7.[50]

423 100 27
                                    

Wilden Winchester, itulah nama orang berjubah dan memakai topeng naga ini. Seseorang seperti dia, bagaimana mungkin aku bisa melupakannya?.Kami bertemu kembali setelah sekian lama.Sahabat masa kecil yang membuat hari-hariku di Baterville menjadi bewarna. Kelinci kecil yang selalu aku goda sampai dia selalu bersembunyi di belakang tubuh ibunya.Kini ia dewasa-tumbuh menjadi seorang pria yang dengan mudahnya membuat para gadis terpesona.Begitu serakah merengkuh segala kualitas hanya untuk dirinya sendiri.

Kami berdua saling tatap untuk beberapa menit sampai dia melangkah mundur untuk menemui pemandu acara,membisikkan sesuatu ke telinga pemandu acara itu sehingga pemandu acara itu mengangguk."Baiklah semuanya kita menemukan pemeran Duke and Duchess Winchester. Yaitu Lord Wil-maksudku Tuan Demian dan nona berambut keriting merah"

Pemandu acara itu lebih baik menanyakan namaku terlebih dahulu alih-alih memanggilku nona berambut keriting merah. Itu sungguh tidak sopan memanggil seseorang berdasarkan ciri fisiknya yang paling menonjol.Pertanyaan lain, mengapa Wilden menyembunyikan indentitasnya?.Andai aku bisa membaca isi kepalanya dengan mudah.

Ketika Wilden masih berbicara dengan pemandu acara, aku diam-diam mengamatinya. Apakah dia sudah menyadari indentitasku?.
Sebagian dari diriku berharap dia menyadarinya sehingga nantinya tidak ada kecanggungan di antara kami, ketika kami beradu peran sebagai sepasang kekasih.

Astaga! mengapa aku baru menyadarinya!?. Jika aku memerankan Yelena dan Wilden memerankan Jayden, maka kami akan bersentuhan secara fisik;berpelukan
dan mungkin saja berciuman?.
Pipiku dengan cepat menjadi lebih merah dari apel.Aku sangat bodoh karena tidak menyadari ini.

Baiklah Leonor, tenangkan dirimu dan jangan gugup!.Jiwamu itu jauh lebih tua daripada Wilden jadi seharusnya tidak ada masalah bukan?
anggap saja dia adikmu atau apapun itu.Aku menepuk kedua pipiku keras-melirik Wilden dengan keberanian baru. 'Dia hanya seorang Wilden', kalimat itu aku ulang-ulang di dalam kepala sampai Berupun merasa heran.

"Putri, apakah anda baik-baik saja?"

Di saat bersamaan Wilden juga melihat ke arahku dan Tuhanku, jantungku ingin melompat keluar dari mulutku. Sekujur tubuhku terasa dingin dan aku merasakan dorongan kuat untuk kabur.Ada apa denganku? mengapa aku menjadi seperti ini?.Dimana ketenangan diriku yang biasa? mereka seolah menguap ke suatu tempat.

Aku harap wajahku tidak membuat ekspresi bodoh saat ini karena itu pasti memalukan.Jangan lupakan fakta bahwa saat ini aku berada di atas panggung yang dikelilingi ratusan manusia.

"Oh iya Nona, siapa nama anda?"

Pemandu acara yang bodoh itu akhirnya menanyakan namaku namun aku terlalu sibuk dengan pikiranku. Suara pemandu acara seolah lebih pelan dari dentum jantungku.

"Nona?"

Pada panggilan yang ke-dua aku baru menoleh. "Ah y-ya?"

"Siapa nama anda?"

"Sena" dustaku. "Namaku Sena"

Aku berbohong seperti bernafas, natural tanpa kendala. Sudut mataku mencari Wilden lagi. Sedetik kemudian darahku terpompa cepat saat mengetahui dia menarik ujung bibirnya ke atas.Apa jangan-jangan dia tahu aku berbohong?.Sial!

"Baiklah Nona Sena, kami akan memberi anda dan Tuan Demian waktu untuk mencocokkan dialog"

Dengan begitu aku dan Wilden ditarik ke belakang panggung.Tungkai kakiku terasa berat dan lemas saat aku membuntuti Wilden ke belakang panggung.

●○●○●○●○

Sementara panitia tata rias dan menyiapkan kostum yang akan kami gunakan saat tampil nanti, aku dan Wilden ditinggalkan berduaan di sebuah ruangan.Ada dua buah kertas yang berisi bagian inti dari pertunjukan.Satu untukku dan satu lagi untuk Wilden.Tugas kami adalah menghafal isi dari kertas itu sambil memikirkan dialog yang kiranya sesuai. Ini rupanya lebih rumit dari yang kubayangkan.Bagaimana jika aku membuat kesalahan?.

