Ini sudah kali ketiga Bunda menemuiku untuk bertanya tentang putra bungsunya yang masih setia berada di luar sejak pergi sehabis magrib dan terhitung sampai jam setengah sepuluh belum tampak batang hidungnya.
"Udah otw di jalan katanya, Bun. Bunda lebih baik tidur aja," dustaku, setidaknya agar Bunda nggak merasa khawatir dan berpikiran macam-macam. Toh, sebelum berangkat pun Mas Akbar sudah mewanti-wantiku untuk tidur lebih dulu jika dia pulang terlalu malam.
"Bagus kalau gitu. Bunda cuma khawatir aja, apa lagi dia ninggalin kamu sendirian di rumah. Harusnya kalau udah punya istri, bisa lah tahu waktu." Duh, Mas Akbar otw kena damprat dari Bunda, nih, kalau nggak pulang-pulang terus. Aku, sih, gak masalah kalau dia pulang malem atau nggak pulang sekalian. Kan enak pas tidur nggak ada yang main peluk sampe belit-belit kayak ular.
"Bunda tenang aja, tadi Mas Akbar juga ngabarin dia lagi ada problem dikit. Makanya pulangnya agak kemaleman." Padahal mah boro-boro nanyain kabar atau kapan mau pulang, sedari tadi saja Aku tidak memainkan handphone karena asik bermain dengan Shafira sampai dia ketiduran.
Aku mengembuskan napas lega begitu Bunda keluar dari kamarku dengan wajah lelahnya yang masih berusaha menampakkan ekspresi ceria. Bergegas Aku mengambil handphone untuk sekadar mengirim pesan pada Mas Akbar.
Mas Akbar
Kalian nggak salah lihat, kok. Aku hanya memberi nama sesingkat itu pada lelaki yang menjabat sebagai suamiku, tanpa embel-embel lainnya atau emot love. Bahkan kontaknya juga Aku tenggelamkan di bagian arsip.
Mas! Buruan pulang, Mas udah ditanyain Bunda, nih. Tapi ... kalau mau diamuk Bunda ya silakan gausah pulang aja, hehe.
Harusnya orang yang lebih khawatir mengenai kabar Mas Akbar adalah Aku, selaku istrinya. Memang, istri mana yang bisa tahan ditinggal nongkrong suaminya selama ini?
Bentar lagi saya pulang, kamu tidur duluan aja.
Ya gimana mau tidur kalau suaminya sendiri belum pulang dan Bundanya nanyain terus. Justru sebagai seorang istri yang baik Aku berusaha mempertahankan Image yang baik tentang suaminya di depan mertuanya. Kurang apa lagi coba?
Ditunggu, Mas. Bukan apa-apa, cuma dari tadi Bunda udah nanyain terus. Dia khawatir banget sama Mas.
Setelah pesan itu terkirim, Aku meletakkan ponsel ke atas nakas. Detik itu juga Aku mutusin buat nggak tidur sebelum Mas Akbar pulang. Jaga-jaga kalau Bunda nanyain lagi.
Iseng-iseng Aku mencoba membuka pintu ruang kerja Mas Akbar setelah sebelumnya merasa puas karena telah menjelajah seluruh sudut kamar Mas Akbar. Sampai-sampai Aku menemukan foto masa kecilnya yang dia simpan dengan rapi di sebuah laci.
Seutas senyum terbentuk di bibirku ketika pintu itu dapat dibuka dan tidak dikunci. Saat pertama masuk, ruangannya gelap sekali. Aku meraba-raba dinding untuk menemukan sebuah saklar lampu dan ... got it. Aku berhasil menemukannya hingga sebuah lampu kecil yang tergantung di tengah itu menyala temaram. Sepertinya Mas Akbar tidak suka ruangannya terlalu terang.
Sejenak Aku menyapukan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Ruangannya tidak terlalu luas, mungkin ada kali ya setengah dari luas kamar Mas Akbar. Walau tidak begitu luas, Mas Akbar berhasil mendesain ruangan ini hingga terlihat cukup luas dengan penataan ruang dan pemilihan furniture yang pas. Didalamnya ada meja kerja berikut sebuah komputer, ada sebuah sofa panjang juga, lebih dari itu Aku terpesona pada rak tinggi dan lebar yang penuh dengan buku-buku. Ini udah mirip kayak little library, sih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Wedding
Romance"Niatnya cari tunangan sewaan, eh tau-taunya malah dapet suami beneran." Kalimat itu sudah cukup mendeskripsikan kisah cinta dari Hanum Wardani. Di tengah-tengah pelariannya. Masa lalu kembali membawanya pada masalah rumit yang membuat ia dilema. Te...