“Semuanya akan berakhir jika saja dia lekas pergi, seperti dulu. Melarikan diri dari dia.”
*****
Gadis itu berjalan menuju ke kelas. Berdiri di hadapan sebuah loker. Kilatan bayangan masa lalu menyapa ingatannya.
Gadis dengan seragam putih-birunya tengah duduk di kursi lapangan. Matanya tak lengah menatap ke arah dimana para anak laki-laki bermain basket. Senyumnya makin lebar kala memandangi lelaki dengan wajah dingin penuh keringat di tubuh, namun itu tidak mengurangi paras tampannya.
Tak lama permainan berakhir. Mereka pun berjalan ke pinggir lapangan guna beristirahat sejenak.
Gadis yang diketahui bernama Lily itu mengembus napas pelan. Mengatur deru jantungnya yang menggila sejak dia memutuskan menonton para anggota basket berlatih untuk lomba minggu depan. Badannya berdiri tegak. Berjalan penuh percaya diri.
"Eh, ada bunga cantik bener," puji seseorang menyeletuk begitu indra penglihatnya menangkap sosok cantik menuju ke arah mereka.
Lily tersenyum malu-malu.
"Ira mana, Ly?" tanya lelaki lain. Semenjak bermain tadi matanya tak menemukan gadis yang biasanya berada di sebelah Lily. Selalu menempel ke mana pun.
"Oh, tadi dia bilang mau belajar di perpus," jawab Lily. Matanya melirik sejenak pria yang tak pernah lelah ia tatap walau berjuta-juta kali. Adam. Siswa SMP berjuluk si Batu Es Berjalan.
Kepala si penanya mengangguk-angguk paham. "Gue duluan kalau gitu," pamitnya beranjak dari duduknya. Baterainya perlahan terisi ketika tahu gadis incarannya masih berada di lingkungan sekolah. Meski kecewa karena ia absen di lapangan.
"Mau ke mana lo, Yon?" sahut pria pertama yang menyambut kedatangan Lily.
Leon menyunggingkan senyum misteriusnya. "Mau belajar dulu," balasnya.
Kening teman-temannya tertaut tanda tak paham. Tetapi tidak bagi seseorang bernama Adam Dhiafakri Pradipta. Lelaki itu bergeming di tempatnya, tak menghiraukan mereka.
"Gaya lo belajar! Kayak yang otak lo bener aja, Yon!" sindir temannya tertawa pelan.
"Iya, sejak kapan otak lo baikan?" Lagi. Temannya yang lain ikut menyeletuk. Heran dengan sikap Leon yang tiba-tiba ingat belajar. Dia itu tipe laki-laki pemalas kalau disuruh belajar. Makanya, saat pembagian hasil belajar ia yang paling sering diceramahi sang Mama.
"Sejak bertemu Gadis Calon Istri dan Ibu di Masa Depan Leon Ganteng," balasnya terkikik geli sendiri. "Udah, ah gue duluan. Bye," serunya. "Btw, jangan di apa-apain ini cewek. Awas aja! Bisa abis beku lo semua!"
Mereka tahu siapa yang di maksud Leon, yang akan membuat mereka beku. Dia adalah Adam. Kapten basket sekolah mereka.
Lily menghampiri Adam. Menyerahkan sebotol air mineral di tangan yang telah ia genggam lama. "Ini buat kamu," lirihnya pelan.
Adam tidak mengacuhkan keberadaan Lily. Sibuk mengetikkan sesuatu di ponsel.
Lily mengintip layar ponsel si lelaki. Di sana terlihat room chat antara Adam dan Ayana, gadis yang Lily yakini tengah belajar sendirian di perpustakaan. Hatinya terasa diremukkan saat itu juga. Sulit memang menerima fakta yang tidak mau ia terima.
Segera Adam bangkit berdiri. "Duluan," ujarnya tanpa menoleh sedikitpun. Berlari kecil keluar area lapangan. Meninggalkan Lily sendirian. Tangannya pun masih terulur. Menunggu seseorang mengambilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLASHBACK [COMPLETED]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bertemu dengan si pembawa hadiah menuntunnya masuk kembali ke lingkaran tak berujung. Yang menariknya ke dalam perasaan bernamakan penyesalan. Entah sampai kapan dia harus terjebak bersama kenangan masa lalunya. Yang membawa...