.
.
©Flawless 2022Kehidupan Sofia Ladelwyn sebenarnya tidak terlalu membosankan. Karena meski keluarganya hanya penduduk biasa, mereka sanggup memperkerjakan dua pelayan untuk mengurus rumah. Satu untuk memasak, dan satunya lagi untuk membersihkan rumah. Jadi aku tidak diwajibkan ikut membereskan rumah.
Kotoran Sven teronggok menjijikan di belakang pintu masuk. Charla menjerit kaget ketika tapaknya yang dingin, menyentuh benda panas dan berair itu. Wajahku merah padam menahan tawa. " Bawa anjingmu keluar!", gerutunya marah padaku. "Karen!, cepat bersihkan kotoran anjing ini!".
" Aku akan membawa Sven keluar" . Aku menggendong Sven yang menggonggong tanpa rasa bersalah. Ekor anjing itu meliuk-liuk riang. Tampak bangga karena prestasi gemilau itu.
" Aku tidak akan bermain denganmu Sven". Tali pengekang Sven kuikatkan pada salah satu tiang di halaman rumah. "Sudah berapa kali kukatakan, kalau mau poops pergilah keluar".
" Guk.. guk". Sven menyalak seolah ia mengerti.
Begitu selesai mengikatkan tali pengekang Sven pada tiang, aku melimpir ke rumah tetangga. Pada salah satu jendela aku berinjit, guna mengintip Jimey, salah satu anak laki-laki yang suka membuliku.
Di dalam rumah kayu sederhana itu, Jimey tampak sedang menenggak segelas susu. Kumis putih tercetak rapi di atas bibir anak laki-laki itu.
" Makanlah yang banyak calon makananku!". Aku menempelkan wajahku pada kaca jendela. Berharap lubang hidungku tidak tampak seperti hidung babi dari dalam sana.
Jimey yang sedang memegang gelas terkesiap. Baginya mungkin menyeramkan melihat wajah super lebar tiba-tiba muncul di kaca jendela.
Aku menyerigai senang dan anak laki-laki itu langsung menjerit ketakutan." IBUUU ADA RAKSASA MENGINTIP DI JENDELA RUMAH!!" , teriak suaranya yang cempreng.
" Dagingmu pasti manis karena banyak meminum susu!, minumlah yang banyak agar aku puas memakanmu! Oaaarrr!".
"HUAAAAA, IBUUUU". Jimey berlari ketakutan menghampiri ibunya di dapur.
Aku terbaring sambil tertawa terpingkal-pingkal. Aku rasa membuat bocah nakal menangis adalah hobi baruku di dunia ini.
Setelah puas mengerjai Jimey, aku berniat kembali ke rumah. Namun, tiba-tiba sebuah kereta kuda mewah bewarna hitam melintas cepat dan terparkir di halaman depan rumah. Aku berlari-lari kecil untuk melihat siapa yang turun dari kereta mewah itu.
Pintu kereta kuda hitam itu dibukakan oleh kusir. Seorang bocah laki-laki yang kira-kira berumur enam sampai tujuh tahun melompat turun.
Bocah laki-laki itu memakai pakaian khas bangsawan bewarna putih gading. Dan, tidak lupa pula sebuah baret beludru bewarna senada terpasang rapi di atas kepala. Modis sekali penampilannya.Aku mengintip dari balik pagar tanaman rumah Jimey. Bocah laki-laki itu berjalan mantap menuju depan pintu rumahku. Dua ksatria berzirah mengikutinya dari belakang. Martinez menyambutnya riang. Ia menghadiahkan pelukan hangat untuk tamu cilik itu.
" Tuan muda, saya tidak menyangka anda datang mengunjungi saya". Melepaskan pelukan, Martinez menyeka bulir air mata di sudut mata. Wajah keriput miliknya memancarkan rona bahagia.
" Aku sangat ingin bertemu bibi", tukas bocah laki-laki itu diliputi rasa rindu.
Aku menajamkan pendengaran untuk menyimak lebih jelas. Dan berharap Martinez dan tamu ciliknya tidak menyadari kehadiranku.
" Sofia, apa yang kamu lakukan disana?". Suara lantang Martinez membuatku terkejut hingga terjengkang ke belakang. Badanku yang gemuk, membuatku susah mempertahankan diri bila kehilangan keseimbangan.
" Kamu tidak apa-apa?" ,tanya bocah laki-laki itu mengulurkan tangan. Aku meraih tangan anak laki-laki itu dan tersenyum kikuk. "Terima kasih".
" Bibi tidak tahu apa yang kamu lakukan di belakang pagar rumput itu". Martinez berlutut untuk membersihkan pakaianku yang terkena tanah.
" Aku sedang mencari serangga", jawabku bohong. "Tapi serangga itu terbang saat bibi memanggilku".
" Jangan bermain serangga Sofia", keluh Martinez. "Apa kamu tidak ingat kalau kulitmu alergi serbuk sayap kupu-kupu".
'Alergi macam apa itu'. Aku mengerinyitkan dahi tapi memilih bungkam.
" Ini anak bibi?". Bocah laki-laki yang sempat teranggurkan itu menyela pembicaraan kami.
" Ah tidak, ini keponakan saya tuan muda".
" Tuan muda?", aku bertanya heran.
" Sofia, ini anak majikan bibi. Tuan muda kediaman Winchester".
" Sa-salam tuan muda, saya Sofia Ladelwyn". Aku memberi salam dengan gugup.
" Salam nona Ladelwyn", ujar bocah laki-laki itu membalas salamku.
Martinez menutup mulut karena terkejut. Barangkali heran karena keponakannya yang pecicilan dan tidak pernah mendapat pendidikan tata krama, mengetahui cara membalas salam bangsawan.
" Mari masuk Tuan muda dan para ksatria. Saya akan menjamu kalian". Martinez kemudian menuntun bocah laki-laki itu ke dalam rumah kami.
Aku mengekor di belakang rombongan itu. Pikiranku penuh tanda tanya. 'SEBENTAR!', pikiranku berteriak heboh. 'TUAN MUDA WINCHESTER, BERARTI BOCAH LAKI-LAKI ITU ADALAH WILDEN!, KARAKTER FAVORITKU'.
Jantungku berdegup kencang. Dan tanpa sadar, aku sudah berlari mendahului rombongan itu dan menarik tangan Wilden. Bocah laki-laki terhenti heran. " Nona, ada apa?".
"Akhirnya aku bisa bertemu denganmu wahai keponakan virtualku!". Aku tersenyum lebar dengan hidung kembang kempis. Kedua tanganku menggenggam erat kedua tangan Wilden. Mirip seperti penculik anak.
" Sofia, jangan bertindak tidak sopan pada tuan muda!". Martinez menegurku.
Aku buru-buru melepaskan tangan Wilden. "Ma-af bibi, aku hanya merasa gemas melihat adik kecil ini".Kerutan di dahi Martinez bertambah. " Adik kecil?. Kamu dan tuan muda seumuran lho Sofia. Bahkan tuan muda lebih tua beberapa bulan"
'Ah, aku lupa kalau sekarang wujudku bocah perempuan'.
" Benarkah?. Kukira dia lebih muda. Soalnya imut sekali". Aku tersenyum memamerkan gigi geligi. Tapi Wilden tampaknya tidak suka ketika aku menyebutnya imut.
●○●○●○●○
KAMU SEDANG MEMBACA
The Extra Seduce The Young Lord [ON GOING]
RomantizmSEQUEL THE VILLAINESS SEDUCE THE WIDOWER DUKE Leonor Amercia [27] adalah seorang pembaca setia dari serial web novel The Villainess Seduce The Widower Duke. Di antara banyaknya tokoh yang ada dalam serial tersebut, Leonor malah terobsesi denga...