Aku dan Mas Akbar baru tiba di Bandar Udara internasional Juanda tepat pada pukul tujuh lebih empat puluh menit. Setibanya di sana Mas Akbar langsung menyuruhku untuk menunggu di sebuah tempat makan yang berada di terminal satu. Lelaki itu juga memintaku untuk memesan makanan lebih dulu mengingat perut kami berdua sama-sama lapar. Sementara itu, ia sendiri tengah pergi ke toilet. Katanya sih perutnya bermasalah.
Karena kurang suka dengan menu-menu yang disediakan, berakhirlah Aku memesan Hot Chocolate dan French-fries saja. Sementara itu Aku memesankan Mas Akbar chicken.
Hot Chocolate-ku sudah tersisa setengah, namun, Mas Akbar belum keliatan batang hidungnya sama sekali. Aku juga beberapa kali mengirimnya pesan, tapi statusnya hanya centang abu. Apapun itu Aku berharap pencernaan Mas Akbar tidak sedang bermasalah.
Tiba-tiba saja seorang pria yang kutaksir usianya sudah menginjak kepala empat menghampiriku. Ia bahkan duduk di hadapanku tanpa meminta izin terlebih dahulu. Dan ketakutanku bermula dari sana.
Awalnya Aku merasa tidak terganggu sama sekali sampai suatu ketika dia mengajakku mengobrol. Mulanya hanya percakapan basa-basi, tapi setelahnya pria itu melemparkan perkataan-perkataan flirting yang tentu membuatku was-was dan waspada.
"Kamu cantik banget. Body kamu juga lumayan."
Aku menelan ludah kasar saat mata lelaki itu memandangku dengan sorot genit. Ia bahkan beberapa kali berfokus pada area dadaku. Dalam keadaan seperti itu seluruh tubuhku mendadak lemas seolah tak bertulang. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan karena rasanya Aku ingin menangis saat itu juga. Bahkan Mas Akbar sendiri tidak pernah menatapku dengan sorot seduktif.
Aku segera menarik tanganku ketika pria itu mencoba menyentuhnya. "Kalau Bapak nggak keberatan, lebih baik Bapak pindah tempat aja. Suami saya sebentar lagi datang ke sini. Meja yang lain juga masih kosong," usirku dengan sehalus mungkin.
"Justru sebelum suami kamu sampai ke sini, ada baiknya saya temenin kamu. Nggak baik kalau perempuan cantik kayak kamu ditinggal sendirian."
Aku menggigit bibir bawah yang sialnya malah kian mengundang kilat gairah dari pelupuk matanya.
"Suami kamu pasti seneng banget dapat istri kayak kamu. Kalau pelayanan suami kamu kurang bagus, you can call me honey."
Tenggorokanku tercekat. Kedua tanganku juga sudah gemeteran. Pria mata keranjang ini benar-benar membuatku muak. Nahasnya kedua mulutku seperti terkunci rapat. Untuk mengumpatinya saja Aku tidak bisa.
"Jangan takut gitu. Santai aja, babe."
Mas Akbar. Kamu di mana?!
Baru saja Aku ingin meneriakkan nama lelaki itu, Mas Akbar sudah muncul di sisiku. Kedatangan Mas Akbar seketika membuat pria itu pergi sendiri tanpa diusir. Aku yang ketakutan langsung menghamburkan diri pada Mas Akbar.
"Mbak pesenenannya bisa tolong dibungkus aja, ya."
Tangisku pecah setelah Aku masuk ke dalam taksi online bersama Mas Akbar. Di sepanjang jalan menuju parkiran Aku hanya bisa memeluk lengan Mas Akbar dengan wajah menunduk.
"Gapapa. Kamu udah aman, kok. Maaf karena saya terlambat jemput kamu." Sekujur tubuhku masih bergetar hebat walau Mas Akbar sudah memelukku. Tapi ... rasa takut itu perlahan menghilang dan terganti oleh rasa aman dan nyaman.
"Tadi dia sempet mau sentuh Aku, Mas," aduku masih dengan isak tangis yang belum reda. Kilasan peristiwa barusan itu terus berputar di kepalaku.
"Bagian mana yang dia sentuh?"
"Tangan ... tapi nggak sempet karena Aku langsung menghindar." Aku terus menyembunyikan wajah di dada Mas Akbar. Meski ia tak berhasil menyentuhku, tapi perasaan rendah diri itu tetap menyergapku. Aku merasa terhina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Wedding
Romance"Niatnya cari tunangan sewaan, eh tau-taunya malah dapet suami beneran." Kalimat itu sudah cukup mendeskripsikan kisah cinta dari Hanum Wardani. Di tengah-tengah pelariannya. Masa lalu kembali membawanya pada masalah rumit yang membuat ia dilema. Te...