"Akhirnya mereka meninggalkan kita"
ujar Wilden tiba-tiba, setelah itu melepas topeng naga yang dia gunakan."Saat mendengar nama Sena tadi, aku berusaha keras untuk tidak tertawa."

Mulutku secara sponstan membentuk huruf O, kertas yang kupegang jatuh ke atas lantai."A-apa?"

"Maksudku, kamu sangat buruk dalam berbohong.Aku sudah tahu semuanya.Terimakasih kepada Theresa juga ayah dan ibumu. Apa kamu pikir ini semua kebetulan?"

Jadi Theresa, Tony dan juga Charla bekerjasama merancang pertemuan ini?.Dan ini bukan kebetulan pemeran Yelena dan Jayden berhalangan hadir?.Aku merasa seperti ditipu habis-habisan.Aku merasa kesal karena ini sedikit berlebihan.

"Theresa sudah menceritakan kisahmu secara garis besar, tapi aku tetap ingin mendengarnya langsung darimu"

Wilden menggeser kursinya supaya lebih dekat denganku. Kami duduk bersebelahan, bahu kami bersinggungan.

"Sofia...". Suara Wilden mulai terdengar berbeda. "Aku.. benar-benar bersyukur kamu masih hidup dan kembali ke Baterville.."

Wilden memelukku-mengurungku dalam dekapan penuh rindu dan penantian.Pelukannya sangat erat sampai aku kesulitan bernafas.
Aku diam-membiarkan air mata menggenang di pelupuk mata.
Entah mengapa dengan dia, aku merasa bebas menjadi lemah. Seperti menemukan pohon rindang untuk berteduh dan tidur, menemukan mata air di gurun kering kerontang.

Aku tiba-tiba saja merasa sangat membutuhkan Wilden untuk alasan tidak jelas. Butuh dia untuk memelukku seperti ini, butuh dia untuk mengatakan betapa dia merindukanku. Dan aku sadar bahwa apa yang membuatku begitu gugup adalah cinta. Aku tidak memandang Wilden sebagai kelinci lucu atau adik kecil yang bisa diusili lagi. Dia istimewa.Bahkan kata istimewa tidak cukup untuk menggambarkan keberadaannya bagiku.

Tapi ini bukan saatnya memikirkan cinta bukan?.Ada hal besar yang harus aku selesaikan lebih dulu. Dan jika semuanya sudah selesai, barulah aku merajut perasaan ini, memupuknya menjadi cinta yang tidak tergoyahkan.

Aku cukup yakin mengatakan diriku seorang pejuang .Tidak ada hal seperti 'perempuan harus menunggu' di dalam kamusku. Bagiku, jika kau mencintai seseorang kau harus menyatakannya.Tidak peduli dirimu laki-laki atau perempuan.

Cinta itu bukan tentang memberi dan menerima, melainkan memberi dan memberi.Kedua pihak harus menunjukkan keseriusan.Jangan mengharapkan dirimu diperlakukan seperti ratu jika kau tidak memperlakukan pria yang kau cintai seperti raja.

Sial, aku terdengar seperti ilmuwan cinta sekarang.Tapi begitulah prinsipku, dan kuharap kalian bisa belajar sesuatu darinya.

Setelah puas memelukku Wilden menarik dirinya dengan canggung.
"Maaf, aku terbawa perasaan" ujarnya malu."Ki-kita harus segera menentukan dialog.Pertunjukkannya akan dimulai dalam satu jam"

Wilden terlihat menggemaskan saat dia salah tingkah seperti itu.Tanganku gatal untuk mencubit pipinya. Tapi jika aku melakukan itu yang ada diriku akan meleleh seperti mentega cair.Karena pada saat kau jatuh cinta, setiap kali kulitmu bersentuhan dengan si dia akan ada kejutan listrik yang tidak bisa dijabarkan secara ilmiah.

Mengambil nafas panjang, aku mengelus dahi Wilden seperti yang sering aku lakukan kepadanya saat kami berdua masih kecil."Tidak apa-apa, aku paham kok" jawabku sambil mempersembahkan senyum paling manis yang bisa kubuat.

Tolong jatuh cinta kepadaku, sedalam aku jatuh cinta kepadamu'.
Pertanyaannya, apakah Wilden akan menyanggupinya?. Bisa saja artiku bagi dia tidak lebih dari sahabat.

■□■□■□■□■■□■□■□■□■■□■□■□■□■

Suka cerita ini tapi gak vote,gak  komen, dan gak follow aku? :(
Jahatnya~

Terimakasih kepada pihak PLN yang bikin mati listrik 12 jam yang membuatku gabut dan tiba-tiba mendapat inspirasi untuk menulis -_-



















The Extra Seduce The Young Lord [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang