"Terlalu memikirkan diri sendiri itu egois. Maka biarlah dia perlahan menjauh sampai terlupakan. Seolah dia tak pernah ada di dunia."
*****
Desahan panjang keluar lagi. Entah kali ke berapa, dia melakukannya selama seharian ini. Matanya menatap satu per satu lelaki yang duduk di sekelilingnya. Di kanannya, Leon tengah asyik memakan makanannya dengan khusyuk. Beralih ke depannya, iris matanya bertubrukan langsung dengan pemilik mata sedingin es yang memperhatikannya dalam diam. Ia segera memalingkan kepala, menoleh ke pria di sebelah kirinya. Tampak wajah sinis tertuju pada lelaki di hadapannya.
Kenapa dia harus terjebak di antara mereka bertiga? pikir Ayana menggerutu. Karena mereka, lagi-lagi Ayana harus mendengar bisikan-bisikan tak suka yang dilayangkan padanya secara terang-terangan. Hari ini adalah hari kesekian yang ingin segera Ayana lewati. Namun ke esokkannya, kejadian itu terulang kembali. Mereka seolah-olah sedang mengawal seorang Ratu. Dan Ayana lah Ratunya. Ratu mereka.
Ayana bangkit berdiri. Begitu pula, ketiga lelaki itu. Bahkan Leon yang adem ayem makan ikut berdiri. "Toilet. Tunggu aja di sini," sahut Ayana menjelaskan sebelum salah satu dari mereka bertanya.
"Aku temenin."
Ayana menggeleng. "Nggak usah. Kamu makan aja," tolaknya kepada Leon yang berbaik hati mengajukan diri ingin menemaninya.
"Gue-"
"Gue bisa sendiri, Andri," sela Ayana. Kepalanya mendadak pening melihat bagaimana kelakuan ketiga anak lelaki ini. Layaknya anak ayam yang selalu mengikuti sang induk ke mana pun.
Dengan terpaksa, mereka mendudukkan diri kembali di kursi masing-masing. Akan tetapi, tidak dengan laki-laki di hadapannya. Ayana mendesah. "Duduk!" perintahnya.
Sayang, anak itu enggan melakukan apa yang diperintahkannya. Benar-benar anak nakal! Berjalan keluar kantin. Entah ke mana perginya dia.
Mereka dibuat heran dengan kelakuan Adam, si Raja Es Lilin-kalau kata Andri. Pun Ayana mengerutkan kening bingung. Namun setidaknya Ayana menghela napas lega. Adam tidak kukuh mengikutinya dan berakhir dengan dua anak lainnya-Andri dan Leon-ikut bersikeras mengikutinya ke toilet perempuan.
Mengabaikan tingkah aneh Adam, Ayana kembali ke tujuan awalnya. Toilet. Satu-satunya cara agar mereka tidak mengekorinya lagi.
*****
Senyum gadis bersuara nyaring itu luntur sedetik setelah kedatangan Ayana, mantan teman sebangkunya. Dia berdecak sebal. Lantas beranjak, malas berdua dengan Ayana di kelas kosong tersebut.
"Ra," sahut Ayana cepat.
Tiara menatap Ayana tanpa ekspresi. "Siapa lo? Gue nggak kenal cewek pembawa sial kayak lo," sahut Tiara tajam.
Tak mengindahkan sahutan asing Tiara, Ayana berjalan mendekat. "Ada yang pengen gue bicarain."
Tiara bersidekap di depan dada. "Apaan? Cepat! Waktu gue terlalu berharga buat cewek bermuka dua!"
Ayana menelan ludah pahit. Apa sebegitu bencinya Tiara terhadap dirinya? Ayana terkekeh dalam hati. Tentu saja! Ayana pantas menerimanya. Salahnya karena tak menceritakan masa lalunya pada Tiara yang selalu setia menunggunya membagi luka. Menyadarkan Ayana bahwa dia tidak sendirian di dunia seluas ini. Membantunya bangkit dalam keterdiamannya kala caci maki itu kembali terngiang.
"Heh! Bisu lo? Buruan!" tegur Tiara.
"Gue minta maaf, Ra. Harusnya gue sadar kalau lo yang selama ini ada buat gue. Gue nyesel udah bikin kepercayaan lo-"
KAMU SEDANG MEMBACA
FLASHBACK [COMPLETED]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bertemu dengan si pembawa hadiah menuntunnya masuk kembali ke lingkaran tak berujung. Yang menariknya ke dalam perasaan bernamakan penyesalan. Entah sampai kapan dia harus terjebak bersama kenangan masa lalunya. Yang membawa...