UW-45

3.6K 319 34
                                    

Pada dasarnya dunia penuh dengan ketidakpastian, dan ketidakpastian itu merupakan sebuah kepastian. Siapa yang bisa mengira bahwa Aku yang dulu bercita-cita ingin menjadi budak korporat yang style-nya elegan dan hidupnya terlihat keren, kini malah terjebak dalam dunia halu. Dan siapa yang akan mengira bahwa tertanggal hari ini Aku berada di Surabaya, bersama pria yang sudah menikahiku bahkan menandaiku sebagai miliknya seutuhnya.

Sehabis salat subuh tadi, Aku kembali tertidur lelap sampai harum masakan yang menguar ke seluruh penjuru kamar mengusik hidungku. Mau nggak mau Aku bangun karena perutku juga sudah menggaduh kelaparan. Saat mengecek gadget, ternyata ini masih pukul tujuh pagi.

Senyumku mengembang ketika mendapati Mas Akbar yang tengah sibuk dengan peralatan kitchen. Padahal sebelum tidur tadi Aku sudah memintanya untuk meng-order makanan saja, karena kemungkinan besar pagi ini Aku akan bangun kesiangan.

Menyibak selimut, lantas Aku bangkit dari ranjang dan berderap pelan mendekatinya. Dari bahan masakan yang Mas Akbar gunakan, Aku sudah dapat menebak menu yang sedang ia buat.

"Padahal mau saya bangunin. Ternyata udah bangun duluan," ujar Mas Akbar, mungkin menyadari kehadiranku.

Aku memeluk Mas Akbar dari belakang, menyenderkan kepala pada punggung lebarnya seraya mengintip ke depan. Lelaki itu masih sibuk menggoreng roti. Aku kira ia sudah selesai memasak.

"Masih lama, Mas?"

"Kenapa? Kamu udah laper?" Aku tersenyum masih dalam posisi memeluknya dari belakang.

"Tadi saya bikin smoothie, makan itu aja dulu. Ada dalem kulkas, kok."

Aku mengerling senang. Sebelum melepas pelukan, tangan usilku terangkat ke dada Mas Akbar. Dan ....

"Num." Geraman itu terdengar usai Aku mencubit gemas dada Mas Akbar. Setelahnya Aku buru-buru melepaskan diri dan mengambil smoothie dengan cepat karena Mas Akbar sudah berbalik badan.

"Satu sama, Mas," kataku lalu tersenyum lebar dan melangkah cepat menuju kasur. Unit Mas Akbar itu type 1 di mana hanya terdapat satu bedroom yang ruangannya di satukan dengan ruangan lain alias tidak memiliki sekat sama sekali.

"Ini isinya apa aja?" tanyaku setengah berteriak. Soalnya warna smoothie ini terlihat ungu agak kemerahan juga.

"Blueberry, strawberry sama yogurt."

Aku ber-oh ria lantas mulai menyendoknya. Rasanya enak, perpaduan asam dan manis, tapi rasa asamnya lebih mendominasi. Aku  melangkah ke dekat jendela hanya untuk membuka gordennya. Sinar matahari pagi langsung menerangi ruangan ini.

Hangatnya menusuk pori-pori kulit. Aku yang sejak subuh tadi kedinginan merasa lebih enakan dengan berdiri tepat di depan jendela. Apa lagi saat kedua mataku melihat keluar, pemandangan kota Suarabaya dari lantai dua puluh terlihat sangat menakjubkan. Dan langit biru di atas sana seketika membuatku merapal kalimat pujian pada-Nya.

Aku membalikkan badan, menatap Mas Akbar yang terlihat khusyuk memasak. Berhubung semangkuk smoothie tak cukup mengisi perutku, lantas Aku memutuskan untuk membantu Mas Akbar agar sandwich dan pancake yang ia buat segera jadi.

"Sini, biar Aku yang bikin sandwichnya. Mas panggang adonan pancake-nya aja." Aku mengambil alih spatula. Kebetulan saat itu Mas Akbar tengah menggoreng sosis yang kukira sebagai isian sandwich tersebut.

"Kok, sosisnya cuma satu?"

"Kan kamu nggak suka daging. Atau kamu suka olahan daging kaya sosis?"

Aku menggeleng. "Nggak. Cukup mie ayam aja, yang lainnya nggak, deh."

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang