“Pada akhirnya, dia justru melibatkan orang yang tak bersalah ke dalam masalahnya.”
*****
Tiara mendengus. "Sok dekat banget tuh cewek!" umpatnya pelan.
Mereka mengikuti ke mana arah mata Tiara tertuju. Kumpulan para gadis berjuluk “Para Penyebar Berita” di SMA Nusa tengah saling berbagi tawa, entah apa penyebabnya.
"Ck! Emang ya kalau orang jahat itu cuma memperlihatkan sisi baiknya aja," celetuk Tiara.
"Siapa, sih Ra yang lo maksud?" Andri bertanya ingin tahu.
"Tuh, si cewek sok asyik!" tunjuk Tiara dengan dagunya.
"Oh, Lily." Andri manggut-manggut. Ikut memperhatikan sosok baru di antara perkumpulan itu.
"Nggak baik nethink sama orang, Ra. Ingat lo kan baru kenal dia, dari mana lo tahu kalau dia jahat atau nggak?"
Decakan Tiara terdengar. "Dilihat sekilas pun gue tahu dia cewek tukang pencitraan. Apa perlu gue perlihatkan ke lo, Ayana?"
"Jangan cari masalah, urus urusan masing-masing," balas Ayana tenang.
Tiara mengalihkan fokus matanya. Memandangi Ayana yang menyantap makan siangnya khidmat. "Ayana, lo tahu apa soal sifat orang? Lo kan cuek, mana bisa bedain mana yang tulus dan mana yang enggak?"
"Andri, dia tulus ke gue. Dan lo, gue nggak yakin tuh," sahut Ayana enteng sembari beranjak dari duduknya.
"Dia kenapa lagi, sih? Bingung gue," kata Tiara.
"Ayana benar, Ra. Nggak usah cari masalah sama orang yang adem ayem," cetus seseorang di samping Tiara.
"Udah, Gas lo makan aja. Nggak akan gue ganggu, deh," sentak Tiara mendengus. Kepalanya bergerak ke sana kemari, tak kunjung menemukan si doi di manapun. "Loh, doi gue hilang ke mana?" pekiknya histeris.
"Mau ke mana lo?"
"Toilet, sakit perut gue," aku Andri menjawab pertanyaan Bagas. "Duluan, ya."
Desahan berat Tiara mengisi rasa sepi di antara mereka berdua. Dia melirik malas Bagas yang tenang dalam kegiatan makannya. Mengangkat tubuh, berlalu enggan duduk berdampingan dengan Bagas, yang kabarnya homo.
*****
Embusan napas panjang Ayana lolos. Dia harap ini hanya mimpi. Mimpi yang biasa ia alami hampir dua tahun ini. Matanya menelusuri pemandangan di bawah gedung sekolah.
"Sendirian?"
Ayana kembali mengembuskan napas berat. Badannya memutar. Kakinya bergerak hendak meninggalkan atap sekolah. Namun, si pemilik suara tadi tak membiarkannya. Dia mencengkram pergelangan tangan Ayana cukup erat.
"Lepasin!"
"Aku gak mau!"
"Kenapa? Bukannya udah jelas, ya aku yang harus pergi dari kehidupan kalian?" sinis Ayana membalas tatapan si lelaki.
"Ira."
"Berhenti panggil aku begitu! Sekarang nama aku Ayana!" tegas Ayana menekankan.
"Aku nggak peduli. Bagi aku, kamu tetap sama kayak Ira yang aku kenal dulu."
"Dam please, aku mohon kamu jangan kayak gini. Lily udah balik. Dan nggak seharusnya aku tetap tinggal di sini," beber Ayana menjelaskan.
Kepala Adam menggeleng. "Nggak, Ra. Aku pengen kita kayak dulu. Dia gak ada hubungannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
FLASHBACK [COMPLETED]
Подростковая литература[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bertemu dengan si pembawa hadiah menuntunnya masuk kembali ke lingkaran tak berujung. Yang menariknya ke dalam perasaan bernamakan penyesalan. Entah sampai kapan dia harus terjebak bersama kenangan masa lalunya. Yang membawa...