Berharap Mas Akbar mengalah adalah sebuah kemustahilan. Ia terlalu egois dengan semua keputusannya sampai-sampai Aku ingin sekali menghajarnya. Sepanjang perjalanan wajahku tertekuk karena keputusannya untuk menggunakan motor tua milik Bang Faris.
Kalau sampai motor tua ini mogok di jalan, akan kupastikan Mas Akbar tidak tidur di kamar. Padahal seringnya motor tua ini menyusahkan pengendaranya karena acap kali membuat masalah saat digunakan. Tetapi, hari ini motor milik Bang Faris bisa melaju dengan lancar tanpa ada kendala apapun. Kukira ini sebuah keajaiban, atau mungkin Bang Faris telah memperbaiki mesinnya.
"Aku kan udah bilang sama Mas buat pake mobil aja. Soalnya belanjaan Mbak Dini lumayan banyak." Aku mengerucutkan bibir lantaran troli yang Mas Akbar dorong sudah lumayan penuh oleh barang belanjaan Mbak Dini, padahal masih ada beberapa barang lain yang belum dibeli. Dan semua belanjaan ini nggak akan muat kalau dibawa pake motor.
"Nggak papa, saya mau langsung kirim ke rumah pake Go-Send aja. Soalnya abis belanja saya mau ajak kamu ke ...."
Aku praktis menoleh pada lelaki itu saat ucapannya menggantung begitu saja. "Ke mana?" tanyaku diliputi penasaran.
"Ntar kamu juga tau sendiri, kok." Mas Akbar melewatiku begitu saja dan membiarkanku menebak-nebak ke mana dia akan membawaku pergi setelahnya. Walau begitu, berita ini cukup membuatku tersenyum bahagia. Setidaknya Aku tidak akan kembali dengan tangan kosong setelah panas-panasan dan macet-macetan di sepanjang jalan.
"Bukannya facewash Mas udah habis, ya?" tanyaku saat kani berada di antara rak berisi produk perawatan seluruh tubuh.
"Iya, ini udah saya masukkin." Mas Akbar menunjuk satu produk facewash yang sudah ia masukkan ke troli. Aku sendiri hanya memberi anggukan lalu mencari list belanjaan Mbak Dini selanjutnya.
"Abis ini kita mau beli apa lagi?"
Aku tak langsung menjawab, melainkan membuka ponselku dan masuk ke dalam aplikasi note. Sembari membaca list belanjaan Mbak Dini, aku juga turut mengecek barang-barang yang berada di troli untuk aku ceklis di note.
"Tinggal makanan sama susu ibu hamil," gumamku sangat pelan yang sepertinya tidak terdengar oleh Mas Akbar. Pria itu bahkan sibuk menyapukan pandangan ke isi seluruh rak.
Aku menepuk pundak pria itu, ia hanya menggerakkan dagunya usai berbalik badan.
"Biar cepet beres lebih baik kita bagi dua aja. Mas beliin buah sama sayuran karena kebetulan ada di belokan. Biar aku beli susu ibu hamil aja yang deket kasir, ntar aku tungguin di sana, ya."
Tanpa menunggu persetujuannya Aku langsung meninggalkan lelaki itu." Listnya aku kirim lewat wa," teriakku setelah berada cukup jauh darinya.
Samar-samar kulihat Mas Akbar mendelikkan mata dan menggerutu pelan. Sayur dan buah-buahan yang kumaksud bukan sedikit jumlahnya, tetapi, lumayan agak banyak karena stok untuk dua minggu. Mungkin. Berhubung Aku sedang agak malas pun tubuhku terasa lemas karena ini baru hari keduaku mens, jadilah Aku memanfaatkan pria itu.
Tiba di rak per-susuan, mataku dengan lincah memindai seluruh isi rak hanya untuk menemukan sebuah susu ibu hamil dari satu brand di antara beberapa brand lainnya. Nahasnya yang semakin membuatku agak pusing adalah varian rasa yang begitu banyaknya. Dari satu brand saja bisa terdapat tiga varian rasa.
Di menit ketiga barulah Aku dapat menemukan susu ibu hamil yang Mbak Dini inginkan. Aku tidak langsung mengambilnya melainkan mengamati gambar ibu hamil yang terletak di depan kotak susunya dengan pose sambil mengusap perutnya yang membesar.
Seketika Aku juga membayangkan berada di posisi itu. Lucu juga kayaknya kalau perut Aku mulai membesar, kemudian pinggulku terasa pegal dan tak bisa berdiri lama-lama. Belum lagi perasaan senang saat bisa merasakan tendangan si bayi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Wedding
Romance"Niatnya cari tunangan sewaan, eh tau-taunya malah dapet suami beneran." Kalimat itu sudah cukup mendeskripsikan kisah cinta dari Hanum Wardani. Di tengah-tengah pelariannya. Masa lalu kembali membawanya pada masalah rumit yang membuat ia dilema. Te...