[CHAPTER 34] Nomor Tiga?

96 71 33
                                    

“Aku nggak keberatan kalau Leon di nomor satu dan aku nomor dua. Tapi kalau dia, aku nggak rela.”

*****

    Bugh!

    Pukulan keras tak terelakkan itu mendarat sempurna di wajah tampannya. Si pelaku tersenyum miring. "Itu karena lo gagal misahin mereka."

    Adam mengusap sudut bibirnya yang terasa berdenyut. Kekuatan temannya ini rupanya lebih baik dari sebelumnya.

    "Bukannya cuma satu sekolah! Tapi sekelas? Lo gila?" Leon berteriak di depan lawannya.

    "Makanya gue pindah kelas," balas Adam enteng.

    Bugh!

    Lagi-lagi Leon mengirim rasa sakit di sana. Namun Adam tak menghindar. "Akh!" ringisnya lirih.

    "Dan itu buat lo yang gak bisa jagain Ira selama gue nggak ada." Leon berdiri tegap bersiap. "Sekarang giliran lo," tukasnya.

    "Cuma segitu?" Adam memanasi Leon.

    "Seenggaknya untuk saat ini, gue masih sayang nyawa, karena ada orang yang harus gue jaga mulai hari ini," ungkap Leon. Pukulan Adam tak jauh berbeda dengan miliknya. Mereka sama-sama kuat.

    "Lo bakalan nyesel, Yon," sahut Adam sambil memamerkan smirk.

    Bugh!

    "Not bad," puji Leon yang hampir terjatuh jika saja dia tidak menyeimbangkan berat tubuhnya.

    "Buat lo yang udah bikin rumor nggak jelas tentang Ratu Ceroboh-nya Raja Es," tekan Adam.

    "Ratu Ceroboh-nya Raja Es?" Leon tertawa kecil. Menahan nyeri di ujung bibirnya. Mungkin sedikit robek akibat pukulan telak Adam. "Maksud lo barusan, Ira-nya Ifa?" ledek Leon terbahak.

    "Berhenti panggil gue Ifa," peringat Adam.

    "Oke, oke," kata Leon menghentikan tawanya.

    "Gue serius! Nggak ada kata bercanda dalam kamus hidup gue!" Adam meniru gaya bicara Leon. "Bullshit!"

    "Sorry, Dam prinsip lo, gue pinjam dulu. Namanya juga kepepet."

    Bugh!

    Leon membuang ludah sembarang. Kemudian membaringkan diri di lantai rooftop. "Karena gue manggil lo Ifa?" tembak Leon menekankan kata “Ifa”.

    "Karena lo ambil Ira dari gue," sahut Adam berterus terang.

    Leon tertawa lepas. Seakan itu lelucon terlucu yang didengarnya sepanjang tahun ini. "Lo tahu sendiri bukan gue yang ambil dia dari lo. Dia sendiri yang datang suka rela ke gue," terang Leon di sela tawanya.

    Adam ikut membaringkan tubuh di samping Leon. "Iya, dan lo alasan dia datang."

    Leon menoleh. "Dam, Ira rahasiain semua hal tentang kita?" Nada suaranya mulai serius.

    "Menurut lo?"

    "Kalau gue jadi dia, itu mungkin aja terjadi. Menjaga banyak hati, sampai lupa hatinya juga terluka. Dia terlalu baik buat kita yang selalu perang nggak kasat mata buat dapatin dia," tutur Leon sok puitis.

    "Kalau gitu, lo harus nyerah, kan?"

    Kepala Leon mengangguk kemudian menggeleng, kesalahan teknis, efek dipukul Adam. "Kenapa harus gue? Kenapa nggak lo aja?"

    "Karena—"

    Ponsel salah satu dari mereka bergetar. "Dengan Ion Ganteng tiada duanya."

    "Lo dimana? Gue nunggu lo di Cafe dekat sekolah," ucap seorang gadis terdengar sebal.

FLASHBACK [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang