[CHAPTER 28] Rasa Sakit

94 91 13
                                    

“Terlalu lama menyimpan luka hanya akan membuatmu merasakan rasa sakit yang amat dalam.”

*****

    "Kalau gak bisa main, nggak usah ikut-ikutan!" seru anak perempuan yang memakai bandana merah muda.

    "Gerak sedikit aja udah keringatan banyak!" ejek anak berambut pendek.

    "Sana pergi! Jangan main sama kami lagi!" usir temannya yang lain.

    Sedangkan anak yang diejek ketiga temannya tertunduk. Napasnya tak beraturan. Keringat telihat di sekitar wajahnya. "Ma … maaf," lirihnya pelan.

    "Dasar nyusahin!" gerutu si anak berbandana merah muda. Tangannya terlipat angkuh. Tatapan sinisnya mengintimidasi.

    "Kalian ngapain?"

    Mereka bertiga menoleh. Anak itu berjalan mendekati gerombolan anak perempuan yang tidak sengaja dilihatnya.

    "Kamu siapa?" Si bandana merah muda bertanya. Tangannya tak bergerak, masih terlipat di dada. Memperlihatkan gaya angkuhnya.

    Si anak laki-laki melirik sekilas anak perempuan yang tengah dirundung tiga temannya. Menemukan rasa takut di mata si perempuan.

    "Kamu kenal sama dia?" tanya anak dengan rambut di kucir dua.

    "Mau kalian apa?"

    "Kamu gak usah ikut campur!" seru anak yang berambut pendek.

    Si anak laki-laki memperlihatkan ponsel di tangannya. Di sana menampilkan rekaman video mereka yang sengaja mempermainkan temannya sendiri, dengan mengatas namakan permainan. Terlihat dia berlarian kesana kemari berusaha mengambil tasnya yang dilempar oleh teman-temannya. Ini namanya perisakan.

    "Ini yang kalian sebut bermain bersama teman?" sinis si laki-laki.

    Mereka beradu pandangan tidak berani menatap lawan bicara. "Terus kamu mau apa? Mau laporin kita, huh?!"

    "Udahlah, kita pulang aja. Ayo," ajak si ketua mereka seraya melempar asal tas perempuan itu, yang pemiliknya di jadikan bahan “permainan”. Ketiganya berjalan menjauh. Meninggalkan si korban perisakan bersama si anak lelaki pengganggu tersebut.

    Anak perempuan itu memunguti buku-bukunya yang berserakan di tanah. Sesekali mengusap cairan bening yang berasal dari indra penglihatnya. Melihatnya, si laki-laki ikut membantu. Dia berdiri sambil memeluk tasnya. Anak berusia dua belas tahun itu menatap anak laki-laki di depannya.

    Si lelaki menyodorkan sebuah origami berbentuk burung berwarna biru.

    Sempat bingung. Dia akhirnya mengambilnya agak ragu. "Kamu …."

    "Adam!"

    Seruan seorang anak perempuan mengalihkan atensi si anak laki-laki. Tanpa mengucapkan apapun, dia berlari ke arah anak perempuan yang menyerukan namanya kencang.

    "Ish! Aku nyariin kamu dari tadi, tahu?!" gerutu anak perempuan yang tengah menarik sepedanya.

    "Maaf."

    "Maaf doang?" protesnya. Keningnya tertaut menyadari ada sesuatu yang hilang. "Origaminya mana?"

    Adam terdiam tak berniat menjawab.

    "Kamu buang, ya?!" tudingnya. "Iih! Jahat! Nggak punya perasaan!"

    "Nanti aku bikin lagi buat kamu," ucap Adam santai.

FLASHBACK [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang