UW-19

4.2K 273 7
                                    

Happy Reading, Dear.

...

Entah tepat pada pukul berapa seseorang mengguncangkan tanganku. Karena masih ngantuk berat, Aku pun tak menggubrisnya. palingan itu Bi Nina atau Bang Faris.

"Lima menit lagi ya, Bi. Aku masih ngantuk banget ini," gumamku dengan mata yang masih terpejam. Tak ingin lagi diganggu, Aku pun membalikkan badan. Sialnya bukan pergi, seseorang yang kukira Bi Nina itu malah terus makin menggoyangkan tubuhku.

"Bi, lima menit lagi. Please, ntar Aku bangun, kok." Aku kembali bergumam. Saat guncangan itu tak lagi kurasakan, sudut bibirku sedikit naik ke atas. Bi Nina sepertinya sudah pergi.

"Lima menit apanya. Ini sudah subuh, Mbak. Azan udah dari tadi."

Begitu mendengar suara bass yang kurang familiar di telinga itu, mataku langsung terbuka. Sembari memegangi selimut, Aku membalikkan badan dan menemukan Mas Akbar yang sedang duduk di tepi ranjang. Kedua bola mataku langsung membelalak, saat ia mendekatkan wajahnya secara spontan Aku langsung menamparnya.

Plak

"Ngapain, Mas, di sini?!" pekikku. Terus terang saja Aku kaget karena mendapati dia sekamar denganku. Kami tidak seharusnya satu kamar, kan belum Bunda izinin.

Eh,

Aku menyapukan pandangan ke seluruh sudut kamar, barulah Aku tersadar bahwa Aku dan dia sudah beneran sekamar sejak kemarin. Dan ... Ah! Gimana bisa Aku menampar dia.

"Aww." Mas Akbar meringis pelan sambil memegangi pipi kirinya. Pasti rasanya sakit sekali, mana tadi tenaga yang kukeluarkan juga cukup besar.

Aku merubah posisi menjadi duduk, lantas menatapnya prihatin. "Ma-maaf, Mas. Aku beneran gak sengaja."

Bahkan untuk mengatakan kata maaf saja Aku sampai terbata karena rasa malu dan menyesal. Harusnya kekagetanku cukup dengan berteriak saja tanpa harus menamparnya. Dan kenapa juga Aku bisa lupa pada acara kemarin.

"Tangan kamu kenapa ringan banget, sih?!"

"Aku kaget, Mas. Kok tiba-tiba kita sekamar." Aku merutuk diriku setelah membalas ucapan Mas Akbar. Udah mah Aku nampar dia, eh sekarang malah mendebatnya. Istri macam apa aku ini?!

"Sini Aku liat." Aku memberanikan diri menggenggam tangan kiri Mas Akbar lalu menurunkannya dari pipinya. Tenggorokanku tercekat begitu melihat bekas tamparan yang memerah pada wajahnya.

"Biar Aku kompres pake es batu." Aku sudah beranjak dari kasur saat Mas Akbar mencekal lenganku.

"Nanti aja. Sekarang kamu wudhu dulu, gih. Kita subuhan bareng."

Tanpa membantahnya Aku pun membelokkan langkah menuju kamar mandi dengan hati yang masih diselimuti gelisah. Beberapa kali Aku menepuk dahiku, greget pada diri sendiri. Ini baru hari pertama, lho. Dan Aku sudah menciptakan image negatif di matanya.

Aku memang tak pernah berada sedekat itu dengan lelaki, tapi mulai sekarang Aku harus membiasakan diri dengannya. Pun membuang pikiran negatif bahwa bersentuhan dengan lelaki itu haram, karena dia sudah halal bagiku.

Sehabis menunaikan salat subuh berjamaah, Aku segera mengompres pipi Mas Akbar dengan air dingin karena tak menemukan es batu.

"Masih nyeri gak, Mas?" Rasa nyerinya mungkin sudah hilang beberapa menit setelah kejadian, tapi bekas merahnya itu loh yang benar-benar membuatku khawatir. Apa lagi kalau semua orang melihatnya, Aku bisa-bisa di cap istri durhaka. Nikah baru sehari, bukannya happy-happy malah dapat tamparan.

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang