Perpisahan yang kurang berkenan itu, dan ekspresi muram Wilden terus menghantuiku sejak saat itu. Lalu waktu sudah berlalu enam bulan saja.
Aku berusaha untuk menikmati hari-hari hampa ini sekuat tenaga.Di saat Wilden fokus dengan pendidikan tingkat lanjutnya di Aragos, aku menjadi siswa berprestasi di Akademi. Bahkan dipilih Miss Rollet sebagai murid kepercayaannya dan sering diajak bertukar pikiran.Namun semua pencapaian ini tidak membuat hidupku bermakna. Seperti ada lubang kosong yang tidak kasat mata di dadaku. Lubang itu menghisap habis seluruh gairah dan semangat untuk mencoba hal-hal baru.
"Memikirkan beban hidup,Sofia?" sindir Miss Rollet di tengah-tengah percakapan kami. Tatapan tidak fokusku sukses membuat wanita itu dongkol. "Kamu sering melamun di tengah diskusi kita. Apa sebenarnya yang sedang kamu pikirkan?"
Bukan salah Miss Rollet kalau ia merasa kesal karena diacuhkan. Aku merusak diskusi kami berkali-kali. "Ti-tidak, aku tidak memikirkan hal lain. Bagaimana mungkin aku memikirkan hal lain ketika aku sedang membahas hal yang menyenangkan bersama Miss Rollet di sini?"
Senyum Miss Rollet merekah. Kebohongan picik itu sukses mengelabuinya. Seperti kata Margareth, tidak susah untuk membuat wanita itu senang.Kau hanya perlu beranggapan matematika itu menyenangkan,ketika sebagian besar populasi menyebutnya sebagai pelajaran setan dan sumber sakit kepala.
Miss Rollet sangat mencintai matematika.Jika pelajaran angka-angka itu adalah seorang pria, ia pasti sudah menikahinya. Pikiran Miss Rollet memang sangat mudah dibaca, bahkan lebih tergambar jelas dari pikiranku sendiri-yang menjalin seperti benang kusut.
"Jadi, apa kau sudah memberitahu orang tuamu tentang beasiswa Surran?"
Kami kembali pada pokok penting pembicaraan.Miss Rollet menatapku serius dari bingkai kacamatanya yang melorot. Ia menunggu jawaban sejak tadi.
Aku memilin jari-jari tangan dan tersenyum canggung. Semalam aku tidak bisa tidur karena mengingat reaksi Charla saat meminta izin.Wanita itu menangis seharian. Setelah dibujuk Tony, barulah ia luluh kemudian memberiku izin. Aku tahu ini berat untuk Charla karena jarak yang memisahkan kami sudah lintas Kerajaan.
Aku menyodorkan surat izin orang tua yang sudah ditanda-tangani, "Orang tuaku sudah memberi izin."
Miss Rollet mengambil surat itu, "Syukurlah mereka memberikanmu izin Sofia. Ini merupakan kesempatan langka yang tidak datang dua kali" ujarnya berseri-seri. Dia melihatku sebagai penerus yang menjanjikan- Seseorang yang mungkin bisa mengambil alih gelar Professor Matematika darinya di masa depan.
Aku tersenyum canggung, "Y-ya, aku sungguh berterimakasih karena Miss Rollet merekomendasikanku sebagai penerima beasiswa Surran."
"Para penerima beasiswa akan berangkat dalam dua minggu. Jadi kau harus cukup beristirahat karena perjalanan ini akan memakan waktu berhari-hari."
Aku mengangguk, kemudian menutup pintu ruangan Miss Rollet.
Bertepatan dengan itu, Marisa D' Carbelux juga baru keluar dari ruangan sebelah.Kami berdua saling pandang , kemudian dia membuang wajah lebih dulu.Aku tidak tahu mengapa ia begitu ketus kepadaku, padahal kami nyaris tidak pernah berinteraksi.Orang-orang seharusnya memiliki alasan untuk membenci sesuatu, bukan?.Sebelum aku melangkah lebih jauh, Marisa tiba-tiba berbicara.
" Aku tidak mengerti mengapa dia memberikan benda itu kepadamu"
Aku memutar badan, "Maksudnya?"
"Apa kau pura-pura bodoh?" tanyanya gusar. "Bros yang ada di kerah bajumu itu, kau menerimanya dari Lord Wilden bukan?"
Aku meraba bros ungu pemberian Wilden, "Memang. Apa itu masalah?"
"Apa kau tidak malu?, kau tidak pantas mendapatkannya!"
tersirat kebencian yang sangat dalam dari nada bicaranya. "Seharusnya itu milikku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Extra Seduce The Young Lord [ON GOING]
RomanceSEQUEL THE VILLAINESS SEDUCE THE WIDOWER DUKE Leonor Amercia [27] adalah seorang pembaca setia dari serial web novel The Villainess Seduce The Widower Duke. Di antara banyaknya tokoh yang ada dalam serial tersebut, Leonor malah terobsesi denga...