2.[18]

1.4K 261 6
                                    

Asrama Melavior, terkenal dengan warna hijau tuanya yang kusam, dan pagar bongsai tinggi yang melingkari seluruh area asrama kecuali jalan masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Asrama Melavior, terkenal dengan warna hijau tuanya yang kusam, dan pagar bongsai tinggi yang melingkari seluruh area asrama kecuali jalan masuk. Setelah melalui serangkaian drama panjang tangis-menangis, Charla-dengan mata bengkak dan hidung berair, merelakanku tinggal di asrama ini untuk tiga tahun ke depan.
Dia berjanji akan sering berkunjung untuk membawakanku makanan enak. Tony-sama parahnya dengan Charla, memberi tujuh sampai sepuluh paragraf pidato, yang berisikan apa yang harus dihindari selama tinggal jauh dari orang tua.Aku mengerti apa yang mereka cemaskan karena usiaku secara fisik masih 6 tahun.

"Terimakasih sudah mengantarku, " aku melambaikan tangan ke arah Charla dan Tony. Ke depannya, aku akan merindukan mereka. Charla dengan omelan nyaringnya, Tony yang bersiul di depan kereta kudanya, Sven yang suka kencing di balik pintu lalu para pelayan yang sering mendapatiku bertingkah aneh. Aku pasti akan merindukan mereka semua. Pokoknya emua kehebohan di dalam rumah berukuran sedang itu.

Kamarku berada di lantai dua dengan nomor 16. Teman sekamarku bernama Margareth Blouis.Mengingat nama keluarganya adalah Blouis, apakah mungkin dia memiliki hubungan dengan Madeline Blouis?.Namun siapapun gadis cilik ini, aku harap kami bisa berteman baik.Dan dia memiliki kemampuan hidup mandiri karena aku tidak mau menjadi babysitternya. Lagian, aku bukan saintess yang gemar melakukan kebaikan. Aku benci direpotkan orang, makanya aku juga sebisa mungkin tidak merepotkan orang. Bisa dibilang, selama 27 tahun hidup sebagai Leonor, aku orang yang apatis.

"Permisi", aku membuka pintu kamar. Barang-barangku telah sampai di ruangan ini lebih dulu karena Tony mengantarnya sore kemarin. Kepala seorang gadis cilik berambut biru gelap menyembul dari bawah selimut bermotif kepala kelinci. Apa dia teman sekamarku?.Margareth Blouis?.

" Se-selamat datang. Aku Margareth" ujar gadis cilik itu terbata-bata.

Bagus. Teman sekamarku adalah gadis kecil gagap yang sepertinya akan sering merepotkan di masa depan.Betapa Tuhan begitu baik hati mengirim beban ini ke pundakku. "Halo sobat. Namaku Sofia." Aku menarik kain selimut yang menutupi tubuh gadis kecil itu. Mengapa dia meringkuk seperti anak rusa ketakutan?. Apa aku benar-benar tampak seperti beruang di mata manusia lain?.

" Kyaaaa, jangan!," gadis cilik itu berteriak ketika aku merebut kain selimut kelincinya. "Aku takut, huhuhu"

Aku melempar kain motif kelinci itu ke sudut ruangan. Demi kebaikanku sendiri, aku harus mengajari anak ini untuk berani. "Dengar Margareth. Apa yang kau takutkan?"

"Tidak.tidak.kembalikan selimut itu kepadaku!," Margareth menyambar selimut kelinci yang baru saja kulempar. Setelah mendapatkan selimutnya kembali, Margareth menyembunyikan tubuhnya."Tolong, acuhkan saja aku"

"Kau akan menyesalinya Margareth" aku menghempaskan tubuhku ke atas ranjang. " Besok kita sudah mulai bersekolah. Kau kira di kelas hanya ada kau seorang?" ejekku.

"...."

" Sebagai seorang kakak yang baik. Aku harus mengatakan hal ini kepadamu" ujarku- menahan diri untuk tidak menjewer telinga Margareth yang besar seperti hobit. "Jangan pernah memperlihatkan kelemahanmu di depan orang lain. Itu akan membuatmu menjadi target keisengan anak bandel di kemudian hari"

Margareth tidak menanggapi kalimatku. Aku mengambil nafas panjang lalu menambahkan, "Kehidupan sekolah ini tidak semenyenangkan yang kau kira. Suka atau tidak, kau tidak boleh cengeng."
Aku terdengar kejam untuk ukuran anak enam tahun. "Maafkan aku Margareth, tapi kau harus mengatasi urusanmu sendiri di masa depan"

"A-aku akan memikirkan kata-katamu. Terimakasih" ujar Margareth pelan. Aku tahu bahwa dia mencoba untuk tidak menangis.

●○●○●○●○

Makan malam di asrama Melavior cukup menyenangkan, meski ada beberapa anak perempuan yang berdebat mengenai siapa yang pantas mendapatkan paha ayam bagian atas.
Atau obrolan kecil semacam, "Apa kau bersemangat menyambut hari pertama sekolah besok!, " dan perkenalan dua baris mengenai nama dan tempat tinggal.

"Hey, hey namamu Sofia bukan?" tanya anak perempuan yang duduk di sebelahku.

Aku meliriknya tajam. Tidak bisakah dia melihat kalau aku sedang menikmati makan malamku?.

"Iya kenapa?,"

"Kau satu kamar dengan Margareth Blouis?"

"Ya,lalu?." Aku heran mengapa anak perempuan ini menanyai nama teman sekamarku.

"Hei-hei, dia satu kamar dengan anak haram bangsawan Blouis, " ujar anak perempuan itu mengeraskan suara-memancing anak-anak lain bergerombol di dekat meja makan kami. Tunggu, apa dia bilang anak haram bangsawan?. Jadi Margareth adalah anak yang tidak diakui dan lahir dari hasil perselingkuhan?. Oh Tuhan, sekarang aku mengerti mengapa dia begitu ketakutan di tempat asing. Margareth pasti mengalami kekerasan fisik di rumahnya.

"Jauhi anak itu Sofia. Meski kita hanya anak penduduk biasa, setidaknya status kita lebih baik dari anak haram itu" tukas anak perempuan itu lagi.

"Aku dengar, si anak haram itu membunuh ibunya saat lahir. Betapa kejamnya itu," ujar yang lain mengompori.

Bahkan anak-anak perempuan yang usianya belum menginjak belasan ini, sudah memiliki mulut yang lebih tajam daripada pisau. Darimana lagi mereka mendapatkan informasi ini, kalau bukan dari mulut orang tua mereka sendiri. Topik perselingkuhan memang menjadi primadona di kalangan penduduk.Charla saja menyukai gosip semacam ini. Aku pernah mendapati wanita itu berdiri dua jam penuh di depan halaman rumah, untuk mendengar gosip yang dibawa ibu Jimey.

Aku menghela nafas malas-mengambil sisa kudapan. Orang dewasa sepertiku tidak memiliki waktu untuk meladeni perdebatan anak-anak. Mereka boleh saja berbicara buruk tentang Margareth Blouis, aku tidak peduli. Lagian, di dunia ini akan selalu ada orang yang membenci dirimu. Hal alamiah. Namun itu bukan berarti aku akan menjauhi Margareth. Kami teman satu kamar untuk tiga tahun ke depan.

"Sofia kau mau kemana?" tanya anak-anak itu ketika aku beranjak meninggalkan meja makan. "Pindah ke tempat yang lebih sepi. Suara tikus membuat telingaku sakit."

Anak-anak perempuan itu mungkin berpikir benar-benar ada tikus di sekitar mereka. Alhasil beberapa di antaranya menjerit dan mengambil gagang sapu. Setelah menikmati kehebohan singkat-yang aku ciptakan tanpa sengaja itu, aku kembali ke kamar asrama, mendapati Margareth memeluk kedua lututnya seperti orang ketakutan. Ia tersentak ketika aku memutar gagang pintu.Deritan pintu itu menakutinya.
"Apa kau sudah makan?" tanyaku.

Margareth menggeleng. Matanya yang lelah menatapku sendu. Aku mendengar perutnya berbunyi nyaring.Anak yang malang. "Aku membawa beberapa kudapan untukmu, makanlah!." Aku menaruh beberapa kudapan ke samping anak perempuan itu. "Margareth, Kau harus memberanikan diri ke ruang makan mulai besok. Aku tidak akan berbaik hati membagi kudapanku esok hari. "

Margareth memakan kudapan itu tanpa bersuara. Ia terlihat rapuh seperti bayi rusa yang baru lahir."Terimakasih." ujarnya lemah. "Aku akan memberanikan diri. "

"Bagus." Aku menghempaskan diri ke atas ranjangku-memikirkan kegiatan apa yang sedang dilakukan orang-orang di Kediaman Ladelwyn.
"Besok adalah hari pertama kita belajar di akademi. Selamat tidur, Margareth. "

".... "

The Extra Seduce The Young Lord [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang